https://jogja.times.co.id/
Berita

Pakar UGM Sebut Mahal Biaya Politik Jadi Pemicu Kepala Daerah Terjerat Korupsi

Senin, 08 Desember 2025 - 20:01
Pakar UGM Sebut Mahal Biaya Politik Jadi Pemicu Kepala Daerah Terjerat Korupsi Ilustrasi pejabat daerah terjerat praktik korupsi.

TIMES JOGJA, YOGYAKARTA – style="text-align:justify">Tingginya biaya politik dalam pencalonan kepala daerah disebut menjadi salah satu pemicu utama praktik korupsi di Indonesia. Guru Besar UGM Bidang Tata Kelola Kebijakan Publik, Prof. Gabriel Lele, menilai beban finansial yang besar bagi calon kepala daerah memicu mereka mencari cara untuk “menutup modal”, termasuk melalui korupsi.

Fenomena ini kembali terlihat sepanjang Agustus hingga November 2025, ketika Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menangkap tiga kepala daerah, termasuk gubernur dan bupati, yang baru menjabat kurang dari setahun sejak pelantikan Februari lalu.

Data KPK menunjukkan, 51 persen kasus korupsi yang ditangani berasal dari pejabat daerah. Sejak 2004 hingga 2024, sebanyak 167 kepala daerah di Indonesia terjerat kasus korupsi.

Prof. Gabriel menjelaskan, salah satu faktor utama adalah mahalnya biaya politik saat pencalonan. “Sebagian besar kepala daerah membiayai pencalonannya sendiri, bukan dari partai,” ujar Gabriel, Senin (8/12/2025).

Hal ini menimbulkan tekanan agar dana yang telah dikeluarkan bisa kembali, dan risiko korupsi meningkat.

Pemerintah sebenarnya telah mencoba menekan praktik ini melalui dua langkah. Pertama, reformasi sistem kepartaian dari partai massa ke partai kader, yang lebih stabil dan berideologi jelas. Kedua, penyediaan dana kampanye yang ditanggung negara, dengan harapan dana digunakan secara tepat.

Namun, Gabriel menekankan bahwa peran masyarakat juga krusial. Idealnya, publik memilih pemimpin berdasarkan program kerja, bukan politik uang. “Jika masyarakat berani menolak praktik seperti serangan fajar atau bantuan politik bermotif tertentu, partai politik akan mempertimbangkan ulang strategi mereka,” katanya.

Kesadaran politik publik menjadi kunci pencegahan korupsi. Menurut Gabriel, selama mayoritas masyarakat masih hidup di bawah tekanan kemiskinan dan pendidikan rendah, risiko korupsi tetap tinggi. Dengan pendidikan politik yang lebih baik, masyarakat akan semakin memahami nilai suara mereka dan memilih pemimpin berdasarkan program yang jelas.

Dalam hal pengawasan pemilu, Gabriel menilai sistem penegakan hukum di Indonesia masih lemah. Pencegahan melalui kesadaran masyarakat lebih efektif dibandingkan pengawasan langsung. “Harapan utama tetap pada rakyatnya, bukan pada pemimpinnya,” paparnya. (*)

Pewarta : A. Tulung
Editor : Hendarmono Al Sidarto
Tags

Berita Terbaru

icon TIMES Jogja just now

Welcome to TIMES Jogja

TIMES Jogja is a PWA ready Mobile UI Kit Template. Great way to start your mobile websites and pwa projects.