TIMES JOGJA, YOGYAKARTA – Universitas Gadjah Mada (UGM) menegaskan perannya dalam mendorong kemandirian bangsa melalui inovasi riset, pengembangan kewirausahaan, dan pemanfaatan bonus demografi.
Rektor UGM, Prof. Ova Emilia, menyebut bahwa perguruan tinggi harus mampu menghasilkan lulusan yang tidak hanya bekerja, tetapi juga menciptakan lapangan kerja baru serta mendukung ketahanan ekonomi nasional.
Penguatan Kewirausahaan dan Socio-Techno Innovation
Prof. Ova Emilia menekankan pentingnya pengembangan enterpreunership di kalangan mahasiswa UGM. “Mahasiswa kita mempunyai banyak sekali wahana untuk berkreasi. Jadi, setiap mahasiswa luar biasa dalam bentuk inovasinya. Artinya, mereka kreatif, dan ekosistem UGM menyediakan ruang untuk kreativitas itu berkembang,” kata Ova.
Selain itu, UGM juga fokus pada riset kehalalan produk, menekankan bahwa riset berbasis kebutuhan lokal Indonesia harus dilakukan di tanah air, bukan di luar negeri.
“Jangan sampai riset-riset halal justru dilakukan di negara lain, misalnya Thailand,” ujar dia.
Riset dan Hilirisasi Produk untuk Kemandirian Bangsa
Dalam menyampaikan laporan tahunan pada pidato Dies Natalis ke-76 UGM, Prof. Ova menegaskan bahwa riset perguruan tinggi menjadi fondasi kemandirian nasional.
"Luaran hasil riset, inovasi, dan prototipe produk diharapkan mampu menopang kedaulatan bangsa," ujarnya.
UGM membangun ekosistem riset yang mencakup penetapan flagship penelitian, penguatan sarana prasarana berbasis Manajemen Laboratorium Terpadu, serta kolaborasi dengan berbagai lembaga seperti MIT REAP, Kedaireka, ADB, Primestep, dan PUAPT.
Hilirisasi produk dilakukan melalui UGM Science Technopark dan Intelectual Property Management Office (IPMO).
“Siklus ini diharapkan membentuk ekosistem inkubasi dan akselerasi untuk industrialisasi produk,” tambah Ova.
Keberhasilan upaya ini tercermin dari capaian peringkat internasional. Dalam QS World University Rankings 2026, UGM naik ke peringkat 224 dunia, sementara QS Sustainability Ranking 2026 menempatkan UGM sebagai yang terbaik di Indonesia dan 409 global.
Kualitas SDM dan Bonus Demografi sebagai Peluang Strategis
Pada kesempatan yang sama, Prof. Adi Utarini, pengajar sekaligus peneliti UGM, dalam orasi ilmiah bertajuk Membentuk Generasi Muda Sehat Menuju Indonesia Emas. menyoroti pentingnya kualitas manusia untuk memanfaatkan bonus demografi menuju Indonesia Emas 2045.
“Indonesia memiliki peluang besar pada bonus demografi, tetapi kualitas manusia harus benar-benar dipersiapkan sejak sekarang,” kata Adi.
Menurutnya, usia 10–24 tahun adalah fase kritis pertumbuhan fisik, mental, dan sosial generasi muda. Pendidikan berkualitas, kesehatan yang optimal, dan perlindungan sosial menjadi kunci agar bonus demografi tidak menjadi beban.
Fase Kehidupan dan Tantangan Generasi Muda
Prof. Adi menambahkan, masa paling krusial dimulai sejak dalam kandungan hingga usia 0–5 tahun, dikenal sebagai periode emas (golden age). “Gangguan pada fase ini dapat meningkatkan risiko penyakit kronis dan memengaruhi perkembangan otak serta perilaku anak,” jelasnya.
Selain itu, remaja dan dewasa muda menghadapi tantangan kesehatan mental, gaya hidup tidak sehat, hingga ancaman digital.
“Internet dan media sosial membuka peluang belajar, tetapi juga berisiko mengganggu kesehatan mental, terutama ketika interaksi keluarga tereduksi,” ujar Adi
Kolaborasi untuk Indonesia Emas
Rektor UGM menekankan pentingnya kolaborasi lintas sektor. “Melalui semangat ‘Merakyat, Mandiri, dan Berkelanjutan’, UGM berharap mampu mempersembahkan karya pendidikan, penelitian, dan pengabdian berorientasi pada kepentingan masyarakat dan kedaulatan bangsa,” paparnya. (*)
Artikel ini sebelumnya sudah tayang di TIMES Indonesia dengan judul: UGM Dorong Kemandirian Bangsa Lewat Inovasi, Kewirausahaan, dan Bonus Demografi
| Pewarta | : A. Tulung |
| Editor | : Deasy Mayasari |