https://jogja.times.co.id/
Opini

Korupsi, Racun Diam bagi Bangsa

Selasa, 14 Oktober 2025 - 21:30
Korupsi, Racun Diam bagi Bangsa Nugroho Dwisatria Semesta, S.A.P., Sarjana Administrasi Publik, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Widya Mataram Yogyakarta.

TIMES JOGJA, YOGYAKARTA – Korupsi bukan sekadar istilah hukum yang tertera semata di buku undang-undang. Lebih dari itu, ia adalah racun yang dapat merusak pondasi negara dan merampas hak-hak rakyat. Kata “korupsi” berasal dari bahasa latin “corruptus” yang mengandung makna kebejatan, ketidakjujuran, dan keburukan moral. 

Dalam bahasa Inggris dan Perancis “corruption” merujuk pada penyalahgunaan wewenang demi keuntungan pribadi. Definisi ini semakin menguatkan makna korupsi sebagai suatu perilaku yang tidak hanya melanggar hukum, tetapi juga merusak nilai-nilai moral dan etika dalam kehidupan bermasyarakat. 

Menurut Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001, korupsi didefinisikan sebagai tindakan yang melanggar hukum dengan tujuan memperkaya diri sendiri atau orang lain yang pada gilirannya merugikan keuangan atau perekonomian negara. 

Dalam pengertian ini, ada tiga elemen penting yang harus dipenuhi supaya tindakan dapat dikategorikan sebagai korupsi. Pertama, tindakan tersebut melawan hukum. Kedua, memperkaya diri sendiri maupun orang lain secara illegal. Ketiga, merugikan keuangan negara. Dengan demikian, korupsi bukan hanya masalah individual, tetapi juga masalah sosial dan ekonomi yang mempunyai dampak luas terhadap kesejahteraan rakyat.

Dampak Korupsi

Dampak dari korupsi sangat jauh dari sekadar kerugian finansial. Korupsi dapat memperburuk ketimpangan sosial yang sudah ada, menghambat akses masyarakat terhadap layanan publik yang berkualitas. Mereka yang berada di lapisan ekonomi bawah kian terpinggirkan kesulitan untuk memperoleh pendidikan, layanan kesehatan, atau infrastruktur yang layak. 

Sementara itu, kelompok elit yang berkuasa justru semakin memperkaya diri dengan memanfaatkan sistem yang ada, menciptakan jurang pemisah yang kian lebar antara yang kaya dan yang miskin. Tidak hanya itu, korupsi dapat merusak moral dan etika masyarakat. 

Ketika para pemimpin negara mengkhianati amanah yang diberikan rakyat, kepercayaan publik terhadap pemerintah dan lembaga negara pun kian tergerus. Akibatnya, terciptalah sebuah siklus ketidakpercayaan yang kian sulit dipulihkan. Korupsi dapat menjadi sebuah lingkaran setan yang memperburuk integritas institusi publik dan merusak tatanan sosial yang telah dibangun dengan susah payah.

Melonjaknya Kasus Korupsi di Indonesia 

Di Indonesia, angka kasus korupsi tidak menunjukkan tanda-tanda penurunan. Berdasarkan data dari Indonesian Corruption Watch (ICW), jumlah kasus korupsi yang terungkap pada tahun 2023 mencapai 791 kasus dengan 1.695 tersangka. Angka ini mengalami lonjakan signifikan dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya.  

Pada 2019, hanya tercatat 217 kasus dengan 580 tersangka, sementara pada tahun 2020, angka tersebut meningkat menjadi 444 kasus dengan 875 tersangka. Lonjakan yang terus terjadi menunjukkan bahwa korupsi bukanlah masalah yang bisa dianggap enteng, melainkan penyakit sistemik yang menggerogoti hampir seluruh sektor kehidupan.

Peningkatan jumlah kasus korupsi ini juga memperlihatkan bahwa korupsi telah mengakar di berbagai lapisan pemerintahan, baik di pusat maupun daerah. Data ini menggambarkan betapa luasnya cakupan kasus korupsi yang melibatkan berbagai sektor, mulai dari pengadaan barang dan jasa, suap perizinan, hingga korupsi di dalam sektor pelayanan publik seperti kesehatan dan pendidikan.

