TIMES JOGJA, YOGYAKARTA – Ratusan warga memadati seputaran panggung tempat digelarnya pertunjukan wayang kulit di Perumahan Griya Kencana Permai (GKP), Sedayu, Bantul, Jumat (11/10/2019) malam.
Ya, kehadiran warga sekitar, tamu undangan, relasi pemilik hajat serta tokoh masyarakat dan pemerintahan setempat untuk menyaksikan pagelarang wayang kulit.
Sebagaimana kita ketahui wayang merupakan salah satu seni budaya bangsa Indonesia yang paling populer di antara karya budaya lainnya. Seiring waktu budaya wayang semakin berkembang dan menjadi media penerangan. Media dakwah, pendidikan, pemahaman filsafat. Serta sebagai hiburan yang sarat akan nilai-nilai falsafah hidup.
Pagelaran tersebut dimotori Drs Tri Nugroho. Warga perumahan GKP yang memiliki nazar purna tugas selaku ASN (Aparatur Sipil Negara) Dinas Pendidikan Kabupaten Sleman.
Ia mengadakan tasyakuran dan pagelaran wayang kulit yakni sebagai rasa syukur atas karunia kesehatan seluruh keluarga besarnya termasuk bagi masyarakat sekitar. Harapannya senantiasa diberi keselamatan dan kesejahteraan buat semua. Juga sebagai sarana membina kerukunan dan mempererat hubungan masyarakat.
Pagelaran wayang kulit berjudul Bima Seno dengan dalang Ki Suparman Cermo Baskoro dari Salamrejo, Sentolo, Kulon Progo. Tri Nugroho mengatakan, cerita tersebut merupakan Banjaran Bima, lakon garapan baru. Dalam memperkenalkan secara utuh laku hidup, karakter, sifat-sifat dan keteladanan tokoh Bima.
Cerita ini mengisahkan kehidupan Bima semenjak muda, dewasa, tua, hingga perjalanannya menapaki masa tua yang pasti dan tenang usai peperangan besar Baratayuda. Dalam mencari kesempurnaan hidup Sangkan Paraning Dumadi.
“Ki Suparman sendiri merupakan dalang sepuh. Pernah mendalang di Arab Saudi atas undangan salah satu Universitas di sana. Beliau juga sering mendalang di Israel,” jelas Tri Nugroho.
Bagi Tri Nugroho, sosok Ki Suparman sudah di anggap sebagai orang tua sendiri. Selaku guru dan sesama pelestari budaya.
Hadir dalam kesempatan tersebut Sarjiman, SIP, ME mewakili Muspika Sedayu. Sarjiman mengaku senang mendapat undangan acara tersebut. Saat ini pandemen atau penggemar kebudayaan wayang kukit mulai banyak berkurang. Artinya tidak semua anak-anak kita, bisa melihat dan menikmati wayang kulit dari awal sampe akhir cerita. Sebagai camat yang baru dua bulan menjabat di Sedayu. Dirinya turut berbesar hati, dengan potensi kebudayaan wayang kulit yang ada di wilayahnya.
Sarjiman yakin kebudayaan wayang kulit yang adiluhung turut mengajarkan kedamaian. Menghilangkan gesekan sesuai filosofi kebudayaan. Mewakili Muspika Sedayu pihaknya ikut mendoakan. “Semoga keluarga besar Tri Nugroho diberi kesehatan. Serta terus melanjutkan pengabdiannya di tengah masyarakat. Selain sebagai pengantar purna tugas,” kata Sarjiman.
Acara tersebut sekaligus sebagai momentum. Jalin silaturahmi, mengenalkan diri selaku Camat yang baru dua bulan menjabat di Sedayu dan ikut menyumbangkan dua buah lagu dalam kesempatan itu.
Kapolsek Sedayu Kompol Sugiarto A.md mengapresiasi dan menyambut positif kegiatan tersebut. “Di dalam cerita pewayangan para tokohnya merupakan refleksi atau representasi dari sikap, watak, dan karakter manusia secara umum,” kata Kompol Sugiarto.
Ada yang memiliki karakter halus budi pekertinya, santun tutur katanya. Namun ada juga yang sebaliknya. Angkara murka, atau brangasan, pemarah, bengis, keji, egois dan lain sebagainya.
Bagi yang tidak mengenal cerita wayang, tentu akan sulit membedakan seperti apa tokoh wayang berkarakter baik atau kesatria dan seperti apa yang berwatak jahat. Kenapa Kurawa bermuka merah dan pandawa bermuka hitam. Tidak cukup sekedar menggambarkan bahwa Pandawa itu tokoh baik dan Kurawa tokoh jahat.
Namun hakekatnya pegelaran wayang kulit, tegas Kompol Sugiarto dapat mempererat persatuan dan kesatuan warga masyarakat, agar senantiasa rukun dan damai.
Dalam kesempatan tersebut, Tri Nugroho yang selama ini dikenal sebagai seorang guru, dosen, abdi dalem Keraton Solo, pemerhati dan pelaku budaya Jawa, juga seorang dalang ini, ikut beraksi mendalang sendiri pada awal acara. Baru dilanjutkan oleh Ki Suparman hingga akhir cerita, yang diramaikan oleh penampilan para bintang tamu. Yang tak lain para relasi Tri Nugroho dalam berkesenian dan melestarikan seni budaya wayang kulit. (*)
Pewarta | : Fajar Rianto |
Editor | : Faizal R Arief |