https://jogja.times.co.id/
Kopi TIMES

Menanti Program Unggulan Pada Pemilihan Kepala Daerah

Kamis, 05 September 2024 - 08:22
Menanti Program Unggulan Pada Pemilihan Kepala Daerah Dr. Hadi Suyono, S.Psi., M.Si., Direktur Clinic for Community Empowerment Fakultas Psikologi Universitas Ahmad Dahlan

TIMES JOGJA, YOGYAKARTA – Mahkamah Konstitusi mengeluarkan Putusan Nomor 60/PUU-XXII/2024 berisi ambang batas suara sah partai politik mendaftarkan kandidat ke Komisi Pemilihan Umum. Isinya adalah Mahkamah Konstitusi mensyaratkan  boleh mengikuti kompetisi pemilihan kepala daerah, dengan ketentuan jumlah penduduk lebih dari 2 juta-6 juta menuntut partai politik atau gabungan partai politik memperoleh suara sah paling rendah 8,5 %. 

Syarat lain berupa jumlah penduduk  lebih dari 6 juta-12 juta mengharuskan partai politik dan gabungan partai politik mendapatkan suara sah minimal 7,5 %. Satu lagi ketetapan yaitu jumlah  penduduk  lebih dari 12 juta mengikat partai politik atau gabungan partai politik memenuhi suara sah sedikitnya 6,5 %. Jumlah suara sah ini berada di provinsi untuk pencalonan gubernur dan wakil gubernur.

Berbeda dengan tingkat kabupaten atau kota,  termuat jumlah penduduk mencapai 250 ribu mewajibkan partai politik dan gabungan partai politik memiliki suara sah sekurang-kuragnya 10 %. Bagi kabupaten atau kota berpenduduk lebih besar dari 250 ribu-500 ribu mengharuskan partai politik dan gabungan partai politik meraih suara sah setidaknya 8.5 %. Panduan lain dengan jumlah penduduk lebih tinggi dari 500 ribu-1 juta mengarahkan partai politik dan gabungan partai politik memetik suara sah terendah 7,5 %. 

Pedoman berikutnya jumlah penduduk lebih dari 1 juta menuntun partai politik dan gabungan partai politik mendulang suara sah paling sedikit 6,5 %. Batasan ini memberi ijin partai politik atau gabungan partai politik mengusung calon bupati/wali kota dengan wakilnya di tingkat kabupaten atau kota.

Hikmah adanya putusan Mahkamah Konstitusi tersebut memberi keleluasaan bagi partai politik mencalonkan kandidat, baik di tingkat provinsi, kabupaten maupun kota. Sebelumnya melalui syarat yang lebih tinggi 20 % menghapus kesempatan beberapa partai politik mencatatkan kandidat ke Komisi Pemilihan Umum. Ganjalan partai politik tak bisa menempatkan kandidat sebagai calon kepala daerah, karena tidak mencapai 20 % suara sah dalam pemilihan umum. 

Tetapi saat Mahkamah Konstitusi merevisi putusan ambang batas pencalonan kepala daerah, banyak partai politik dapat mendaftarkan kandidat sendiri. Konsekuensi terbukanya peluang partai politik mencalonkan kandidat secara mandiri, menumbuhkan semakin beragam kandidat bersaing dalam ajang pemilih kepala daerah. Ketika kandidat yang bertarung melimpah dapat memberi manfaat untuk pemilih. Mereka disuguhi banyak pilihan calon pemimpin. Mereka bisa memilih kandidat yang bisa membawa kemajuan bagi daerah.

Ketika semakin banyak kontestan berlaga pada pemilihan kepala daerah, menjadi tantangan tersendiri bagi calon kepala daerah. Kandidat perlu melakukan upaya lebih kreatif merebut simpati pemilih. Jalan yang dapat ditempuh oleh kandidat untuk menggaet hati pemilih, melalui tawaran program yang memenuhi kebutuhan publik. Realisasinya adalah kandidat meluncurkan program unggulan, secara praktis mampu mengatasi problem masyarakat. Program unggulan ini  dapat menjadi daya tarik pemilih untuk menjatuhkan pilihan pada satu kandidat di antara kandidat-kandidat lainnya. 

Ambil satu contoh berkenaan dengan  program unggulan kandidat adalah pengelolaan sampah terpadu. Penanganan sampah secara holistik dan terintegratif bisa menjadi program unggulan, karena langsung bersentuhan dengan kenyamanan aktivitas kehidupan sehari-hari warga. Berkaitan dengan masalah ini dapat disaksikan pada suatu daerah yang mengalami kesulitan penanganan sampah. 