Peran KPK dalam Menanggulangi Korupsi

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memainkan peran penting dalam upaya pemberantasan korupsi di Indonesia. Sejak didirikan pada tahun 2002, KPK telah menunjukkan hasil yang signifikan dalam menangani kasus-kasus korupsi, meskipun tidak lepas dari tantangan dan kontroversi. 

Laporan Keuangan KPK selalu mendapatkan Opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP), yang menunjukkan bahwa lembaga ini menjalankan tugasnya dengan akuntabilitas yang tinggi. Selain itu, KPK juga berhasil mempertahankan nilai A dalam Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) selama 6 tahun berturut-turut sejak 2010.

Dalam periode 2020 hingga 2024, KPK menangani lebih dari 2.700 perkara yang tersebar di berbagai sektor, termasuk pengurusan perkara di pengadilan, biaya politik dalam pilkada serentak 2024, serta sektor pelayanan publik seperti keseahtan dan pendidikan. KPK juga berfokus pada tindak pidana korupsi yang berkaitan dengan suap di dalam pengadaan dan perizinan yang selama ini menjadi sektor rawan penyalahgunaan.

Pendidikan Anti Korupsi Sejak Dini

Namun, pemberantasan korupsi tidak cukup hanya dilakukan melalui pendekatan hilir seperti penegakan hukum. Upaya pencegahan harus dimulai sejak dini, dan pendidikan anti korupsi menjadi langkah yang sangat penting. 

Pendidikan ini dapat dimulai dari bangku sekolah, di mana generasi muda diajarkan untuk memahami apa itu korupsi, mengapa ia berbahaya, dan sanksi yang akan diterima jika terlibat di dalam praktik korupsi. 

Dengan pemahaman yang baik tentang korupsi, diharapkan generasi muda akan lebih sadar dan berperan aktif di dalam mencegahnya. Pendidikan anti korupsi dapat dilakukan dengan menanamkan sembilan nilai utama yaitu kejujuran, kepedulian, kemandirian, displin, tanggung jawab, kerja keras, kesederhanaan, kebenaran, dan keadilan. 

Nilai-nilai ini bukan hanya harus dipelajari, tetapi juga diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Untuk itu, metode pembelajaran yang efektif seperti diskusi kelas, studi kasus, film edukasi, dan penyelesaian masalah sosial dapat digunakan untuk menggugah kesadaran peserta didik tentang pentingnya integritas dan anti korupsi.

Berdasarkan hal tersebut, dapat disimpulkan bahwa korupsi merupakan musuh utama bangsa ini, bukan hanya merusak tatanan sosial dan ekonomi, tetapi dapat mengancam masa depan generasi yang akan datang. Pemberantasan korupsi membutuhkan kerja keras dari berbagai pihak mulai pemerintah, penegak hukum, masyarakat, dan tentunya generasi muda. 

Sebagai negara yang merdeka dan berdaulat, Indonesia perlu mempunyai komitmen untuk bebas dari korupsi, bukan hanya pada level hukum, tetapi juga di level budaya. Masyarakat perlu bersatu untuk melawan korupsi dengan cara mendukung penegakan hukum yang tegas dan turut berperan aktif di dalam menciptakan lingkungan yang bersih dari praktik-praktik busuk ini. 

Kita tidak dapat hanya berharap pada lembaga seperti KPK untuk memberantas korupsi sendirian. Peran dari seluruh masyarakat, mulai dari masyarkat biasa hingga ke elite politik kian penting untuk menciptakan perubahan. Sebagaimana pepatah mengatakn “Kejujuran mungkin tidak membuatmu kaya dengan cepat, tetapi akan membuatmu tidur nyenyak”. Saatnya Indonesia bangkit dan bersama-sama menciptakan negara yang lebih bersih, adil, dan sejahtera. 

***

*) Oleh : Nugroho Dwisatria Semesta, S.A.P., Sarjana Administrasi Publik, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Widya Mataram Yogyakarta.

*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id

*) Kopi TIMES atau rubik opini di TIMES Indonesia  untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

*) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]

*) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim.

Pewarta : Hainor Rahman
Editor : Hainorrahman
Tags

Berita Terbaru

icon TIMES Jogja just now

Welcome to TIMES Jogja

TIMES Jogja is a PWA ready Mobile UI Kit Template. Great way to start your mobile websites and pwa projects.