https://jogja.times.co.id/
Berita

Banjir Bandang Sumatra 2025 Akibat Hutan Hulu yang Rusak

Senin, 01 Desember 2025 - 21:42
Pakar UGM: Banjir Bandang Sumatra 2025 Akibat Hutan Hulu yang Rusak Peneliti Hidrologi Hutan dan Konservasi DAS Universitas Gadjah Mada (UGM), Hatma Suryatmojo (FOTO: Humas UGM for TIMES Indonesia)

TIMES JOGJA, YOGYAKARTABanjir bandang dan longsor yang mengguncang Sumatra Barat, Sumatra Utara, dan Aceh pada akhir November 2025 bukan semata karena hujan deras. Ahli hidrologi UGM menegaskan, kerusakan hutan di hulu sungai memperparah bencana, mengubah hujan menjadi banjir yang menghancurkan desa-desa dan menelan ratusan korban jiwa.

Bencana hidrometeorologi yang menimpa Sumatra akhir November lalu meninggalkan jejak kehancuran yang luar biasa. Sungai-sungai meluap, lereng perbukitan longsor, ratusan desa terendam, dan infrastruktur vital terputus.

Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mencatat, hingga November 2025 terjadi 2.726 kejadian bencana hidrometeorologi, dan banjir bandang kali ini menelan lebih dari 300 korban jiwa di tiga provinsi. Semua gubernur terdampak menetapkan status tanggap darurat selama 14 hari.

Peneliti Hidrologi Hutan dan Konservasi DAS Universitas Gadjah Mada (UGM), Hatma Suryatmojo, menekankan pentingnya kondisi hutan di hulu sebagai faktor penentu bencana.

“Curah hujan tinggi memang memicu banjir, tapi kerusakan hutan di hulu DAS membuat air hujan langsung mengalir ke hilir. Fungsi hutan sebagai pengendali daur air hilang, sehingga risiko longsor dan banjir bandang meningkat drastis,” ujar Hatma, Senin (1/12/2025).

Hutan hulu DAS berperan seperti “spons raksasa” yang menyerap dan menahan air hujan. Data penelitian menunjukkan hutan tropis dapat menahan 15–35 persen curah hujan melalui intersepsi tajuk, 55% terserap ke tanah, dan 25–40 persen kembali ke atmosfer melalui evapotranspirasi. Tanpa hutan, limpasan permukaan meningkat, sungai cepat meluap, dan longsor pun lebih mungkin terjadi.

Di Sumatra Utara, misalnya, tutupan hutan tinggal sekitar 29% dari luas daratan pada 2020, tersebar di pegunungan Bukit Barisan dan ekosistem Batang Toru yang terus terancam aktivitas manusia.

Sementara Aceh kehilangan lebih dari 700.000 hektare hutan selama 1990–2020, dan Sumatra Barat mencatat deforestasi sekitar 32 ribu hektare hanya pada 2024. Kondisi ini memperlihatkan akumulasi “dosa ekologis” yang memicu bencana akhir 2025.

“Banjir bandang ini adalah alarm bahwa pembangunan ekonomi tidak boleh mengabaikan daya dukung lingkungan. Upaya mitigasi harus menggabungkan pendekatan struktural, seperti tanggul dan normalisasi sungai, dengan pelestarian hutan di hulu sebagai prioritas,” tambah Hatma.

Ahli UGM ini menekankan perlunya rehabilitasi lahan kritis, reforestasi area tangkapan air, dan partisipasi masyarakat lokal dalam menjaga hutan. Selain itu, sistem peringatan dini BMKG dan kesiapsiagaan daerah harus ditingkatkan untuk menghadapi hujan ekstrem yang semakin sering akibat perubahan iklim.

Banjir bandang 2025 menunjukkan bahwa keseimbangan manusia dan alam menjadi kunci ketangguhan. Dengan melindungi hutan, menata ruang berbasis mitigasi, dan meningkatkan kesadaran ekologis, masyarakat Sumatra dan Indonesia dapat lebih siap menghadapi ancaman bencana hidrometeorologi di masa depan. (*)

Pewarta : A. Tulung
Editor : Deasy Mayasari
Tags

Berita Terbaru

icon TIMES Jogja just now

Welcome to TIMES Jogja

TIMES Jogja is a PWA ready Mobile UI Kit Template. Great way to start your mobile websites and pwa projects.