TIMES JOGJA, YOGYAKARTA – style="text-align:justify">Kejaksaan Tinggi Daerah Istimewa Yogyakarta (Kejati DIY) resmi menetapkan tiga orang sebagai tersangka dalam dugaan tindak pidana korupsi pemberian kredit fiktif pada salah satu Bank BUMN Unit Banguntapan, Branch Office Adisucipto, untuk periode 2020–2024. Penetapan ini dilakukan setelah penyidik mengantongi minimal dua alat bukti yang sah sesuai Pasal 184 ayat (1) KUHAP.
Kasi Penerangan Hukum Kejati DIY, Herwatan, SH, menyebutkan bahwa ketiga tersangka berasal dari unsur pegawai bank dan agen mitra.
“Ketiganya diduga melakukan rekayasa proses kredit jenis KUR, Kupedes, dan Kupra dengan menggunakan dokumen fiktif hingga menyebabkan kerugian negara lebih dari Rp3,39 miliar,” kata Herwatan dalam keterangan resminya pada Sabtu (6/12/2025).
Sebelum menetapkan tersangka, tim jaksa penyidik Kejati DIY telah memeriksa 19 saksi serta 3 ahli, yakni Ahli Hukum Pidana, Ahli Keuangan Negara, dan ahli dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Selain itu, penyidik mengamankan 157 dokumen terkait dugaan praktik kredit fiktif tersebut. Penyidik juga menerima laporan hasil pemeriksaan actual loss fraud yang mengungkap potensi kerugian negara mencapai Rp3.390.613.045.
Herwatan menegaskan bahwa alat bukti yang terkumpul telah cukup kuat untuk menaikkan status para saksi menjadi tersangka.
Tiga Tersangka Ditahan 20 Hari
Untuk mempercepat penanganan perkara dan mencegah upaya melarikan diri, menghilangkan barang bukti, atau mengulangi perbuatan, penyidik langsung melakukan penahanan kepada ketiga tersangka di Lapas Kelas II A Yogyakarta selama 20 hari, berlaku mulai 4 hingga 23 Desember 2025.
Ketiga tersangka tersebut berinisial PAW – Pegawai Bank (periode 2021–2023), SNSN – Pegawai Bank (periode 2023–2024) dan SAPM – Agen Mitra UMi (Ultra Mikro).
Modus: Kredit Disetujui dengan Dokumen Fiktif
Herwatan menjelaskan, modus yang dijalankan para tersangka terbilang sistematis. Tersangka SAPM selaku agen mitra mencari calon debitur dengan meminta KTP, KK, dan surat keterangan usaha yang diduga fiktif.
Dokumen tersebut kemudian diserahkan kepada tersangka PAW dan SNSN untuk diproses sebagai pengajuan kredit. Pada tahap verifikasi lapangan, wawancara, hingga proses pencairan kredit, para pegawai bank tersebut diduga sengaja mengarahkan agar pinjaman tetap disetujui.
Setelah kredit masuk ke rekening para debitur, tersangka SAPM mendatangi tiap nasabah, membantu membuat layanan mobile banking, lalu mengalihkan dana ke rekening yang ia kuasai. Uang hasil kredit itu kemudian digunakan untuk kepentingan pribadi tersangka.
“Modus ini terungkap setelah pihak bank menemukan tingginya angka Non Performing Loan (NPL) dan melakukan pemeriksaan lapangan,” tandas Herwatan.
Atas perbuatan tersebut, tim penyidik menjerat para tersangka dijerat dengan pasal Primair yaitu Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 18 UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah UU No. 20 Tahun 2004 jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Juga dikenakan pasal Subsidair yaitu Pasal 3 jo Pasal 18 UU No. 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah UU No. 20 Tahun 2001 jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP
Penyidikan Berlanjut, Potensi Tersangka Baru
Herwatan menegaskan bahwa penyidikan tidak berhenti pada tiga tersangka tersebut. Tim penyidik masih melakukan pendalaman untuk mengungkap pihak lain yang diduga turut bertanggung jawab dalam praktik korupsi kredit fiktif ini.
“Penyidikan akan terus berlanjut. Tidak menutup kemungkinan ada tersangka tambahan jika ditemukan bukti baru,” terang Herwatan. (*)
| Pewarta | : A Riyadi |
| Editor | : Ferry Agusta Satrio |