TIMES JOGJA, PACITAN – Memasuki pertengahan Mei 2025, sebagian besar wilayah di Kabupaten Pacitan masih diguyur hujan. Padahal, menurut siklus iklim normal, periode awal Mei sudah seharusnya masuk musim kemarau.
Kepala Bidang Kedaruratan dan Logistik Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Pacitan, Radite Suryo Anggoro, mengonfirmasi bahwa hujan yang masih terjadi di sejumlah wilayah merupakan fenomena yang tak biasa.
"Seharusnya dasarian (tanggal 1–10) pertama bulan Mei masuk awal musim kemarau," ujar Radite, Senin (12/5/2025), saat dikonfirmasi melalui sambungan telepon.
Menurut Radite, BPBD saat ini tetap bersiaga menghadapi berbagai kemungkinan cuaca ekstrem, termasuk potensi banjir lokal dan tanah longsor yang masih bisa terjadi, terutama di wilayah perbukitan dan daerah aliran sungai.
Sementara itu, Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Stasiun Klimatologi Kelas II Jawa Timur telah merilis prediksi musim kemarau untuk tahun 2025.
Dalam dokumen resmi tersebut, BMKG mengungkapkan bahwa musim kemarau di sebagian besar wilayah Jawa Timur memang mengalami pergeseran, baik lebih awal maupun lebih lambat.
Berdasarkan laporan BMKG, sebanyak 38 dari 74 Zona Musim (ZOM) di Jawa Timur diprediksi baru akan memasuki musim kemarau pada Mei 2025. Sementara 30 ZOM lainnya sudah memulainya sejak April. Bahkan, ada wilayah yang baru akan memasuki musim kemarau pada Juni 2025.
BMKG juga menjelaskan bahwa fenomena La Nina di Samudera Pasifik telah bertransisi ke fase ENSO Netral, begitu pula dengan Indian Ocean Dipole (IOD) yang kini berada di fase netral. Kedua faktor ini menjadi kunci utama dalam pola cuaca yang terjadi saat ini.
Menariknya, dari prediksi tersebut, sifat hujan selama musim kemarau di Jawa Timur tergolong normal, dengan 52 ZOM (70,3%) mengalami curah hujan yang sesuai rata-rata, 14 ZOM (18,9%) mengalami hujan di atas normal, dan 8 ZOM (10,8%) diprediksi mengalami kekeringan dengan curah hujan di bawah normal.
"Curah hujan selama musim kemarau 2025 diprediksi berkisar antara 100 mm hingga lebih dari 500 mm," demikian isi laporan BMKG yang ditandatangani Kepala Stasiun Klimatologi Jatim, Anung Suprayitno, pada Maret lalu.
BMKG mengeluarkan sejumlah rekomendasi kepada berbagai sektor. Untuk sektor pangan dan perkebunan, disarankan melakukan penyesuaian jadwal tanam dan pemilihan komoditas.
Di sisi lain, sektor kebencanaan diimbau meningkatkan kewaspadaan terhadap potensi kebakaran hutan dan lahan di wilayah yang diprediksi akan mengalami kemarau panjang dan kering.
Kualitas udara juga menjadi perhatian penting di musim kemarau tahun ini. BMKG mengingatkan potensi gangguan kenyamanan masyarakat akibat suhu panas dan kelembapan yang tinggi.
Sektor energi pun diminta untuk mengelola pasokan air secara efisien, terutama untuk kepentingan pembangkit listrik tenaga air (PLTA) dan irigasi pertanian. Sementara itu, sektor sumber daya air diminta mengoptimalkan sumber air alternatif serta menjaga distribusi air secara merata.
Menghadapi musim kemarau yang tidak menentu ini, BMKG menyiapkan langkah antisipatif melalui Operasi Modifikasi Cuaca (OMC) guna menjaga ketersediaan air di waduk-waduk besar. Namun langkah ini tetap mempertimbangkan masa panen komoditas seperti tebu dan garam rakyat agar tidak terganggu.
Hingga saat ini, BPBD Pacitan terus melakukan pemantauan terhadap perkembangan cuaca harian dan berkoordinasi aktif dengan BMKG serta instansi teknis lainnya. Masyarakat pun diimbau untuk tetap waspada dan tidak mengabaikan potensi cuaca ekstrem meskipun telah memasuki masa transisi musim. (*)
Artikel ini sebelumnya sudah tayang di TIMES Indonesia dengan judul: Musim Kemarau Belum Tiba, Pacitan Masih Diguyur Hujan Meski Sudah Masuk Mei
Pewarta | : Yusuf Arifai |
Editor | : Ronny Wicaksono |