TIMES JOGJA, YOGYAKARTA – Kesehatan mental memiliki peran yang penting dalam pembentukan keluarga berkualitas. Persiapan mental sangat dibutuhkan sebelum memasuki pernikahan.

Kepala BKKBN Pusat Hasto Wardoyo menyampaikan pernyataan ini. Pada seminar Keluarga Sebagai Tameng Kesehatan Mental, Jum'at (21/10/2022). Di Auditorium Fakultas Psikologi UGM.

Berdasarkan Indeks Pembangunan Keluarga yang disusun BKKBN terdapat 3 dimensi untuk mengukur kualitas keluarga. Meliputi dimensi Ketentraman, Kemandirian dan Kebahagiaan, yang membutuhkan kesehatan mental untuk mewujudkannya. Selain kesehatan fisik  yang relatif lebih mudah diupayakan.

Namun upaya mewujudkan kesehatan jiwa, menghadapi kendala naiknya angka mental emosional disorder. Berdasarkan data, angka mental emosional disorder pada tahun 2022 mencapai 9,8 persen.  Ini mengalami peningkatan signifikan dibanding tahun 2021 6,1 persen.

"7,1 persen penderita mental emosional disorder menjadi Orang Dengan Gangguan Jiwa," jelas Hasto Wardoyo pada peserta seminar di fakultas Psikologi UGM. 

Kondisi ini diduga menjadi salah satu penyebab tidak optimalnya program kependudukan. Karena salah satu dampak dari mental emosional disorder adalah kawin dalam usia yang belum matang secara mental. 

Secara fisik kondisi ini sangat berpotensi memunculkan gangguan pada proses persalinan. Dengan dampak terburuk berupa kematian bayi dan ibu pada proses persalinan. Bila proses persalinan lancar dipastikan bayi akan mengalami stunting atau gizi buruk. 

Pernikahan dengan mental yang belum matang, juga menjadi penyebab kasus perceraian yang tinggi saat ini. Sebab berdasarkan data, alasan sebagian besar kasus perceraian adalah cekcok yang berkepanjangan karena kurang matang dalam menghadapi masalah. Disusul alasan ekonomi dan perselingkuhan. 

Sebagai bentuk tanggung jawab, BKKBN tetap berupaya menyiapkan kesehatan mental calon pengantin. Agar kriteria dalam indeks pembangunan keluarga terpenuhi. Salah satunya melalui tri bina, meliputi bina keluarga balita, bina keluarga remaja dan bina keluarga lansia. 

Melalui program tri bina pembangunan kesehatan jiwa dilakukan dalam setiap tahapan kehidupan manusia. Dengan harapan setiap warga negara tidak mengalami gangguan mental sebagai salah satu indikator dalam indeks pembangunan keluarga. 

BKKBN juga meluncurkan program Genre (Generasi Berencana) sebagai bentuk perubahan kebijakan untuk mengikuti dominasi remaja dalam struktur demografi penduduk. Agar pesan yang disampaikan lebih diterima, bila disampaikan oleh rekan sebayanya.

Terbaru BKKBN meluncurkan program pendamping keluarga dengan menempatkan 3 personel di setiap desa. Personel pendamping keluarga yang terdiri dari tenaga kesehatan, penyuluh KB dan tokoh masyarakat diharapkan dapat memberikan pengawasan yang lebih melekat terhadap setiap keluarga.

Kepala Center of Publik Mental Health Fakultas Psikologi UGM Dr Diana Setyowati menilai, masih terbatasnya pemahaman masyarakat terkait kesehatan mental menjadi kendala utama untuk mencapai target Indonesia Sehat Mental pada tahun 2023. 

Meskipun berbagai masalah terkait kesehatan mental dapat berawal dari keluarga, namun keluarga juga sumber kekuatan dan fondasi kokoh bagi individu dalam menghadapi berbagai permasalahan kesehatan mental di kemudian hari. 

Digelar dalam rangka peringatan World Mental Health Day (WMHD) 2022. Seminar juga menghadirkan narasumber Roslina Verauli, M.Psi., Psikolog Klinis Pakar Keluarga dan dr. Ida Rochmawati, M.Sc, SpKJ(K) - Psikiater RSUD Gunung Kidul, Yogyakarta. 

Dengan peserta  orang tua, pasangan menikah, mahasiswa, tenaga kesehatan mental, peneliti, dan masyarakat umum yang tertarik dengan isu kesehatan mental. (*)