https://jogja.times.co.id/
Berita

Riset FEB UGM: 87% UMKM Belum Siap Jalankan Bisnis Hijau, Ini Tantangan dan Solusinya

Jumat, 15 Agustus 2025 - 20:07
Riset FEB UGM: 87% UMKM Belum Siap Jalankan Bisnis Hijau, Ini Tantangan dan Solusinya Peneliti FEB UGM, Widya Paramita ketika menyampaikan hasil risetnya. (FOTO: UGM)

TIMES JOGJA, YOGYAKARTA – Meski dikenal sebagai tulang punggung perekonomian nasional, mayoritas Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) di Indonesia ternyata masih tertinggal dalam mengadopsi praktik bisnis ramah lingkungan. Fakta ini terungkap dalam riset terbaru Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Gadjah Mada (FEB UGM) bekerja sama dengan Bank Indonesia, yang menyebutkan 87,81% UMKM belum menerapkan bisnis hijau, sementara hanya 12,19% yang sudah melangkah, itu pun belum menyeluruh.

Peneliti FEB UGM, Widya Paramita, Ph.D., mengungkapkan bahwa kendala utama UMKM dalam bertransformasi menuju bisnis hijau adalah tingginya biaya investasi, minimnya insentif, keterbatasan akses pembiayaan, hingga belum adanya produk pembiayaan hijau yang benar-benar menyasar UMKM.

“Sejauh ini lembaga keuangan dan non-keuangan belum mengimplementasikan pembiayaan hijau bagi UMKM karena masih terdapat ambiguitas regulasi dan berbagai kendala teknis,” jelas Mita, sapaan akrabnya, Jumat (15/8/2025).

Regulasi Ada, Tapi Belum Jalan

Padahal, sejumlah regulasi terkait pembiayaan hijau sudah tersedia, mulai dari UU CSR (UU No. 6/2023), UU P2SK (UU No. 4/2023), hingga Perpres 98/2021 tentang Nilai Ekonomi Karbon. Bahkan OJK juga telah mengeluarkan aturan keuangan berkelanjutan. Namun, semua aturan itu belum efektif menjangkau UMKM.

Mita menambahkan, UMKM menghadapi berbagai hambatan, seperti sulitnya akses pembiayaan hijau karena persyaratan yang kompleks, kurangnya infrastruktur pendukung serta minimnya insentif, dan kesenjangan persepsi risiko antara UMKM dan lembaga keuangan.

Selain itu, rendahnya pengetahuan dan kapasitas UMKM terkait praktik hijau dan mahalnya sertifikasi hijau yang menjadi pintu masuk ke pasar ramah lingkungan.

Menurut riset ini, kebutuhan pembiayaan hijau UMKM relatif sama, yaitu untuk investasi peralatan dan teknologi ramah lingkungan, akses ke pasar hijau domestik maupun internasional, peningkatan kapasitas SDM, dan promosi dan pemasaran produk hijau.

Namun, untuk kategori eco-entrepreneur dan eco-innovator, kebutuhan lebih spesifik mencakup sertifikasi hijau dan ketersediaan bahan baku berstandar lingkungan.

Karena keterbatasan modal, UMKM sulit melakukan investasi jangka panjang. Mita menekankan perlunya insentif khusus agar UMKM tertarik beralih ke bisnis hijau.

Beberapa program non-kredit yang sudah berjalan dianggap mampu menambal kekosongan pembiayaan hijau, seperti Hyundai Startup Challenge, program BUMI dari BNI, hingga kompetisi wirausaha muda dan womenpreneur yang memberikan hibah sekaligus pendampingan.

“Insentif seperti bunga pinjaman lebih rendah dibanding KUR, atau dana hibah dan pendampingan melalui program CSR, sangat membantu UMKM untuk mulai menerapkan praktik hijau,” ungkapnya.

Strategi Percepatan Bisnis Hijau

Mita merekomendasikan beberapa langkah agar UMKM lebih siap menghadapi era bisnis berkelanjutan:

  1. Pendampingan menyeluruh mulai dari produksi, keuangan, hingga pemasaran.
  2. Prioritas pembiayaan hijau untuk sektor manufaktur dan perdagangan.
  3. Dukungan sertifikasi hijau yang lebih mudah diakses.
  4. Kolaborasi erat antara pemerintah, akademisi, dan lembaga keuangan.
  5. Diversifikasi skema pembiayaan hijau sesuai kebutuhan UMKM.
  6. Peran aktif Bank Indonesia dalam pembinaan UMKM menuju bisnis berkelanjutan.

“Tanpa sinergi semua pihak, UMKM akan semakin sulit masuk ke ekosistem bisnis hijau. Karena itu sosialisasi, pendampingan, dan insentif harus diperluas,” tegasnya.

Hasil riset ini dipresentasikan dalam Seminar Nasional Ekonomi Keuangan Hijau di Jakarta Convention Center, Jumat (8/8/2025). Acara tersebut merupakan bagian dari rangkaian Karya Kreatif Indonesia (KKI) 2025 yang digelar oleh Bank Indonesia dengan tema “Penguatan Sinergi Pembiayaan Hijau dalam Mendukung Transisi Ekonomi Berkelanjutan”.

Sejumlah tokoh hadir sebagai pembicara, di antaranya Destry Damayanti (Deputi Gubernur Senior BI), Nita Anastuti (Kepala Departemen Ekonomi Inklusif dan Hijau BI), Alexandra Askandar (Deputi Presdir BNI), dan Kurniawan Agung W (Kepala GEKH).

Dengan melibatkan 631 UMKM di sektor pertanian, perdagangan, dan manufaktur, riset ini menegaskan bahwa transformasi menuju bisnis hijau bukanlah perjalanan singkat. UMKM membutuhkan dukungan nyata dalam bentuk pembiayaan, pendampingan, dan pasar yang lebih ramah terhadap produk hijau.

“Jika UMKM tidak segera mendapat dukungan, maka transisi hijau akan terhambat. Padahal, UMKM adalah kunci dalam mewujudkan ekonomi berkelanjutan Indonesia,” jelas Mita. (*)

Pewarta : A Riyadi
Editor : Faizal R Arief
Tags

Berita Terbaru

icon TIMES Jogja just now

Welcome to TIMES Jogja

TIMES Jogja is a PWA ready Mobile UI Kit Template. Great way to start your mobile websites and pwa projects.