https://jogja.times.co.id/
Kopi TIMES

Menggagas Pentas "Seni Jalanan" di Madiun

Selasa, 04 Juni 2019 - 22:46
Menggagas Pentas "Seni Jalanan" di Madiun Penulis (paling kanan) bersama lima seniman Jogjakarta di Dungus Forest Park Madiun. (Foto: Istimewa/TIMESIndonesia)

TIMES JOGJA, MADIUN – Sehari setelah mudik di Madiun, Senin (3/6/2019), saya disusul lima seniman Jogyakarta: Butet Kartaredjasa, Agus Noor (sastrawan), si Ong (seni rupa), Encik Sri Krisna (musisi) dan Andy Eswe (aktor pantomim). Mereka tiba di Rumah Gagasan Mojopitu, Taman, Madiun, untuk menggenapi niat mewujudkan kolaborasi jejaring seni budaya lintas daerah yang bakal diawali dari Madiun-Yogyakarta. Dan perbincangan yang ‘gayeng’ pun dimulai dengan menggagas pentas “seni jalanan” di sejumlah tempat. Antara lain Stasiun Madiun, Pasar Besar Kota Madiun, dan Dungus Forest Park Kabupaten Madiun.

Ihwal mengapa dipilih pentas “seni jalanan” yang sudah lazim dikenal dunia dan terutama popular di Yogyakarta. Hal itu sekurangnya lantaran berangkat dari tema yang akan diusung, yakni  Kemerdekaan Seni dan Kedaulatan Pangan. Tema yang mungkin terdengar surealistik atau absurd. Tapi setidaknya kontekstual dengan realitas faktual saat ini.

Kemerdekaan Seni, misalnya, dimaksudkan untuk memerdekakan seni dari penetrasi dan selubung atribut politik praktis, membebaskan seni dari ketergantungan dan tuntutan fasilitas untuk tampil di gedung atau panggung kesenian. Melepaskan seni dari keharusan menjual tiket sehingga masyarakat bisa terlibat berkesenian tanpa menanggung ongkos dan memproklamasikan seni sebagai energi budaya dalam mengolah keseharian hidup.

Sedangkan Kedaulatan Pangan, apa boleh buat, mungkin terkesan “mbagusi” dan atau malah mengingatkan kita pada teks pidato sarat hoax. Lagi pula apa sih hubungan Kemerdekaan Seni dengan Kedaulatan Pangan? Tapi, kita tahu, tugas kreativitas antara lain tentunya adalah menghubungkan dua atau lebih hal-hal yang seolah-olah tidak berhubungan, bukan?

Apa lagi yang selama ini merawat dan menjaga Kemerdekaan Seni sesungguhnya adalah masyarakat yang memiliki Kedaulatan Pangan. Bukankah Kemerdekaan Seni yang mewujud menjadi tradisi budaya Bersih Desa atau Sedekah Laut, misalnya, sejak ratusan tahun silam berhasil dilestarikan dan dirawat eksistensinya oleh masyarakat tradisional yang memiliki Kedaulatan Pangan dan oleh sebab itu dengan suka cita mempersembahkan hasil buminya. Tentu masih banyak contoh lain yang bisa menjelaskan kaitan antara Kemerdekaan Seni dan Kedaulatan Pangan.

Apapun, spirit yang terkutip di atas adalah salah satu “daya hidup” masyarakat yang ingin disuarakan kembali dalam pentas “seni jalanan” di Madiun. Alhasil, gagasan sudah dirembuk, tema sudah dirumuskan. Berikutnya kami melakukan observasi lapangan ke Dungus Forest Park, yang pada pekan depan, Minggu (9/6/2019), akan menyelenggarakan Pekan Budaya Dungkrek.

Di tempat itu, gagasan pentas “seni jalanan” semakin menemukan bentuknya. Bahkan Butet, si Ong, dan Andy Eswe sampai perlu menjajal dan menjajagi kemungkinan-kemungkinan artistik yang bisa dicapai di lokasi itu. 

Untuk menyiapkan apresiasi masyarakat, Butet dan kawan-kawan akan melibatkan Komunitas Fotografer Yogyakarta, media lokal dan nasional serta beberapa seniman, antara lain Slamet Rahardjo.

Sedangkan saya, seperti biasa, tentu saja mengandalkan peran serta Jaringan Pekerja Budaya Madiun, Petarung Kehidupan, Abimantrana, dan komunitas lain yang ada di Madiun. Akan halnya Eddy S. Soepadmo, jurnalis senior kelahiran Madiun yang kini berkantor di ruangan KSP Jenderal (Purn) Moeldoko, berhubung datang terlambat harus menanggung tugas khusus.

Hasil penting yang lain dari kunjungan lima seniman Yogya di Rumah Gagasan Mojopitu adalah fakta kelezatan kuliner Madiun. Mulai Soto Kondang depan kelenteng, menu ikan otentik Omah Slamet, Nasi Pecel Pojok sampai jadah bakar wedang tomat Warkop Pak Min depan stasiun. Dengan menyitir Pak Ndul, ahlinya ahli tentang intinya inti dan core of the core, kelezatan kuliner Madiun yang disantap Butet dkk pada akhirnya melahirkan kesimpulan bahwa pentas “seni jalanan” di Madiun akan digelar antara tanggal 5 - 10 September 2019. (*)

*) Harry Tjahjono, Seniman/Budayawan asal Madiun

*)Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id

Pewarta :
Editor : Dody Bayu Prasetyo
Tags

Berita Terbaru

icon TIMES Jogja just now

Welcome to TIMES Jogja

TIMES Jogja is a PWA ready Mobile UI Kit Template. Great way to start your mobile websites and pwa projects.