TIMES JOGJA, YOGYAKARTA – Menjelang penghujung tahun 2024, kita diajak untuk melakukan refleksi mendalam terhadap perjalanan personal dan profesional. Bagi generasi muda yang sedang meniti karier, setiap momen merupakan kesempatan emas untuk pertumbuhan dan pengembangan diri.
Dalam konteks transformasi sosial, Era Society 5.0 yang dikembangkan pemerintah Jepang pada tahun 2016 menandai babak baru di mana teknologi canggih, seperti kecerdasan buatan, Internet of Things, dan big data, diintegrasikan secara seamless untuk menyelesaikan tantangan sosial dan meningkatkan kualitas hidup manusia.
Melanjutkan perspektif psikologis, perjalanan profesional sejatinya adalah proses pengenalan diri yang komprehensif. Carl Rogers, melalui teori psikoterapi berpusat pada klien, menegaskan pentingnya lingkungan yang mendukung dalam mengeksplorasi potensi personal.
Manusia dipandang sebagai entitas dengan potensi intrinsik untuk berkembang. Setiap tantangan yang dihadapi bukanlah sekadar rintangan, melainkan undangan untuk tumbuh dan menemukan versi terbaik dari diri sendiri.
Teori kognitif sosial Albert Bandura mengungkap dimensi lain dari pengembangan diri melalui konsep efikasi diri. Keyakinan individual akan kemampuan mengatasi tantangan merupakan prediktor utama keberhasilan personal dan profesional.
Kemampuan percaya pada diri sendiri dan bertindak di tengah ketidakpastian menjadi modal fundamental bagi profesional muda yang ingin menembus batas kemampuannya.
Dalam konteks kompleksitas tantangan profesional, perguruan tinggi memiliki peran strategis yang semakin kritis. Sistem pendidikan tidak lagi sekadar transfer pengetahuan, melainkan wahana transformasi yang mempersiapkan individu menghadapi dinamika global yang semakin kompleks dan tak terduga.
Perguruan tinggi berperan sebagai laboratorium transformasi di mana mahasiswa mengembangkan keterampilan abad ke-21 seperti kreativitas, kolaborasi, berpikir kritis, dan adaptabilitas. Teknologi dalam Era Society 5.0 bukan sekadar instrumen, tetapi medium transformasi. Integrasi kecakapan digital dan kecerdasan emosional menjadi kunci utama pengembangan diri.
Teori Hierarki Kebutuhan Maslow memberikan kerangka konseptual untuk memahami perjalanan pengembangan diri. Aktualisasi diri, puncak piramida kebutuhan, memerlukan kesadaran mendalam akan potensi personal, motivasi intrinsik, dan kemampuan mentransendensikan keterbatasan. Sikap proaktif dan keterbukaan untuk belajar menjadi kompas yang mengarahkan perjalanan profesional.
Dalam konteks Era Society 5.0, pengembangan diri merupakan integrasi holistik antara kecakapan teknologis, kecerdasan emosional, kreativitas, dan kesadaran etis. Refleksi akhir tahun ini bukan sekadar melihat capaian, melainkan memahami bahwa perjalanan profesional adalah proses berkelanjutan yang membutuhkan kesadaran diri, adaptabilitas, dan komitmen pada pertumbuhan personal.
Setiap profesional muda memiliki narasi unik dan potensi tak terbatas untuk menciptakan dampak positif. Masa depan bukan sekadar milik mereka yang paling cerdas, melainkan mereka yang paling adaptif, mampu mengintegrasikan pengetahuan teknologis dengan kearifan personal, dan senantiasa terbuka untuk belajar dan berkembang.
***
*) Oleh : Fx. Wahyu Widiantoro, Staf Pengajar Psikologi UP45.
*)Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id
*) Kopi TIMES atau rubik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.
*) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]
*) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim.
Pewarta | : Hainorrahman |
Editor | : Hainorrahman |