TIMES JOGJA, YOGYAKARTA – Sengkarut sengketa waris Prof Lucas Meliala kembali memanas. Panitera atau Juru Sita Pengadilan Negeri (PN) Yogyakarta gagal melakukan eksekusi sebidang tanah, Jumat (28/7/2023). Tanah yang berada di Jalan Nagan Lor Nomor 70, Kraton, Kota Yogyakarta tersebut masuk dalam sengketa perkara gugatan Nomor 156/Pdt.G/2019/PN.Yogyakarta.
Eksekusi atas Perkara Perdata Nomor 156/Pdt.G/2019/PN.Yyk Jo. 105/PDT/2020/PT.YYK Jo. 3130 K/Pdt/2021 Jo. 1315 PK/Pdt/2022 tersebut dimohonkan oleh dr Adelyna Meliala Spesialis Saraf, dr Andyda Meliala, dan dr Andreasta Meliala. Sedangkan permohonan eksekusi ini bertujuan untuk memerintahkan Andreanyta Meliala untuk keluar dan meninggalkan obyek tersebut.
Namun, ketika penetapan eksekusi putusan tersebut belum dibacakan. Proses eksekusi terpaksa dihentikan. Penghentian itu dilakukan karena situasi tidak kondusif. Sebab, kedua belah yang bersengketa saling bersitegang.
Panitera PN Yogyakarta, Abdul Kadir Rumodar mengatakan, kekuatan personil keamanan yang diterjunkan kurang. Personil keamanan yang disiapkan PN Yogyakarta lebih sedikit dari jumlah massa yang ada di dalam obyek yang akan di eksekusi. Sehingga, bila dipaksakan akan timbul hal-hal yang tidak diinginkan. Apalagi, obyek tersebut berada dilingkup Beteng Kraton Ngayogyakarta.
Namun demikian, eksekusi tetap akan dilakukan. Namun, waktunya menunggu penetapan berikutnya. Abdul meminta ke depan, pihak pemohon lebih sigap lagi dalam berkoordinasi menyiapkan keamanan.
“Kita tunggu dari pihak pemohon masuk ke pengadilan di tambah berita acara tentang kondisi hari ini. Lalu dibuatkan surat penetapan lagi,” kata Kadir.
Sementara itu, Kuasa Hukum pihak pemohon eksekusi (dr Adelyna Meliala Spesialis Saraf, dr Andyda Meliala, dan dr Andreasta Meliala) yaitu Heru Sulistyo dan Agustinus Anindya mengaku kecewa. Semula, pihaknya berharap eksekusi dapat terlaksana sesuai rencana. Namun, seakan menelan pil pahit, pelaksanaan eksekusi ternyata tertunda.
Sedangkan alasan tertunda karena personil keamanan yang akan mengawal jalannya eksekusi tidak mencukupi jumlahnya.
Heru Sulistyo menekankan pada Senin pekan depan pihaknya akan berkirim surat kembali ke PN Yogyakarta. Dengan harapan eksekusi yang tertunda dapat kembali dilaksanakan secepatnya.
“Tentu kami akan koordinasi kembali dengan berbagai pihak terkait agar eksekusi dapat berjalan secepatnya. Serta hak-hak klien kami dapat terpenuhi,” sebutnya.
Ia juga menekankan bahwa obyek yang di eksekusi tersebut merupakan obyek waris yang dimiliki berempat dan pemohon eksekusi memiliki hak 3/4 nya. Dengan kata lain obyek tersebut belum dibagi waris. Sehingga masing-masing mempunyai hak yang sama.
Disisi lain, Kuasa Hukum Termohon Eksekusi (Andreanyta Meliala), Layung Purnomo mengatakan, permasalahan ini bermula ketika Andreanyta Meliala menggugat Adelyna Meliala, Andyda Meliala, dan Andreasta Meliala terkait pengesahan jual beli yang dilakukan Andreanyta Meliala dengan orangtuanya pada tahun 2015. Padahal, obyek tersebut telah ditempati oleh Andreanyta Meliala semenjak ibunya Christina Pinem meninggal dunia tahun 2009 karena ingin menemani ayahnya Prof Lucas Meliala.
Karena Prof Lucas Meliala meninggal dunia, ketiga kakak kandung Andreanyta Meliala menolak melakukan proses balik nama. Kemudian, Andreanyta Meliala mengajukan gugatan pengesahan jual beli pada Pengadilan Negeri Yogyakarta.
Semula, PN Yogyakarta mengabulkan gugatan Andreanyta Meliala dan menyatakan obyek di Jalan Nagan Lor Nomor 70 adalah sah milik Andreanyta Meliala yang diperoleh dengan jual beli.
Putusan tersebut senyatanya dikuatkan oleh Pengadilan Tinggi Yogyakarta Nomor 105/PDT/2020/PT.YYK.
Dalam proses Kasasi, sebut Layung Purnomo, Majelis Hakim Kasasi membatalkan putusan PT Yogyakarta yang menguatkan putusan PN Yogyakarta Nomor 156/Pdt.G/2019/PN Yogyakarta dan mengabulkan Gugatan Rekonvensi dengan menyatakan batalnya jual beli yang dilakukan oleh Andreanyta Meliala dengan almarhum orangtuanya.
