TIMES JOGJA, YOGYAKARTA – Bagi umat muslim yang tengah berlibur ke Kota Yogyakarta, kini ada destinasi religi baru yang layak dikunjungi. Yakni, Masjid Siti Djirzanah yang merupakan masjid arsitektur Tionghoa. Masjid yang diresmikan pada 10 Agustus 2018 yang mengusung arsitektur Tionghoa ini berada di deretan pusat ekonomi di Kawasan Jalan Malioboro.
Masjid ini mengusung ornamen Tionghoa yang didominasi warna biru kuning. Masjid Siti Djirzanah ini memiliki tinggi sekitar 12 meter dan berada tepat di depan Pasar Beringharjo atau diantara toko batik Soenardi dan toko elektronik. Untuk menambah nuansa megah dan menarik jamaah, seluruh dinding masjid dilapisi granit dengan desain corak warna-warni.
Dari informasi yang dihimpun TIMES Indonesia, sebelum dibangun sebuah masjid arsitektur Tionghoa, lokasi ini dahulu merupakan sebuah bangunan pertokoan.
“Pembangunan masjid sudah dilakukan sejak tahun 2017. Awal mulanya masjid ini berupa toko batik yang kemudian tanahnya diwakafkan, kemudian dikelola oleh keluarga Bapak Herry Zudianto untuk dijadikan sebuah masjid,” kata Seorang Takmir Masjid Siti Djirzanah, Abang Dalil, Senin (1/5/2023).
Menurut Dalil, nama masjid diambil dari dari nama ibunda mantan Wali Kota Herry Zudianto yaitu almarhumah Siti Djirzanah. Masjid ini sebagai bentuk bakti dan kasih anak-anak kepada almarhumah.
Dalil menambahkan, Fasad Masjid Siti Djirzanah dipasangi tulisan Mandarin ‘Qingzhensi’ yang berarti masjid. Di bawah tulisan tersebut terdapat jam raksasa berbentuk lingkaran dan terdapat tulisan Arab di dinding depan masjid. Tulisan arabnya menggunakan kaligrafi, dengan garis tegak lurus, tetapi dibuat berlubang.
“Seperti yang kita ketahui bersama bahwa Kawasan Malioboro itu kan berada di kawasan Pecinan dan masuk ke daerah Ketandan. Dulu awalnya memang masjid ini mau dibangun dengan arsitektur gaya Timur Tengah, namun setelah diskusi dengan Pemerintah Kota Yogyakarta akhirnya diambil keputusan arsitektur yang sesuai dengan daerahnya yaitu daerah Pecinan dengan arsitektur Tionghoa,” papar Dalil.
Masjid Arsitektur Tionghoa dan Modern
Selain kental dengan nuansa Tionghoa, nuansa modern pada Masjid Siti Djirzanah ini sangat terasa jika kita berkunjung kesana. Bubungan atau atap Masjid ini juga dibuat seperti menyerupai kelenteng. Selain itu, masjid ini tidak memiliki kubah ataupun mustaka lainnya seperti pada kebanyakan masjid yang ada di tanah air.
“Karena masjid ini berada di kawasan Pecinan, maka ada sedikit asimilasi budaya di sini. Masjid ini nggak ada kubahnya seperti masjid-masjid pada umumnya. Tergolong unik karena letaknya sangat strategis, berada di jantung kota, pusat eknomi dan pariwasata di Kota Yogyakarta,” terangnya.
Cocok untuk Tempat Ibadah Sekaligus Berwisata
Masjid Siti Djirzanah dibangun diatas lahan sektiar 147 meter persegi. Masjid ini dapat menampung 200-an orang. Agar dapat menampung banyak jamaah, sang pemilik membuat dua lantai. Lantai atas digunakan untuk jamaah laki-laki dan tempat imam sementara di lantai bawah tanah diperuntukkan khusus bagi jamaah perempuan. Untuk lantai di bagian bawah juga disediakan tempat untuk mengambil wudhu.
“Setiap hari dilakukan perawatan. Selalu ada yang membersihkan. Petugas kebersihan membersihkan dalam dan area masjid, mulai dari lorong-lorongnya, lantai-lantainya kemudian atap-atapnya itu di selalu dibersihkan setiap hari,” jelas Dalil.
Untuk urusan fasilitas? Dalil menerangkan, masjid ini memiliki fasilitas cukup lengkap. Seperti, kantong tempat dan loker untuk menyimpan sandal atau sepatu. Juga, disediakan mukena dan sarung yang dapat digunakan jamaah umum. Dalil menyebutkan, lokasi masjid yang berada di pusat wisata tentu membutuhkan perawatan khusus agar masjid ini selalu bersih, rapi, wangi dan terawat.
“Petugas membersihkan masjid setelah Salat Isya. Sedangkan pagi hari ada perawatan karpet dan semua fasilitas yang ada di sini. Misalnya, kotak infaknya juga kotak penyedia nasi,” ungkap Dalil.
Bagi wisatawan yang ingin salat dan beribadah di masjid ini tak perlu khawatir. Sebab, takmir Masjid Siti Djirzanah menyediakan berbagai fasilitas seperti mukenah, sarung hingga Al Quran yang dapat digunakan oleh pengunjung. Sedangkan Untuk kegiatan ibadah yang rutin yang dilakukan di Masjid Siti Djirzanah yaitu Salat Fardhu Lima Waktu, Salat Jumat, Salat Dhuha, Salat Tahajud dan Tilawatil Quran setiap 15 menit sebelum Salat Fardhu dan 30 menit sebelum Salat Jumat.
“Ada juga kegiatan pengajian. Pengajiannya sendiri ada yang bulanan, ada yang pekanan, ada yang harian. Untuk yang harian, ada kajian setelah Salat Ashar sementara yang pekanan itu biasanya ada kelas mengaji yang kebetulan sedang berhenti karena pandemi. Kemudian juga ada kajian bulanan itu, biasanya kami berkolaborasi dengan komunitas-komunitas mengaji yang ada di Yogyakarta,” terang Dalil.
Seorang pedagang Pasar Beringharjo, Dedi Al Jufri mengaku hampir setiap hari dirinya melaksanakan solat duhur dan ashar di Masjid Siti Djirzanah. Selain dekat, masjid ini sangat bersih dan fasilitas lengkap.
“Masjid ini sudah sangat luar biasa bagus, fasilitasnya lengkap, ada tempat wudhu, bersih, dan karpetnya juga empuk. Ada AC sehingga adem,” terang Dedi.
Bagi wisatawan yang sedang berkunjung ke Kawasan Jalan Malioboro tidak perlu khawatir lagi ketika memasuki waktu salat. Sebab, Masjid Siti Djirzanah dibuka untuk umum mulai pukul 03.30 hingga 21.00 WIB setiap harinya.
Yuk… sempatkan berkunjung ke Masjid Siti Djirzanah, masjid arsitektur Tionghoa ini ketika berlibur di Kawasan Jalan Malioboro dan Pasar Beringharjo Kota Yogyakarta. (*)
Artikel ini sebelumnya sudah tayang di TIMES Indonesia dengan judul: Ada Masjid Arsitektur Tionghoa di Kota Yogyakarta, Ini Lokasinya
Pewarta | : Hendro Setyanto Baskoro |
Editor | : Deasy Mayasari |