https://jogja.times.co.id/
Opini

Ketika Guru sebagai Pilar Pendidikan di Pedesaan

Minggu, 23 November 2025 - 20:05
Ketika Guru sebagai Pilar Pendidikan di Pedesaan Dr. Hadis Turmudi, M.H., Dosen Pengajar di STMIK AMIKOM.

TIMES JOGJA, YOGYAKARTA – Pembangunan daerah pedesaan di Indonesia dari waktu ke waktu mengalami peningkatan yang signifikan. Jalan yang mulus, saluran irigasi yang baik, kantor pemerintahan desa yang berdiri kokoh, lapangan desa yang luas atau jaringan internet yang stabil semua merupakan tanda terjadinya transformasi pembangunan fisik di desa-desa nusantara.

Di tengah gencarnya pembangunan fisik, terdapat satu elemen yang sesungguhnya menjadi fundamental penting dalam pembangunan pedesaan yakni peningkatan Sumber Daya Manusia (SDM) desa. Kesenjangan pendidikan antara kota dan desa terlihat nyata, padahal wilayah nusantara mayoritas terdiri dari desa-desa.

Ketika berbicara tentang kualitas SDM pedesaan tidak dapat dipisahkan dengan peran guru yang selama ini terabaikan. Guru di pedesaan memegang peran sentral yang tidak hanya terbatas sebagai pendidik semata. Mereka adalah penggerak sosial, jembatan pengetahuan, sekaligus agen perubahan yang mampu memperkuat daya saing komunitas lokal. 

Di banyak desa bahkan mereka menjadi figur yang didatangi warga ketika menghadapi berbagai persoalan sosial. Tidak sedikit pula guru banyak menjadi penggerak tumbuhnya perekonomian di desa.

Selain itu di banyak daerah guru hadir sebagai figur sentral yang memahami denyut nadi masyarakat. Guru adalah konsultan keluarga, penggerak sosial, bahkan inovator lokal yang berfungsi multitalenta. 

Dari tangan merekalah lahir anak-anak desa yang kelak menjadi petani modern, pelaku UMKM, perawat, perantau, atau bahkan pemimpin daerah dan pejabat negara. Peran yang begitu luas ini seharusnya menjadi indikator betapa strategisnya posisi guru dalam ekosistem pembangunan bangsa khususnya di pedesaan.

Namun realitas di lapangan menunjukkan tantangan yang masih menganga lebar. Banyak guru di desa harus bekerja dengan fasilitas terbatas mulai dari ruang kelas yang rapuh, buku yang kurang, sampai akses teknologi yang tidak sebanding dengan sekolah-sekolah di kota. 

Bahkan tak jarang mereka harus berjalan jauh, melewati medan sulit hanya untuk memastikan kelas tetap berjalan. Meski demikian komitmen mereka guna berbagi ilmu tidak pernah surut dengan kondisi yang ada. 

Kesenjangan teknologi menjadi tantangan berikutnya di saat jaman menuntut seperti suatu keharusan. Revolusi digital yang melanda dunia seharusnya membuka kesempatan bagi siapa saja untuk mengakses ilmu pengetahuan. 

Dalam konteks ini guru memainkan peran penting sebagai jembatan digital bukan hanya mengajarkan literasi dasar, tetapi juga membantu murid memahami teknologi sebagai alat untuk belajar, bekerja, dan berkreasi.

Selain itu, penghargaan terhadap profesi guru harus diwujudkan tidak hanya melalui seremoni semata namun melalui keberpihakan nyata. Tidak seharusnya masih banyak guru honorer di pedesaan yang digaji jauh dari standar layak. Bila negara menjadikan SDM sebagai prioritas pembangunan, maka guru desa seharusnya berada di posisi paling diperhatikan.

Mewujudkan guru profesional di pedesaan

Pendidikan merupakan kunci dari kemajuan bangsa dan ketika warganya memiliki wawasan, pengetahuan atau keterampilan maka dengan sendirinya negara akan tumbuh berkembang. Disinilah peran sentral guru sebagai pendidik dituntut untuk bekerja secara profesional sesuai kapasitas mereka.

Dalam filosofi Jawa, istilah Guru berasal dari kata “digugu” lan “ditiru”, digugu berarti dipercaya sedangkan ditiru berarti diteladani. Seorang guru bukan hanya menyampaikan pengetahuan, tetapi juga harus menjadi teladan dalam tindakan, ucapan, dan sikap. Guru dipercaya bukan karena jabatannya semata, tetapi karena integritas moral dan kebijaksanaannya.

Guna menciptakan seorang pendidik yang profesional maka diperlukan langkah strategis, antara lain, pertama  adanya peningkatan kompetensi berkelanjutan (Continuous Professional Development). Seorang guru tidak berhenti pada ijazah atau sertifikasi saja namun guru perlu terus belajar sesuai perkembangan jaman.

Kedua penguatan etika profesi dan integritas, dimana guru yang berintegritas akan menciptakan lingkungan belajar yang aman dan penuh kepercayaan. Ketiga penguasaan teknologi dalam pembelajaran, dalam hal ini teknologi bukan sebagai pengganti guru namun sebagai alat untuk memperkuat kreativitas dan efektivitas pembelajaran. 

Ke empat menciptakan lingkungan sekolah yang kondusif, dimana sekolah merupakan rumah kedua bagi seorang pendidik. Melalui sekolah yang kondusif akan menciptakan suasana kerja yang harmonis sehingga dapat secara maksimal dalam penyampaian setiap materi kepada anak didik.

Kelima adanya peningkatan kesejahteraan guru, yang mana tidak mungkin menuntut profesionalitas tinggi jika kebutuhan dasar guru belum terpenuhi. Hal ini dapat dilakukan dengan adanya beban kerja yang proporsional, adanya ruang inovasi dan pengakuan diri, apresiasi dan remunerasi, gaji yang sesuai dan fasilitas sekolah yang memadai.

Dengan adanya kolaborasi dan sinergi semua pihak yang bertujuan medorong tumbuhnya kreasi dan inovasi dari para pendidik agar terus tumbuh dan berkembang. Keterlibatan masyarakat, orang tua maupun pemerintah desa sangat membantu memperkuat kompetensi guru dalam mengontekstualkan pembelajaran.

Mewujudkan guru profesional adalah investasi jangka panjang bagi bangsa khususnya daerah pedesaan. Tidak cukup hanya dengan pelatihan sesaat, tetapi memerlukan ekosistem pendidikan yang mendukung. 

Guru profesional lahir dari kombinasi kompetensi kuat, karakter yang baik, teknologi yang dikuasai, kesejahteraan yang terjamin, serta budaya kolaborasi yang sehat. Ketika guru menjadi profesional, maka kualitas pendidikan meningkat yang berujung terjadinya peningkatan SDM bangsa melalui peran guru di desa nusantara.

***

*) Oleh : Dr. Hadis Turmudi, M.H., Dosen Pengajar di STMIK AMIKOM.

*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id

*) Kopi TIMES atau rubik opini di TIMES Indonesia  untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

*) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]

*) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim.

Pewarta : Hainor Rahman
Editor : Hainorrahman
Tags

Berita Terbaru

icon TIMES Jogja just now

Welcome to TIMES Jogja

TIMES Jogja is a PWA ready Mobile UI Kit Template. Great way to start your mobile websites and pwa projects.