TIMES JOGJA, YOGYAKARTA – Keputusan mengejutkan datang dari Kejaksaan Negeri (Kejari) Sleman. Setelah melalui pemeriksaan lebih dari 10 jam, tim penyidik Kejari Sleman memutuskan melakukan penahanan terhadap mantan Bupati Sleman Sri Purnomo pada Selasa (28/10/2025) sekitar pukul 19.15 WIB.
Penahanan mantan bupati dua periode itu dilakukan tim penyidik setelah melakukan serangkaian pemeriksaan secara intensif mulai pukul 09.10 WIB hingga pukul 19.00 terkait kasus dugaan korupsi Hibah Pariwisata di lingkungan Pemkab Sleman tahun 2020.
Dari pantauan di lapangan, saat turun dari lantai 2 Gedung Kejari Sleman yang akan dibawa ke Lapas Kelas II A Yogyakarta, Sri Purnomo mengenakan baju kotak-kotak lengan panjang bergaris, celana panjang hitam dibalut dengan kopiah dan mengenakan rompi orange bertuliskan "Tahanan Kejaksaan Negeri Sleman" dengan tangan diborgol.
Saat akan dibawah ke mobil, suami mantan Bupati Sleman, Kustini SP tersebut keluar dari Gedung Kejari Sleman untuk kemudian dibawa ke lapas dengan menggunakan mobil dinas Kasi Pidsus Kejari Sleman dan mendapat pengawalan ketat dari seorang provos keamanan Kejari Sleman.
Kepala Kejari Sleman, Bambang Yunianto mengatakan dalam pemeriksaan setidaknya ada sebanyak 35 pertanyaan yang diajukan tim penyidik kepada tersangka SP.
Disinggung mengenai penahanan terhadap Sri Purnomo, Bambang menegaskan bahwa pihaknya melakukan penahanan setelah tim penyidik melakukan pemeriksaan sebagai tersangka dan dengan alasan subjektif dan objektif kemudian tim penyidik memutuskan melakukan penahanan.
Alasannya adalah untuk mencegah tersangka Sri Purnomo melarikan diri, menghilangkan barang bukti, dan mengulangi perbuatan serupa. Apalagi, dugaan korupsi yang tengah disidik ini nilai kerugian negara cukup besar dan mendapat antensi dari masyarakat luas.
“Kami lakukan penahanan selama 20 hari ke depan dan dititipkan di Lapas Kelas II A Yogyakarta,” tandas Bambang.
Dalam perkara ini, Sri Purnomo dijerat Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001, juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
“Dikenakan Pasal 55, artinya penyidik meyakini tindak pidana ini dilakukan secara bersama-sama. Kam masih terus mengembangkan dan menelusuri kemungkinan ada tersangka lain,” ungkap Bambang.
Dalam pengusutan kasus dugaan korupsi Hibah Pariwisata tahun 2020 ini, tim penyidik telah melibatkan BPK RI DIY untuk melakukan audit. Nah, dari audit tim auditor menemukan kerugian negera sebesar Rp 10,95 miliar. (*)
| Pewarta | : A Riyadi |
| Editor | : Hendarmono Al Sidarto |