TIMES JOGJA, YOGYAKARTA – Berita meningkatnya jumlah PHK di berbagai wilayah menjadi tanda kondisi ekonomi Indonesia yang saat ini tidak sedang baik-baik saja. Presiden Jokowi menyampaikan bahwa ke depan peluang kerja akan semakin sulit terutama dengan munculnya otomasi di bidang industri. Tidak tanggung-tanggung, 85 juta pekerjaan akan hilang akibat perkembangan teknologi dunia. Angka fantastis itu muncul dari laporan Survey Pekerjaan Masa Depan yang yang dirilis oleh Forum Ekonomi Dunia (World Economic Forum/WEF) tahun 2020.
Fenomena PHK di Indonesia sendiri mendapat sorotan banyak pihak terutama oleh berbagai asosiasi buruh. Tercatat dari Januari hingga Juli 2024 hampir 45 ribu buruh terkena PHK. Fenomena merebaknya PHK disebut-sebut karena UU Cipta Kerja atau yang biasa disebut Omnibus Law. Padahal UU Cipta Kerja ini dibuat untuk menciptakan kondisi yang mendukung pertumbuhan ekonomi dan masuknya investasi. UU sempat memantik protes banyak orang karena dianggap tidak pro buruh dan lebih mengedepankan kepentingan pihak pemilik modal.
UU Cipta Kerja dibanggakan oleh Presiden Jokowi karena mampu merevisi 88 UU dan 1.200 pasal yang tumpang tindih. Dengan adanya UU ini diharapkan membuat terbukanya lowongan kerja untuk masyarakat Indonesia. Namun realitasnya kondisi ekonomi Indonesia tidak berjalan seperti yang dijanjikan pada kampanye pemilihan presiden dengan pemakaian diksi “meroket”. Alih-alih terbang meroket, ekonomi Indonesia bisa dibilang turun ke bawah. Pertumbuhan ekonomi Indonesia era pemerintahan Presiden Jokowi hanya mencapai 4,2%. Jauh dari apa yang dijanjikan yaitu 7%.
Dengan adanya UU Cipta Kerja perusahaan lebih memilih untuk memakai system outsourcing ke hampir semua sektor. Outsourcing dianggap lebih mudah dan murah karena perusahaan tidak perlu mengeluarkan berbagai tunjangan kepada pegawai outsourcing. Pekerja outsourcing mayoritas tidak memiliki hak yang sama seperti pekerja tetap dalam hal cuti, tunjangan kesehatan, hingga jaminan sosial.
Perusahaan bisa lebih fleksibel untuk mengontrak tenaga kerja, tapi efeknya menjadikan posisi pekerja lebih rentan. Dengan adanya peluang itu, perusahaan akan secara perlahan mencari cara untuk melakukan PHK kepada karyawan tetap dengan alasan efisiensi dan merekrut karyawan outsourcing.
Pun di dalam UU ini perusahaan dipermudah untuk melakukan PHK kepada karyawannya. Perusahaan boleh melakukan PHK sepihak dengan alasan efisiensi bahkan dengan dasar audit internal. Dengan dalih efisiensi perusahaan juga bisa memberikan pesangon hingga setengah dari ketentuan.
Bagi karyawan, keputusan itu ibaratnya simalakama, diterima dia merugi, ditolak pun dia merugi. Jika berjuang untuk mendapatkan haknya akan ada proses panjang yang pastinya akan membutuhkan waktu , tenaga dan biaya. Hasil belum pasti namun pengeluaran sudah pasti. Sehingga banyak dari mereka menerima apa adanya keputusan PHK.
UU Cipta Kerja memang memberikan perusahaan manfaat dan fleksibilitas untuk berkembang. Namun hal ini justru memberikan beban lebih kepada buruh dan karyawan. Mereka khawatir kehilangan pekerjaan dan khawatir akan ketidakpastian masa depan karena status pekerjaan yang tidak jelas, beban kerja yang diberikan meningkat tanpa upah yang sesuai, cenderung stagnan atau bahkan menurun.
UU ini bukan berarti tidak memberikan dampak positif sama sekali. Cipta Kerja memberikan peluang investasi asing masuk karena aturan perizinan yang dipermudah. Nilai investasi asing meningkat setiap tahunnya. Namun investasi ini tidak memberikan dampak signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi karena investasi yang ada sebagian besar keuntungannya tidak dimiliki oleh rakyat.
Keuntungan Sebagian besar hanya dirasakan oleh pemilik perusahaan sedangkan buruh dan karyawannya hanya dijadikan objek yang jika sudah tidak diperlukan bisa diberhentikan secara sepihak. Akibat undang-undang Cipta Kerja, kelas menengah turun jumlahnya, biaya pendidikan mahal, harga rumah meningkat, harga sembako meningkat sampai beban pajak yang naik tiap tahunnya.
Pemerintah perlu memikirkan kembali keseimbangan antara fleksibilitas dan juga perlindungan pekerja. Agar tujuan dari undang-undang ini dapat benar-benar tercapai yaitu menciptakan lapangan kerja yang berkelanjutan. Ironis memang, UU yang diharapkan menciptakan lapangan kerja, malah membuat banyak orang kehilangan pekerjaan.
***
*) Oleh: Fitria Nurma Sari, Dosen Perbankan Syariah Universitas Ahmad Dahlan.
*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi TIMES Indonesia.
*) Kopi TIMES atau rubrik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.
*) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]
*) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim apabila tidak sesuai dengan kaidah dan filosofi TIMES Indonesia.
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Artikel ini sebelumnya sudah tayang di TIMES Indonesia dengan judul: UU Cipta Kerja: Ancaman Serius bagi Stabilitas Pekerjaan di Indonesia
Pewarta | : Hainorrahman |
Editor | : Hainorrahman |