TIMES JOGJA, BANTUL – Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia Bantul (PHRI Bantul), Yohanes Hendra, mengungkapkan bahwa tingkat okupansi hotel di wilayah Bantul masih stagnan dan belum menunjukkan peningkatan signifikan. Menurutnya, kegiatan dinas pemerintahan yang biasanya menjadi salah satu penopang sektor perhotelan juga menurun akibat efisiensi anggaran.
“Sekarang acara-acara dinas memang masih ada, tetapi jumlahnya sangat minim. Anggaran kegiatan pun dipangkas cukup besar. Misalnya, anggaran full day yang dulu Rp350.000 kini hanya Rp200.000, sedangkan half day dari Rp250.000 turun menjadi Rp150.000,” ujar Yohanes, Senin (13/10/2025).
Ia menilai kebijakan efisiensi tersebut berdampak langsung terhadap tingkat hunian hotel dan roda perekonomian daerah.
“Bahkan acara kementerian pun kini banyak dilaksanakan di rumah makan biasa, bukan di hotel. Bukan soal tempatnya, tapi ini menunjukkan anggaran mereka turun signifikan,” ujarnya menegaskan.
Yohanes berharap, meski terjadi perombakan kabinet dan adanya menteri keuangan baru, pemerintah tetap memberi perhatian bagi sektor perhotelan dan pariwisata. “Kalau terus ditekan, industri ini bisa makin terpuruk dan banyak karyawan yang dirumahkan. Semoga pada libur akhir tahun 2025 okupansi bisa membaik, dan tahun 2026 sektor perhotelan kembali bangkit menjadi sumber pendapatan asli daerah,” harapnya
Sementaraa itu, terkait target okupansi akhir tahun, Yohanes mengatakan pihaknya tidak memasang target terlalu tinggi seperti tahun-tahun sebelumnya.
“Kalau target okupansi akhir tahun, kami hanya menargetkan sekitar 70 hingga 75 persen, meskipun kenyataannya bisa mencapai 80 sampai 85 persen. Bukan berarti kami under estimate, tetapi melihat kondisi dan situasi perekonomian saat ini, target realistisnya memang di angka 75 persen,” jelasnya. (*)
Pewarta | : Soni Haryono |
Editor | : Hendarmono Al Sidarto |