TIMES JOGJA, BANTUL – Ketua Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) Wijirejo, Sumarjana, mengungkapkan keluhan petani terkait harga gabah yang belum mencapai Harga Eceran Tertinggi (HET) Bulog sebesar Rp6.500 per kilogram.
Di tingkat petani, harga gabah hanya berkisar antara Rp6.300 hingga Rp6.400 per kilogram, sementara di tingkat pengepul baru menyentuh angka Rp6.500.
"Harga gabah Rp6.500 sesuai instruksi Menteri Pertanian, tetapi di kalangan petani harganya masih Rp6.300–Rp6.400. Sampai ke pengepul baru Rp6.500, jadi di tingkat petani belum sampai ke harga itu," jelas Sumarjana, Selasa (22/1/2025).
Ia menambahkan bahwa petani cenderung menjual gabah dalam kondisi basah, karena jarang ada yang menjual gabah kering.
"Gabah basah itu di harga Rp6.300–Rp6.400. Kalau yang kering, saya kurang tahu harganya karena jarang petani menjual gabah kering," ujarnya.
Sumarjana juga menyebutkan bahwa beberapa petani memilih menahan penjualan gabah dan mengolahnya menjadi beras akibat harga yang tidak mencapai HET.
"Harapannya, pemerintah mau membeli dengan harga standar Bulog Rp6.500. Kalau tidak, banyak petani memilih menahan gabah untuk dijadikan beras," tambahnya.
Menurutnya, transaksi petani langsung dengan Bulog juga jarang terjadi karena sebagian besar petani tidak memiliki kemitraan dengan Bulog.
"Petani biasanya menjual ke tengkulak, yang kemudian menjualnya ke pengepul. Langsung ke Bulog itu jarang kalau petani tidak punya kemitraan," tutupnya.
Para petani berharap agar pemerintah dapat memastikan harga gabah di tingkat petani sesuai dengan HET Bulog, sehingga kesejahteraan mereka lebih terjamin.
Sebelumnya, Menteri Pertanian (Mentan) Andi Amran Sulaiman menegaskan pentingnya penyerapan gabah petani dengan harga maksimal sebagai kunci keberhasilan mewujudkan swasembada pangan.
Hal ini disampaikan Mentan saat kunjungan kerja ke lokasi panen raya di Kelurahan Poncosari, Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Rabu (15/1/2025).
"Yang paling penting hari ini adalah serap gabah sebagai kunci swasembada. Kalau serap gabah bermasalah, target swasembada juga terancam," ujar Mentan Amran.
Ia menginstruksikan Perum Bulog agar menyerap gabah petani sesuai Harga Pembelian Pemerintah (HPP) sebesar Rp6.500 per kilogram. Harga tersebut, menurut Mentan, sangat penting untuk melindungi pendapatan petani.
Saat ini, harga pembelian gabah yang hanya Rp5.500 per kilogram di Kabupaten Bantul dianggap merugikan petani.
"Selisih Rp1.000 itu besar, karena target panen kita 25 juta ton. Kalau selisih ini dibiarkan, petani kehilangan pendapatan hingga Rp25 triliun. Harga yang di bawah HPP selama empat bulan panen bisa berdampak besar pada kerugian petani," ungkapnya.
Lebih lanjut, Mentan memperingatkan bahwa anggaran negara sebesar Rp145 triliun untuk sektor pangan akan sia-sia jika serapan gabah tidak sesuai target. Ia menegaskan bahwa Bulog harus bekerja keras untuk memastikan penyerapan gabah sesuai perintah Presiden.
"Bulog wajib menyerap semua gabah yang ada, dan harganya tidak boleh di bawah Rp6.500 per kilogram. Ini perintah yang tidak bisa ditawar," tegas Mentan.
Selain itu, pemerintah telah memberikan berbagai bantuan kepada petani untuk meningkatkan produksi, seperti benih, traktor, pupuk, hingga perbaikan irigasi.
"Alhamdulillah, irigasi sudah selesai, begitu pula bantuan sarana produksi lainnya. Sekarang tinggal serap gabah yang perlu dipastikan," tambahnya.
Mentan berharap penyerapan gabah dengan harga yang adil mampu mendukung kesejahteraan petani sekaligus mencapai target swasembada pangan. (*)
Artikel ini sebelumnya sudah tayang di TIMES Indonesia dengan judul: Gapoktan di Bantul Berharap Pemerintah Pastikan Harga Gabah Tingkat Petani Sesuai HET
Pewarta | : Edy Setyawan |
Editor | : Deasy Mayasari |