Daerah ini ada kendala dalam pengelolaan sampah dilatarbelakangi oleh penutupan tempat pembuatan akhir sampah oleh pemerintah provinsi. Setelah pemerintah provinsi menghentikan pembuangan sampai di lokasi tertentu. Kebijakan pengelolaan sampah diserahkan kepada pemerintah kabupaten dan kota. Ternyata  pemerintah kabupaten dan kota, belum siap menerima limpahan kebijakan melakukan penanganan sampah. 

Dampak dari ketidaksiapan pemerintah daerah kabupaten mengurus sampah. Terutama mengatur pembuangan sampah dari hulu yang dihasilkan dari rumah tangga dan industri menuju hilir yaitu tempat pembuangan akhir sampah, menjadikan sebagian warga, pelaku usaha dan institusi membuang sampah sembarangan. Perilaku yang kurang terpuji ini menyebabkan sampah menggunung di ruang publik, menumpuk di selokan, dan  berserakan di pinggir jalan. Tentu saja kondisi ini membikin pemandangan tak mengenakan dan menganggu keindahan daerah tersebut.

Masalah lain yang terjadi adalah konflik antara warga dengan pemerintah daerah. Konflik terjadi karena penolakan dari warga, gara-gara di wilayahnya akan dijadikan area pembuangan akhir sampah. Warga menentang lantaran akan berkembang masalah terkait dengan lingkungan, sebagai akibat dari pendirian tempat pembuangan akhir sampah yang tidak dikelola dengan baik.

Ada masalah lagi sebagai dampak dari warga membuang sampah tidak pada tempatnya, yaitu saat musim hujan tiba, banjir melanda daerah tersebut. Faktor penyebabnya adalah selokan, seharusnya menampung debit air hujan, tak berfungsi lagi, karena telah dipenuhi oleh sampah. Selokan yang mampat menyebabkan air mengalir ke jalan-jalan dan ke rumah-rumah warga. Seiring dengan peningkatan debit air dapat menggenangi jalan dan rumah warga, maka terjadilah banjir. 

Masalah lebih besar menghampiri, karena ketiadaan pengelolaan sampah terpadu, menghambat pertumbuhan ekonomi. Variabel yang menghalangi terhadap peningkatan ekonomi dipicu oleh problem sampah. Problem ini dapat dilacak dari daerah yang menggantungkan pendapatan dari pariwisata. Keberhasilan pariwisata, tentu saja bersandar pada wisatawan merasa nyaman, saat berlibur di suatu daerah. Selain kenyamanan, juga didukung oleh keindahan destinasi wisata. 

Dua hal yaitu kenyaman dan keindahan runtuh, bila wisatawan menyaksikan sampah menumpuk di berbagai sudut wilayah dan kantong plastik berisi sampah bertebaran di pinggir jalan utama. Realitas masalah ini memicu wisatawan tidak merasa betah menikmati kunjungan wisata, karena yang ditemui bukan keindahan dan kenyamanan, namun sampah. Pengalaman ini menjadikan wisatawan kapok kembali lagi. Situasi tersebut bisa menurunkan sumber pendapatan daerah dari sektor pariwisata.

Problem sampah yang tidak tertangani dengan tuntas oleh pemimpin terdahulu, seharusnya menjadi pencermatan  tersendiri bagi calon kepala daerah dengan membuat program unggulan penanganan sampah terpadu. Gagasan mengenai manajemen sampah terpadu, sebagai resep mujarab mengatasi problem sampah secara efektif.

Ketika calon kepala daerah dapat meyakinkan pemilih, yaitu mampu memenuhi kebutuhan masyarakat dengan mewujudkan program pengelolaan sampah terpadu, bukan hanya sekedar janji manis di waktu kampanye saja. Kandidat ini yang akan dipilih oleh warga pada hari pelaksanaan pemilihan kepala daerah. Percayalah!

***

*) Oleh : Dr. Hadi Suyono, S.Psi., M.Si., Direktur Clinic for Community Empowerment Fakultas Psikologi Universitas Ahmad Dahlan. 

*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi timesindonesia.co.id

*) Kopi TIMES atau rubrik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

*) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]

*) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim apabila tidak sesuai dengan kaidah dan filosofi TIMES Indonesia.

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Pewarta : Hainorrahman
Editor : Hainorrahman
Tags

Berita Terbaru

icon TIMES Jogja just now

Welcome to TIMES Jogja

TIMES Jogja is a PWA ready Mobile UI Kit Template. Great way to start your mobile websites and pwa projects.