https://jogja.times.co.id/
Berita

Pakar UGM Ingatkan Risiko Bencana Berulang, Penentuan Huntap di Sumatra Harus Berbasis Zona Aman

Selasa, 16 Desember 2025 - 10:03
Pakar UGM Ingatkan Risiko Bencana Berulang, Penentuan Huntap di Sumatra Harus Berbasis Zona Aman Ilustrasi-Pembangunan Huntara dan Huntap pasca bencana (FOTO: Antara News)

TIMES JOGJA, YOGYAKARTA – style="text-align:justify">Kebijakan pembangunan hunian pascabencana di Sumatra dinilai tidak boleh sekadar memulihkan kondisi sebelum bencana. Guru Besar Teknik Geologi dan Lingkungan Universitas Gadjah Mada (UGM), Prof. Dwikorita Karnawati, menegaskan bahwa penataan Hunian Sementara (Huntara) dan Hunian Tetap (Huntap) harus dirancang untuk menekan risiko bencana berulang yang kian meningkat akibat faktor geologi dan perubahan iklim.

Ia menjelaskan bahwa rangkaian banjir bandang dan longsor yang melanda Aceh, Sumatra Utara, hingga Sumatra Barat merupakan sinyal kuat tingginya kerentanan wilayah Sumatra terhadap bencana geo-hidrometeorologi.

“Bencana yang berulang ini menunjukkan bahwa banyak kawasan terdampak memang berada di zona yang secara alami rawan. Jika penataan huniannya tidak tepat, maka risiko itu tidak hilang, tetapi justru dipindahkan ke masa depan,” ujarnya, Selasa (16/12/2025)

Ancaman Hujan Ekstrem Masih Tinggi

Dwikorita yang juga merupakan Eks Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) ini mengingatkan, berdasarkan prakiraan BMKG, potensi hujan lebat masih dapat berlangsung hingga Maret–April 2026. Kondisi tersebut membuat kemungkinan terjadinya banjir bandang dan longsor susulan tetap terbuka, terutama di daerah dengan kerusakan lingkungan berat di hulu Daerah Aliran Sungai (DAS).

Menurutnya, kebijakan hunian pascabencana tidak boleh berhenti pada tahap tanggap darurat. Penataan Huntara dan Huntap harus menjadi bagian dari rehabilitasi dan rekonstruksi jangka panjang yang disertai pemulihan lingkungan secara menyeluruh.

Dwikorita menjelaskan, banyak permukiman yang terdampak bencana berada di wilayah kipas aluvial, yaitu bentang alam hasil endapan banjir bandang di masa lalu. Secara geologi, kawasan ini menyimpan rekam jejak atau “memori bencana” dan berpotensi kembali terdampak dalam rentang puluhan tahun.

“Jika kawasan seperti ini kembali dijadikan Hunian Tetap, maka kita tidak mengurangi risiko, melainkan mewariskan ancaman bencana kepada generasi berikutnya,” tegasnya.

Kerusakan lingkungan di hulu DAS, lanjut dia, mempercepat erosi dan meningkatkan volume material rombakan yang terbawa aliran sungai saat hujan ekstrem. Akibatnya, periode ulang banjir bandang yang sebelumnya puluhan tahun kini bisa memendek menjadi 15–20 tahun, bahkan lebih singkat jika pemulihan lingkungan diabaikan.

Huntap Wajib di Zona Aman

Berdasarkan kajian tersebut, Prof. Dwikorita menilai wilayah yang pernah dilanda banjir bandang tidak layak dijadikan lokasi Hunian Tetap, khususnya untuk hunian jangka panjang. Kawasan tersebut seharusnya ditetapkan sebagai zona merah dan difungsikan untuk konservasi serta rehabilitasi lingkungan.

Pembangunan Huntap, kata dia, harus diarahkan ke zona aman yang berada di luar bantaran sungai aktif, memiliki jarak aman dari lereng curam, serta tetap mempertimbangkan akses air bersih dan layanan dasar lainnya.

Sementara itu, kawasan rawan masih dapat dimanfaatkan sebagai Hunian Sementara dengan sifat transisional dan batas waktu yang jelas. “Huntara tidak boleh berubah menjadi permanen,” ujarnya.

Mitigasi Jadi Kunci Kebijakan

Untuk mencegah terulangnya bencana, Prof. Dwikorita merekomendasikan penetapan tegas zona merah pada wilayah terdampak banjir bandang serta larangan pembangunan Hunian Tetap di area tersebut. Penentuan lokasi Huntap harus berbasis pemetaan risiko geologi lingkungan dan disertai kewajiban pemulihan kerusakan lingkungan, terutama di wilayah hulu DAS.

Adapun pemanfaatan kawasan rawan sebagai Huntara, menurutnya, hanya dapat dilakukan dengan syarat ketat, seperti adanya sistem peringatan dini yang andal, rencana kedaruratan yang teruji, peningkatan kapasitas pemerintah daerah dan masyarakat, pembersihan material rombakan di hulu, penetapan jalur hijau sebagai zona penyangga, serta pembangunan tanggul sungai yang berkelanjutan.

“Penataan hunian pascabencana adalah keputusan strategis jangka panjang. Jika mengabaikan karakter geologi dan mitigasi risiko, pemulihan justru bisa menjadi awal bencana baru,” ujar. Dwikorita.

Ia menegaskan, kebijakan Huntara dan Huntap harus berpijak pada ilmu kebencanaan, mitigasi risiko, serta tanggung jawab antargenerasi agar pemulihan tidak hanya cepat, tetapi juga aman dan berkelanjutan. (*)

Pewarta : A. Tulung
Editor : Hendarmono Al Sidarto
Tags

Berita Terbaru

icon TIMES Jogja just now

Welcome to TIMES Jogja

TIMES Jogja is a PWA ready Mobile UI Kit Template. Great way to start your mobile websites and pwa projects.