TIMES JOGJA, YOGYAKARTA – style="text-align:justify">Jogja Corruption Watch (JCW) menegaskan bahwa peringatan Hari Antikorupsi Sedunia yang jatuh pada 9 Desember 2025 seharusnya menjadi momentum evaluasi, bukan sekadar seremoni tahunan.
Penegasan itu disampaikan langsung oleh Baharuddin Kamba, Deputi Bidang Pengaduan Masyarakat dan Monitoring Peradilan JCW, mengulas kondisi pemberantasan korupsi di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) sepanjang lima tahun terakhir.
“Peringatan Hari Antikorupsi tidak boleh berhenti pada panggung-panggung formal yang menghabiskan anggaran rakyat. Harus ada refleksi, keberanian, dan perubahan nyata,” ujar Baharuddin, Senin (8/12/2025).
Baharuddin menambahkan, pada tahun 2025, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) menjadi pusat peringatan Harkodia dengan tema Satukan Aksi Basmi Korupsi. Namun, JCW menilai kondisi di lapangan masih menunjukkan bahwa pemberantasan korupsi di DIY jauh panggang dari api.
Kasus Korupsi Menumpuk, Hukuman Dinilai Minim
Baharuddin memaparkan bahwa berbagai kasus korupsi di DIY memang berhasil dibawa ke meja hijau, namun putusan hakim masih dianggap terlalu ringan.
“Banyak kasus yang akhirnya disidangkan, termasuk penyelewengan Tanah Kas Desa. Tapi vonisnya minimalis, belum memberi efek jera,” tegas Baharuddin.
Baharuddin juga menyebut sejumlah penyidikan kasus masih mandeg tanpa ada tersangka baru, seperti dugaan korupsi dana hibah pariwisata Sleman yang menyeret mantan Bupati Sleman Sri Purnomo. Kemudian, kasus dugaan korupsi PT SAK Kulonprogo yang hingga kini belum ada perkembangan signifikan.
Menurut Baharuddin, aparat penegak hukum masih terfokus pada pemulihan kerugian negara, bukan pemulihan kerugian masyarakat sebagai korban.
Potret Five-Year Review: 2020–2025
Dalam catatan resmi JCW, Baharuddin merinci sejumlah kasus korupsi besar yang terjadi di DIY dalam lima tahun terakhir:
Tahun 2020
- P4TK Seni dan Budaya DIY – kerugian negara Rp 21,6 miliar.
- Dana Desa Banyurejo, Sleman – Rp 450 juta lebih.
- Dana Desa Banguncipto, Kulonprogo – Rp 1,1 miliar.
Tahun 2021
- Renovasi Stadion Mandala Krida – kerugian negara Rp 35 miliar.
- Jasa Medis RSUD Wonosari – Rp 470 juta.
Tahun 2022
- OTT KPK terhadap mantan Wali Kota Yogyakarta Haryadi Suyuti terkait suap perizinan apartemen – menerima USD 27.258.
Tahun 2023–2025
- Penyelewengan Tanah Kas Desa (TKD) oleh beberapa mantan lurah di Sleman.
- Dana hibah pariwisata Sleman yang merugikan negara Rp 10,9 miliar.
“Kasus-kasus ini menunjukkan bahwa korupsi di DIY bukan fenomena insidental, tetapi persoalan struktural yang belum terselesaikan,” kata Baharuddin.
Masyarakat Diabaikan Sebagai Korban Korupsi
Dalam analisisnya, Baharuddin menyoroti bahwa hingga kini belum ada aparat penegak hukum yang mengakomodasi pemulihan kerugian masyarakat.
“Dampak korupsi itu langsung dirasakan warga: kemiskinan meningkat, biaya hidup makin berat, pelayanan publik terganggu. Tapi masyarakat tidak pernah diakui sebagai korban,” ujar Baharuddin.
Baharuddin mencontohkan kasus gugatan warga terhadap mantan Mensos Juliari Batubara pada 2021. Gugatan itu ditolak hanya karena alasan administrasi pengadilan.
“Logika hukum kita masih belum memberi tempat bagi korban korupsi untuk mendapatkan keadilan,” tambah Baharuddin.
Kasus Mandala Krida: Warga Disebut Bisa Mengajukan Gugatan
Salah satu kasus yang disorot JCW adalah korupsi renovasi Stadion Mandala Krida yang merugikan negara Rp 35 miliar. Menurut Baharuddin, masyarakat yang terdampak langsung bisa mengajukan gugatan.
“Pemain, suporter, pelaku UMKM, juru parkir, warga yang menggantungkan hidup di kawasan stadion—semua mereka berpotensi menjadi korban. Secara hukum, mereka dapat mengajukan gugatan,” jelas Baharuddin.
Baharuddin menegaskan bahwa sangat penting bagi masyarakat memahami haknya untuk menuntut keadilan, terutama ketika korupsi merusak fasilitas publik dan mematikan peluang ekonomi warga.
Di akhir keterangannya, Baharuddin menyerukan agar peringatan Hari Antikorupsi Sedunia menjadi alarm keras bagi pemerintah daerah, aparat penegak hukum, dan masyarakat.
“Ini waktunya bertindak. Masyarakat harus berani menuntut haknya sebagai korban. Tidak ada pemberantasan korupsi yang berhasil tanpa keberanian publik,” tegas Baharuddin.
Baharuddin menutup pernyataannya dengan pesan kuat. “Selamat Hari Antikorupsi Sedunia. Saatnya Yogyakarta membuktikan bahwa rakyat tidak tinggal diam,” tandas Baharuddin. (*)
| Pewarta | : A Riyadi |
| Editor | : Hendarmono Al Sidarto |