https://jogja.times.co.id/
Opini

Lonjakan Deportasi WNA dan Pesan Kedaulatan Indonesia

Jumat, 15 Agustus 2025 - 16:00
Lonjakan Deportasi WNA dan Pesan Kedaulatan Indonesia Dr. Fajar Dwi Putra, Dosen Ilmu Komunikasi Universitas Ahmad Dahlan.

TIMES JOGJA, YOGYAKARTA – Pada 2024, penegakan hukum keimigrasian di Indonesia naik tajam. Data resmi Ditjen Imigrasi menunjukkan 5.434 warga negara asing dikenai tindakan administratif keimigrasian (TAK), melonjak sekitar 150 persen dibanding 2023. 

Penangkalan di perbatasan juga meningkat: 10.583 orang ditolak masuk, sementara 130 WNA ditetapkan sebagai tersangka tindak pidana keimigrasian dan 16 buronan Interpol ditangkap sepanjang tahun itu. 

Di balik angka-angka ini ada pesan komunikasi yang kuat: negara ingin menegaskan kedaulatan dan rasa aman publik tanpa harus menutup diri dari mobilitas global.

Peningkatan itu bukan kebetulan; ia berkelindan dengan perubahan regulasi dan strategi komunikasi negara. Perubahan ketiga UU Keimigrasian (UU 63/2024) memperkuat landasan penegakan, antara lain memperpanjang masa penangkalan bagi pelaku kejahatan hingga 10 tahun bahkan seumur hidup dalam kasus tertentu, seraya menyesuaikan rezim “pencegahan” keluar negeri dengan putusan Mahkamah Konstitusi. 

Regulasi ini bukan sekadar teks hukum, tetapi juga “tindak ujaran” negara, ia mengirim sinyal normatif kepada publik dan calon pelanggar bahwa garis batas kini lebih tegas. 

Kita bisa membaca dinamika ini melalui lensa teori framing dan securitization. Dalam framing, pemerintah memilih bingkai “ketertiban” dan “keamanan” untuk menarasikan deportasi dan penangkalan sebagai upaya melindungi ruang hidup warga. 

Sementara securitization (Buzan dkk.) menjelaskan bagaimana isu mobilitas asing dikonstruksi sebagai persoalan keamanan yang sah untuk tindakan luar biasa, dari operasi pengawasan nasional hingga pelarangan masuk jangka panjang.

Operasi “Jagratara” pada Mei dan Juli 2024 misalnya, menegaskan bahwa komunikasi negara tidak berhenti pada konferensi pers; ia diwujudkan dalam aksi yang terlihat, memberi efek jera sekaligus rasa aman simbolik bagi publik. 

Namun, kerangka komunikasi kebijakan yang efektif semestinya tidak jatuh pada “othering”, yakni kecenderungan membingkai orang asing sebagai ancaman homogen. Di sini, etika komunikasi publik berbasis pada rasionalitas komunikatif Habermas menuntut transparansi, alasan yang dapat diuji, dan ruang sanggahan.

Negara perlu mengomunikasikan kriteria penindakan secara jelas: apa yang membuat seseorang dideportasi, atas pasal apa, berapa lama penangkalan diberlakukan, dan bagaimana mekanisme keberatan. Komunikasi yang akuntabel mengurangi noise, mencegah rumor, dan menutup celah stigma yang kerap berbiak di media sosial ketika cuplikan insiden viral berdiri tanpa konteks.

Contoh di Bali memperlihatkan bagaimana penegakan dan komunikasi bertemu di tingkat lokal. Per 9 September 2024, 378 WNA dideportasi dari Bali, melampaui catatan 2023 seiring imigrasi menggelar penindakan terhadap sindikat kejahatan siber. 

Di satu sisi, publik mendapatkan bukti bahwa aturan ditegakkan; di sisi lain, destinasi wisata global tetap membutuhkan pesan yang menenangkan pelaku pariwisata: Indonesia terbuka, tetapi ada garis etik yang harus dipatuhi. 

Merumuskan pesan ganda “ramah sekaligus tegas” menjadi tantangan komunikasi strategis agar tidak menakut-nakuti wisatawan patuh, namun tetap jelas terhadap pelanggar. 

Dalam horizon filsafat politik, tegaknya kedaulatan (sovereignty) tak boleh menyingkirkan martabat manusia (human dignity). Pendekatan Kantian menekankan bahwa subjek termasuk orang asing adalah tujuan pada dirinya, bukan sekadar alat untuk menunjukkan ketegasan negara. Karena itu, tindakan administratif keimigrasian harus proporsional, perlu, dan dapat dipertanggungjawabkan. 

Di sinilah governmentality ala Foucault berguna: kita melihat bagaimana negara mengatur populasi melalui data, operasi, dan sanksi, tetapi justru karena itu perlu kontrol publik agar kekuasaan tetap “terlihat” dan “terbatas” melalui pelaporan periodik, audit, dan jalur pengaduan yang mudah diakses.

Dari sudut komunikasi risiko, pesan kunci yang konsisten, sumber tunggal yang kredibel, dan frekuensi update berkala membuat kebijakan lebih bisa diprediksi. Ketika Ditjen Imigrasi merilis angka semesteran, misalnya 1.503 deportasi pada paruh pertama 2024, naik 135 persen dibanding periode sama 2023 publik memperoleh baseline untuk menilai tren, bukan sekadar anekdot kasus. 

Data yang rutin dipublikasikan mencegah bias ketersediaan yang sering muncul akibat viralitas satu-dua insiden, sekaligus menjadi umpan balik bagi pembuat kebijakan untuk menyesuaikan strategi penegakan di lapangan.

Ke depan, strategi komunikasi penegakan keimigrasian yang sehat setidaknya memuat tiga ciri: 

Pertama, transparansi berbasis data terbuka, semacam dashboard ringkas soal jenis pelanggaran, asal negara, dasar hukum, dan outcome memudahkan jurnalis, akademisi, dan masyarakat sipil mengawasi tanpa curiga berlebihan. 

Kedua, pesan yang diferensial membedakan pelanggar administratif ringan dari pelaku kejahatan berat agar sanksi dan narasi sepadan, menghindari over securitization yang tak perlu. 

Ketiga, literasi bagi komunitas ekspatriat dan pelaku industri pariwisata, melalui panduan multibahasa yang menekankan “do & don’t” serta konsekuensinya. 

Dengan demikian, penegakan yang meningkat di 2024, deportasi, penangkalan, dan operasi pengawasan tidak hanya menunjukkan ketegasan negara, tetapi juga kematangan komunikasi kebijakan yang berorientasi pada keadilan prosedural dan kepastian hukum. (*)

***

*) Oleh : Dr. Fajar Dwi Putra, Dosen Ilmu Komunikasi Universitas Ahmad Dahlan.

*)Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id.

**) Kopi TIMES atau rubik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

**) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]

**) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim apabila tidak sesuai dengan kaidah dan filosofi TIMES Indonesia.

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Pewarta : Hainor Rahman
Editor : Hainorrahman
Tags

Berita Terbaru

icon TIMES Jogja just now

Welcome to TIMES Jogja

TIMES Jogja is a PWA ready Mobile UI Kit Template. Great way to start your mobile websites and pwa projects.