https://jogja.times.co.id/
Opini

Harga Mahal Kerusakan Lingkungan

Rabu, 03 Desember 2025 - 09:56
Harga Mahal Kerusakan Lingkungan Wurianto Saksomo, Alumnus S1 FH UGM dan S2 MAP UGM.

TIMES JOGJA, YOGYAKARTA – Bencana banjir bandang dan tanah longsor di tiga provinsi di Sumatra adalah tragedi yang harus dipandang bukan sebagai peristiwa tunggal, melainkan sebagai titik kulminasi dari kebijakan ekonomi yang kuran tepat. 

Di tengah duka mendalam dan kerugian materi yang masif, analisis dari lembaga lingkungan dan ekonomi menemukan benang merah yang sama. Bencana ini adalah wujud atas eksploitasi lingkungan yang tidak bertanggung jawab.

Greenpeace Indonesia dan Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) secara tegas menyatakan bahwa bencana ini bukan semata-mata produk dari siklon tropis atau curah hujan ekstrem. Menurut Arie Rompas dari Greenpeace, bencana dipicu oleh daya dukung dan daya tampung lingkungan yang semakin terdegradasi. 

Manajer Walhi Melva Harahap menambahkan, aktivitas ekonomi yang bersifat eksploitatif, khususnya yang melibatkan izin konsesi berskala besar seperti perkebunan kelapa sawit dan Hutan Tanaman Industri (HTI), telah memperparah degradasi tersebut.

Pernyataan dari kedua lembaga lingkungan ini menegaskan bahwa kita telah meruntuhkan pertahanan alami kita sendiri. Hutan alam adalah infrastruktur pencegah bencana terbaik. Pohon dengan akar-akarnya yang kuat dan hutan yang kaya humus berfungsi sebagai spons raksasa yang menahan laju air hujan, menyerap kelebihan air, dan melepaskannya perlahan ke sungai.

Ketika hutan alam diganti menjadi perkebunan monokultur seperti sawit, maka kemampuan ekosistem untuk menahan laju air hujan berkurang drastis. Monokultur memiliki sistem akar yang dangkal dan struktur tanah yang lebih padat, membuat air mengalir cepat di permukaan, membawa material tanah, lumpur, dan sisa-sisa tebangan. Inilah yang mengubah hujan biasa menjadi banjir bandang yang merusak dan mematikan.

Aktivitas ekstraktif skala besar yang difasilitasi oleh izin konsesi menciptakan luka besar di bentang alam. Izin-izin ini seringkali menabrak kawasan lindung, hulu sungai, atau daerah resapan air. 

Dengan demikian, bencana di Sumatra adalah sebuah alarm bahwa model ekonomi yang menempatkan pertumbuhan PDB di atas kelestarian ekologis adalah model yang rentan dan pada akhirnya, merugikan secara finansial.

Dampak dari degradasi lingkungan yang terakumulasi ini tecermin jelas dalam analisis ekonomi. Direktur Eksekutif Centre of Economic and Law Studies (Celios), Bhima Yudhistira, memperkirakan bahwa pertumbuhan ekonomi kuartal IV-2025 hanya akan mencapai 5,03%, terhambat secara signifikan oleh bencana di Sumatra.

Angka ini bukanlah sekadar statistik makro. Ini adalah total dari penderitaan dan kerugian riil yang harus ditanggung rakyat dan negara. Pertama, kerusakan infrastruktur berupa rusaknya jalan, jembatan, dan fasilitas publik yang menelan biaya perbaikan triliunan rupiah.

Kedua, kehilangan pendapatan berupa hilangnya mata pencaharian rumah tangga, baik dari sektor pertanian maupun non-pertanian. ketiga, kehilangan produksi berupa hancurnya lahan pertanian yang baru saja ditanami atau siap panen.

Secara spesifik, Celios memproyeksikan kerugian ekonomi di tiga provinsi mencapai angka yang mengejutkan: Aceh Rp2,2 triliun, Sumatera UtaraRp 2,07 triliun, dan Sumatera Barat Rp2,01 triliun. Total kerugian yang melebihi Rp 6 triliun.

Kerugian triliunan ini membuktikan bahwa argumen pertumbuhan ekonomi yang didasarkan pada eksploitasi sumber daya alam adalah ilusi finansial. Keuntungan yang diperoleh korporasi dalam jangka pendek akan ditanggung oleh negara dan rakyat dalam bentuk biaya bencana dan pemulihan dalam jangka panjang. 

Angka kerugian ini juga secara tidak langsung menguatkan dugaan bahwa pemerintah pusat enggan menetapkan Status Darurat Bencana Nasional karena implikasi fiskalnya yang masif. 

Menghadapi kenyataan pahit ini, desakan Celios untuk segera memberlakukan moratorium izin tambang dan perluasan kebun sawit adalah sebuah keharusan. Moratorium bukan sekadar kebijakan lingkungan, melainkan strategi ketahanan ekonomi yang mendesak.

Bhima Yudhistira benar, sudah saatnya Indonesia beralih ke ekonomi yang lebih berkelanjutan. Transisi ini membutuhkan keberanian politik untuk melawan kepentingan korporasi skala besar dan menempatkan keselamatan ekologis sebagai prasyarat investasi.

Perubahan drastis harus dilakukan oleh pemerintah. Pertama, melakukan audit menyeluruh terhadap semua izin konsesi di kawasan rawan bencana dan hulu sungai, dan mencabut izin yang terbukti melanggar daya dukung lingkungan. 

Kedua, memaksa pemegang konsesi yang melanggar untuk bertanggung jawab merehabilitasi lahan yang rusak, bukan sekadar membayar denda.

Ketiga, menetapkan anggaran tanggap darurat bencana sebagai pos yang tidak dapat dialihkan dan menjamin pendanaan yang cukup untuk menghadapi bencana.

Banjir di Sumatra telah membuka mata kita. Kita tidak bisa terus-menerus membangun ekonomi dengan menggadaikan nyawa dan masa depan. Jika pemerintah terus abai terhadap fakta-fakta ilmiah dan data kerugian ekonomi yang telah diungkap oleh Walhi, Greenpeace, dan Celios, maka tragedi serupa hanyalah tinggal menunggu waktu. 

Sekarang adalah momen untuk memilih: menjadi bangsa yang belajar dari kerugian triliunan rupiah dan beralih ke keberlanjutan atau menjadi bangsa yang terus mengulang siklus bencana karena dibutakan oleh keuntungan sesaat dari aktivitas ekstraktif yang merusak.

 

***

*) Oleh : Wurianto Saksomo, Alumnus S1 FH UGM dan S2 MAP UGM.

*)Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id

 

____________
**) Kopi TIMES atau rubik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

**) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]

**) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim apabila tidak sesuai dengan kaidah dan filosofi TIMES Indonesia.

Pewarta : Hainor Rahman
Editor : Hainorrahman
Tags

Berita Terbaru

icon TIMES Jogja just now

Welcome to TIMES Jogja

TIMES Jogja is a PWA ready Mobile UI Kit Template. Great way to start your mobile websites and pwa projects.