“Selanjutnya, Amar putusan yang dimohonkan eksekusi berbunyi : Memerintahkan Tergugat dalam Rekonvensi/Penggugat dalam Konvensi untuk keluar dan meninggalkan rumah yang terletak Jl, Nagan Lor Nomor 70 Kelurahan Kadipaten, Kecamatan Kraton, Kota Yogyakarta sebagaimana teruang dalam Sertifikat Hak Milik Nomor 421/Kadipaten seluas 974 m² gambar situasi nomor 2775 tanggal 28-7-1994,” terang Layung didampingi rekannya yaitu Roni Satriyo.
Layung mempertanyakan dalam pelaksanaan eksekusi ini. Menurutnya, sesuai Putusan Kasasi Nomor 3130 K/Pdt/2021 tanggal 10 November 2021 telah menyatakan bahwa obyek di Jalan Nagan Lor Nomor 70 Kota Yogyakarta ini adalah harta yang ditinggalkan oleh Ny Christina Pinem. Putusan tersebut hanya membatalkan jual beli yang sebelumnya pernah dilakukan oleh Andreanyta Meliala dengan orangtuanya, tidak menghilangkan hak hukum Andreanyta Meliala dan hak sebagai ahli waris.
“Sehingga Andreanyta Meliala, Ph D selaku salah satu ahli waris memiliki hak ¼ bagian dari obyek tersebut dan sebagai ahli waris berhak untuk menempati obyek waris yang ditinggalkan,” tegas Layung di amini Roni Satriyo.
Layung menegaskan, apabila memang pada akhirnya eksekusi dilaksanakan, dr. Andreanyta Meliala kemudian keluar dan meninggalkan obyek rumah yang ada di Jalan Nagan Lor 70. Maka, siapa yang berhak menguasai obyek tersebut. Sebab, di dalam putusan Kasasi Nomor 3130 K/Pdt/2021 tidak secara tegas memerintahkan terhadap obyek tersebut untuk dikuasai oleh siapa,?
Kemudian, menjadi pertanyaan apa tujuan hukum dari dilaksanakannya eksekusi ini? Dilakukan tidaknya eksekusi ini, obyek eksekusi tetap menjadi boedel waris, dimana Adelyna Meliala, Andyda Meliala, dan Andreasta Meliala tetap memiliki hak yang besarnya sama dengan yang dimiliki Andreanyta Meliala sebesar ¼ bagian.
Begitu juga Andreanyta Meliala turut mempertanyakan mengapa dirinya diminta untuk keluar. Sedangkan saat ini dr Andreasta Meliala juga menguasai obyek sengketa yang juga merupakan boedel waris yang belum terbagi yang saat ini masih berproses di Pengadilan Negeri Yogyakarta.
Sehingga tidak adil, apabila Andreanyta Meliala diminta utuk meninggalkan obyek yang di dalamnya terdapat hak Andreanyta Meliala. Sehingga Andreanyta Meliala merasa sebenarnya putusan kasasi ini tidak dapat dilaksanakan dan penetapan eksekusi cenderung dipaksakan.
Andreanyta Meliala menilai penetapan eksekusi dan Keputusan Mahkamah Agung dalam Kasasi dan Peninjauan Kembali merupakan satu bentuk Malpraktek dalam Hukum
Ditambahkan oleh Andreanyta Meliala, dalam bidang kedokteran apabila Rumah Sakit atau Dokter memberikan keputusan untuk melakukan satu tindakan tanpa didasari dengan tujuan yang dapat dipertanggungjawabkan secara medis yang menerapkan evidence-based medicine atau pengobatan berdasarkan bukti sah merupakan satu bentuk Malpraktek dan merupakan satu bentuk premanisme yang sangat jelas apabila eksekusi tetap dilaksanakan.
Dirinya juga menegaskan bahwa pelaksanaan eksekusi ini dilakukan tanpa legal purpose / tujuan hukum yang jelas, eksekusi ini hanya bertujuan utuk mempermalukan Andreanyta Meliala dan menjadi alat tekan untuk memaksa Andreanyta Meliala mengikuti konsep pembagian harta warisan yang tidak sesuai dengan aturan hukum.
Karena tujuan hukum yang sebenarnya telah tercapai dengan membatalkan jual beli yang dilakukanAndreanyta Meliala dengan Prof Lucas Meliala dan menetapkan obyek sengketa sebagai boedel waris yang belum terbagi. Bahkan uang Rp 3 Milliar yang dibayarkan pada tahun 2015 pun tidak dinyatakan, sehingga masih ada hak dr. Andreanyta dan suami senilai Rp 3 Milliar yang menjadi beban dari obyek boedel waris ini yang belum kembali.
Selain itu, menurut Andreanyta Meliala, suaminya juga telah membangun beberapa bangunan di dalam obyek tersebut yang senyatanya bertujuan untuk merawat dan menjaga peninggalan orangtua.
Berkaitan dengan hal ini, sekarang masih dalam proses pemeriksaan perkara tersendiri yang terregister di Pengadilan Negeri Yogyakarta dengan Nomor 139/Pdt.G/2022/PN.Yyk Jo. 42/PDT/2023/PT.YYK yang saat ini masih dalam proses pemeriksaan perkara di tingkat kasasi.
Bahwa berkaitan dengan pembagian harta warisan saat ini sedang dalam proses pemeriksaan di Pengadilan Negeri Yogyakarta dengan Nomor Perkara 1/Pdt.G/2023/PN.Yyk. (*)
Artikel ini sebelumnya sudah tayang di TIMES Indonesia dengan judul: Massa Hadang Proses Eksekusi Warisan Prof Lucas Meliala
Pewarta | : Fajar Rianto |
Editor | : Wahyu Nurdiyanto |