TIMES JOGJA, YOGYAKARTA – Fakultas Peternakan Universitas Gadjah Mada (Fapet UGM) menggelar Sarasehan Peternakan Unggas pada Sabtu (22/11/2025) di Auditorium drh. R. Soepardjo, dengan fokus membahas ‘Transformasi Peternakan Unggas Nasional: Optimalisasi Dana 20 Triliun Menuju Kemandirian Pangan.’
Acara ini menghadirkan akademisi, praktisi, pelaku industri, organisasi profesi, pemerintah, dan masyarakat sipil, untuk merumuskan langkah strategis menuju sektor unggas yang lebih modern dan mandiri.
Dekan Fapet UGM, Prof. Ir. Budi Guntoro, S.Pt., M.Sc., Ph.D., IPU., ASEAN Eng., menjelaskan sarasehan diikuti 125 peserta dari berbagai latar belakang.
"Kegiatan ini bertujuan mengidentifikasi peluang integrasi peternakan ayam berbasis anggaran, sekaligus mengurai tantangan struktural yang harus diantisipasi oleh pemerintah dan industri. Kami berharap lahir rekomendasi yang konkret untuk kebijakan, investasi, dan penguatan kelembagaan peternak, serta mendorong kolaborasi lintas sektor," ujar Budi Guntoro.
Acara semakin menegaskan arah kebijakan nasional melalui paparan Dirjen Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian RI, Dr. drh. Agung Suganda. Ia menekankan, pemanfaatan anggaran Rp20 triliun harus mampu mendukung integrasi dan modernisasi industri unggas, menjaga keseimbangan pasokan-permintaan, memperkuat sistem kesehatan hewan, serta membangun ekosistem unggas terpadu di seluruh wilayah Indonesia.
Diskusi panel menghadirkan enam tokoh penting industri perunggasan nasional, antara lain Direktur Utama ID Food, Direktur Utama Berdikari, Ketua Umum GPPU, Ketua Umum GPMT, Ketua Umum GOPAN, dan Ketua Umum PPN.
Mereka membahas penguatan ekosistem unggas nasional melalui sinergi BUMN, swasta, peternak, pengembangan sentra produksi di luar Pulau Jawa, tantangan industri pakan dan pembibitan menghadapi volatilitas harga, model kemitraan yang adil bagi peternak rakyat, serta pemanfaatan teknologi digital untuk meningkatkan produktivitas dan efisiensi.
Menurut Ketua Umum GPPU, transformasi industri unggas tidak hanya soal produksi, tapi juga memperkuat daya tawar peternak kecil dan akses mereka terhadap sarana produksi seperti pakan dan obat hewan. Kelembagaan peternak yang kuat adalah kunci agar perubahan ini berkelanjutan.
Selain mengeksplorasi peluang integrasi, sarasehan juga mengidentifikasi risiko yang perlu diantisipasi, seperti kesenjangan akses SAPRONAK, minimnya daya tawar peternak kecil, dan kebutuhan penguatan kelembagaan untuk menyesuaikan diri dengan transformasi industri.
Fapet UGM menegaskan, sarasehan ini diharapkan menghasilkan rekomendasi strategis bagi pemerintah, BUMN, industri, dan organisasi peternak, untuk mewujudkan sektor unggas nasional yang inklusif, efisien, dan kompetitif di tingkat global. (*)
| Pewarta | : A. Tulung |
| Editor | : Hendarmono Al Sidarto |