https://jogja.times.co.id/
Opini

Blockchain dan Ilusi Keamanan Investasi Digital

Minggu, 19 Oktober 2025 - 22:17
Blockchain dan Ilusi Keamanan Investasi Digital Rusydi Umar, Dosen FTI Universitas Ahmad Dahlan.

TIMES JOGJA, YOGYAKARTA – Dalam beberapa tahun terakhir, masyarakat Indonesia makin akrab dengan berbagai bentuk investasi digital mulai dari peer-to-peer lending hingga crowdfunding properti. Kini muncul model yang lebih futuristik: tokenisasi aset berbasis blockchain, seperti yang ditawarkan oleh platform GORO. 

Melalui sistem ini, publik bisa membeli sebagian kecil kepemilikan vila hanya dengan modal mulai dari Rp10.000, lalu menerima dividen dari hasil sewa setiap bulan. Imbal hasilnya pun menggoda, sekitar 10 persen per tahun angka yang menyaingi deposito dan obligasi ritel. 

Di balik kemudahan dan transparansi digital yang dijanjikan, pertanyaan mendasar tetap menggantung: apakah investasi yang tercatat di blockchain benar-benar aman?

GORO memposisikan diri bukan sekadar platform crowdfunding, tetapi sebagai Inovasi Keuangan Digital (IKD) yang terdaftar dalam Regulatory Sandbox OJK. Status ini penting, karena berarti GORO beroperasi di bawah pengawasan regulator, bukan di ruang abu-abu. 

Dalam sandbox itu, OJK memberi ruang bagi eksperimen bisnis digital, sembari memastikan modelnya aman dan berkelanjutan. Dengan kata lain, investor berada dalam ekosistem yang “dilihat langsung” oleh regulator, meski belum sepenuhnya dijamin secara hukum seperti lembaga keuangan konvensional.

Salah satu inovasi penting GORO adalah penggunaan teknologi blockchain Polygon, jaringan publik global yang juga digunakan oleh berbagai proyek besar di dunia. Seluruh catatan transaksi mulai dari kepemilikan token, jual beli, hingga riwayat penyewaan vila disimpan di sana. 

Dalam teori, sistem ini menciptakan trust by design, kepercayaan yang dibangun oleh algoritma, bukan hanya oleh manusia. Investor dapat menelusuri transaksi mereka kapan saja, lengkap dengan jumlah token dan aset yang dimiliki.

Namun, di sinilah paradoksnya. Blockchain hanyalah brankas digital yang sangat aman, tetapi brankas tetaplah benda mati: jika yang dimasukkan palsu, maka kepalsuan itulah yang tersimpan dengan rapi. 

Artinya, blockchain memang menjamin keamanan data, tetapi tidak otomatis menjamin keamanan dana. Ia tidak tahu apakah vila benar-benar ada, apakah nilainya sesuai, atau apakah perusahaan memiliki cukup kas untuk membayar investor yang ingin menarik dana.

Bayangkan skenario ekstrem: vila yang dijadikan objek investasi ternyata fiktif hanya tampak di situs pemesanan daring, padahal bukan milik GORO. Data kepemilikan token tetap tercatat indah di blockchain Polygon, namun aset fisiknya nihil. 

Dalam skenario yang lebih realistis, terjadi penjualan token secara masif hingga Rp30 miliar, sementara GORO hanya memiliki dana tunai Rp25 miliar untuk buyback. Maka transaksi tak bisa segera dipenuhi. Investor menunggu, uang tertahan, dan fenomena ini mirip dengan rush di dunia perbankan.

GORO tentu bisa mencari jalan keluar misalnya menjual vila-vila itu di pasar umum dan membagikan hasilnya kepada investor. Namun proses itu membutuhkan waktu dan berisiko nilai jual lebih rendah dari harga beli. Di titik inilah terlihat bahwa risiko investasi tetap ada, bahkan ketika seluruh transaksi tercatat di sistem tercanggih sekalipun.

Blockchain memang menawarkan transparansi, tetapi tidak menjamin likuiditas dan tidak menjamin dana investor. Ia hanya mencatat kepemilikan; ia tidak memegang uangnya. Maka, faktor paling penting tetaplah integritas pengelola dan pengawasan regulator. Dalam konteks ini, trust in code kepercayaan pada algoritma tidak pernah bisa sepenuhnya menggantikan trust in people kepercayaan pada manusia dan lembaga.

Sebelum tergoda dengan slogan “investasi berbasis blockchain”, masyarakat perlu memastikan tiga hal: pertama, aset dasar benar-benar ada dan legal; kedua, mekanisme buyback realistis dan jelas; dan ketiga, pengelola memiliki arus kas yang sehat serta diawasi otoritas keuangan.

Teknologi hanyalah alat. Blockchain bisa mencatat siapa memiliki vila mana, berapa token, dan sejak kapan. Tapi ketika pengelola gagal menepati janji, semua catatan digital itu tak lebih dari sertifikat kepemilikan tanpa nilai tunai aman secara data, tapi rapuh secara finansial.

Selama integritas dijaga, mekanisme buyback dijalankan secara bertanggung jawab, dan OJK terus menguatkan regulasinya, investasi seperti GORO berpeluang menjadi model baru investasi rakyat: aman, inklusif, dan menguntungkan. 

Bila tata kelola diabaikan, blockchain hanya akan menjadi cermin digital dari ilusi keamanan investasi terlihat transparan, padahal di dalamnya masih menyimpan risiko lama dalam wajah baru.

 

***

*) Oleh : Rusydi Umar, Dosen FTI Universitas Ahmad Dahlan.

*)Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id

 

____________
**) Kopi TIMES atau rubik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

**) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]

**) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim apabila tidak sesuai dengan kaidah dan filosofi TIMES Indonesia.

Pewarta : Hainor Rahman
Editor : Hainorrahman
Tags

Berita Terbaru

icon TIMES Jogja just now

Welcome to TIMES Jogja

TIMES Jogja is a PWA ready Mobile UI Kit Template. Great way to start your mobile websites and pwa projects.