TIMES JOGJA, YOGYAKARTA – Pemerintah Kota atau Pemkot Yogyakarta terus mencari solusi kreatif untuk mengatasi persoalan sampah sekaligus menyediakan ruang hijau produktif bagi warga. Salah satu langkah terbaru adalah pengembangan integrated farming atau pertanian terpadu yang dipadukan dengan pengolahan sampah organik di lahan milik Pemkot di Tegal Gendu, Prenggan, Kotagede.
Wali Kota Yogyakarta Hasto Wardoyo menuturkan, ada lahan seluas 1.500 meter persegi yang selama ini terbengkalai dan belum dimanfaatkan. Usulan pemanfaatan lahan tersebut muncul langsung dari warga Tegal Gendu saat menghadiri Open House Wali Kota pekan lalu.
“Nanti kita bikin biopori di sini, olah sampah yang tidak bau karena sampah bersih (organik dari dapur) hanya untuk pelihara maggot hasilnya untuk pertanian. Jadi kita bikin pupuk di sini, terus ada demplot cabai, terong, atau pisang,” jelas Hasto, Rabu (3/9/2025).
Konsep pertanian terpadu ini sebenarnya sudah berhasil diterapkan di kawasan Bausasran. Di sana, sampah organik dimanfaatkan melalui sistem biopori, sementara sisa makanan dipakai untuk membiakkan maggot. Maggot tersebut kemudian dijadikan pakan lele, sedangkan hasil olahannya bisa dipakai untuk pupuk tanaman.
Menurut Hasto, sistem ini terbukti efektif, ramah lingkungan, serta bebas bau. “Semua diintegrasikan. Sampah organik diolah jadi pupuk, hasilnya bisa menyelesaikan persoalan sampah di satu wilayah,” tegasnya.
Sejalan dengan Gerakan Mas Jos
Program pertanian terpadu ini juga sejalan dengan gerakan Masyarakat Jogja Olah Sampah (Mas Jos) yang terus digencarkan Pemkot. Hasto menekankan pentingnya peran warga dalam memilah sampah sejak dari rumah. Sampah dapur organik dapat masuk biopori atau dijadikan pakan maggot, sehingga jumlah sampah yang berakhir di TPA bisa ditekan.
Ia juga memastikan Pemkot akan memetakan kembali aset-aset lahan yang belum termanfaatkan untuk dikembangkan menjadi kawasan pertanian terpadu di berbagai titik kota. “Model seperti ini akan saya cari terus untuk menyelesaikan persoalan sampah lingkungan,” ujar Hasto.
Aspirasi Warga Tegal Gendu
Ketua Kampung Tegal Gendu, Arif Purwaning Cahyo, mengungkapkan bahwa lahan kosong tersebut semula direncanakan menjadi ruang terbuka hijau publik oleh Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Yogyakarta pada 2025. Namun, rencana itu tertunda akibat efisiensi anggaran.
“Warga kemudian melakukan padat karya membersihkan lahan, bahkan sampai menemukan ular di area itu. Akhirnya kami mengusulkan ke DLH agar bisa dimanfaatkan sementara untuk pertanian. Saat Open House Wali Kota, usulan itu diterima,” kata Arif.
Arif menyebut, warga pada awalnya hanya berharap bisa menanam lombok, sayur, dan kebutuhan dapur lain. Namun, ketika arahan wali kota berkembang menjadi integrated farming plus pengolahan sampah, masyarakat menyambut baik. Meski begitu, ia berharap ada sosialisasi lebih lanjut agar warga merasa yakin bahwa sistem ini tidak menimbulkan dampak negatif.
“Kalau memang tidak menimbulkan bau seperti yang dicontohkan di Bausasran, tentu ini akan sangat bermanfaat bagi warga,” terang Arif.
Dengan adanya program ini, lahan tidur milik Pemkot bukan hanya akan berubah menjadi kawasan hijau produktif, tetapi juga menjadi solusi pengolahan sampah yang lebih berkelanjutan. Harapannya, Tegal Gendu dapat menjadi contoh nyata bagi kampung-kampung lain di Yogyakarta dalam mengelola lingkungan berbasis kearifan lokal dan inovasi modern. (*)
Artikel ini sebelumnya sudah tayang di TIMES Indonesia dengan judul: Pemkot Yogyakarta Kembangkan Pertanian Terpadu di Tegal Gendu, Olah Sampah Jadi Pupuk dan Pakan Maggot
Pewarta | : A Riyadi |
Editor | : Deasy Mayasari |