https://jogja.times.co.id/
Hukum dan Kriminal

Lurah di Sleman dan Bos Kelab Malam Ditangkap

Selasa, 15 April 2025 - 21:04
Lurah di Sleman dan Bos Kelab Malam Ditangkap Tim penyidik Kejari Sleman menahan Lurah Trihanggo, PFY dan dan seorang pengusaha hiburan malam, ASA. (FOTO: Kejari Sleman)

TIMES JOGJA, SLEMAN – Skandal korupsi kembali mencoreng nama pemerintahan desa. Kejaksaan Negeri atau Kejari Sleman resmi menetapkan dua orang sebagai tersangka dalam kasus dugaan penyalahgunaan tanah kas desa (TKD) di Kalurahan Trihanggo, Kapanewon Gamping, Sleman. Lahan seluas hampir 26 ribu meter persegi itu diduga akan disulap menjadi lokasi kelab malam tanpa izin resmi.

Dua tersangka tersebut adalah PFY, Lurah aktif Kalurahan Trihanggo periode saat itu, dan ASA, seorang pengusaha hiburan malam yang menjabat sebagai Direktur PT LNG. Keduanya langsung ditahan di rumah tahanan setelah menjalani pemeriksaan intensif pada Selasa (15/4/2025).

“Hari ini kami tetapkan dua orang tersangka, yaitu PFY selaku lurah dan ASA dari pihak swasta,” tegas Kepala Seksi Tindak Pidana Khusus (Kasi Pidsus) Kejari Sleman, Indra Aprio Handri Saragih.

Kasus ini bermula pada Juli 2024. ASA disebut memberikan uang sebesar Rp 316 juta kepada PFY sebagai kompensasi penyewaan lahan TKD seluas 25.895 meter persegi di Padukuhan Kronggahan I. Namun, transaksi itu tidak melalui prosedur legal, dan dilakukan tanpa izin resmi dari Gubernur DIY sebagaimana mestinya dalam pemanfaatan tanah kas desa.

Indra menjelaskan, pemberian uang tersebut diduga kuat sebagai bentuk suap agar ASA bisa menggunakan lahan untuk membangun fasilitas kelab malam.

“Uang itu diberikan terkait kewenangan lurah dalam menyewakan tanah desa. Padahal belum ada izin alih fungsi lahan,” imbuhnya.

Tanpa menunggu proses legal, ASA langsung melakukan pembangunan berupa jalan akses dan pondasi bangunan. Kejaksaan juga menemukan bahwa PFY menggunakan Rp200 juta dari dana itu untuk pembayaran sewa—versi mereka sendiri—dan membuat daftar penerima dana secara sepihak.

Sebanyak Rp160 juta dari dana tersebut dibagikan ke sejumlah perangkat kalurahan, termasuk kepala dusun dan PFY sendiri. Mereka menganggap dana itu sebagai tambahan penghasilan atau "pelungguh".

Menariknya, PFY kemudian mewajibkan perangkat desa yang menerima dana tersebut untuk menyetor 20 persen atau sekitar Rp40 juta ke kas desa sebagai Pendapatan Asli Kalurahan (PAK). Sisanya, sekitar Rp115,8 juta, digunakan oleh PFY untuk berbagai keperluan seperti ganti rugi petani, biaya pengukuran, dan kegiatan sosialisasi di Kronggahan I.

Atas perbuatannya, PFY dijerat dengan pasal berlapis dalam Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi, termasuk Pasal 5 ayat (2) huruf a, b, serta Pasal 11 UU No. 20 Tahun 2001. Sementara ASA disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a, b, dan Pasal 13 undang-undang yang sama.

“Kami akan dalami aliran dana ini, termasuk kemungkinan ada pihak lain yang terlibat,” tutup Indra. (*)

Pewarta : A Riyadi
Editor : Deasy Mayasari
Tags

Berita Terbaru

icon TIMES Jogja just now

Welcome to TIMES Jogja

TIMES Jogja is a PWA ready Mobile UI Kit Template. Great way to start your mobile websites and pwa projects.