https://jogja.times.co.id/
Opini

Mengelola Beban Ganda Resesi Emosional Menuju Ketahanan

Minggu, 30 November 2025 - 20:00
Mengelola Beban Ganda Resesi Emosional Menuju Ketahanan Fx. Wahyu Widiantoro, Staf Pengajar Psikologi UP45.

TIMES JOGJA, YOGYAKARTA – Akhir tahun seharusnya menjadi momentum refleksi damai, namun Desember 2025 datang membawa beban ganda bagi banyak keluarga di Indonesia. Kita disuguhi serangkaian peristiwa yang secara kolektif menguras energi dan harapan, mulai dari bencana alam hingga tekanan ekonomi yang tak kunjung mereda. Ini adalah cerminan dari Stres Multidimensi Kolektif, tekanan dari berbagai sektor berkumpul dan menekan batas mental masyarakat untuk bertahan.

Guncangan dimulai dari lingkungan terdekat. Pekan terakhir November 2025 menyisakan luka; banjir bandang yang menerjang beberapa kabupaten telah memporak-porandakan ribuan rumah tangga. 

Kerugian material terhitung besar, tetapi yang paling kritis adalah kerusakan pada “rasa aman dasar” masyarakat. Bagi warga terdampak, bencana adalah ancaman eksistensial. Sementara bagi kita yang menyaksikan melalui layar, paparan berulang terhadap penderitaan ini memicu Kecemasan Sekunder.

Di saat yang sama, denyut nadi perekonomian masih berdetak lambat. Laporan Survei Konsumen menunjukkan bahwa meskipun inflasi terkendali, optimisme konsumsi masih tertahan. Kelesuan ekonomi ini menyerang bukan hanya dompet, tetapi juga Harga Diri. 

Tuntutan sosial untuk merayakan akhir tahun menjadi terasa jauh lebih berat. Kepala keluarga dihadapkan pada tekanan besar untuk tetap menjadi penyedia, dan kegagalan dalam peran ini sering kali diterjemahkan menjadi rasa bersalah dan malu yang menggerus semangat. Inilah yang kita sebut Resesi Emosional: ketika uang terbatas juga mengurangi nilai diri seseorang di mata sendiri dan keluarga.

Beban psikologis ini diperparah oleh Krisis Kepercayaan Sosial. Berita tentang penipuan, skandal figur publik, dan penanganan kasus yang menimbulkan pertanyaan publik, menimbulkan Disorientasi Moral di tengah masyarakat. Lebih lanjut, Peringatan Hari Guru Nasional pekan lalu memperlihatkan ironi yang mengemuka. 

Kritik di lapangan yang mengungkap jurang lebar antara urgensi digital dan realitas implementasi, mulai dari beban administrasi guru hingga akses fasilitas di daerah 3T, mengikis rasa harapan kolektif. Masyarakat merasa kehilangan kendali yang dirasakan atas nasib anak-anak mereka.

Meskipun diagnosis kondisi mental kolektif kita terasa berat, kita tidak boleh menyerah pada fatalisme. Ketahanan bukan berarti tidak merasakan sakit, melainkan kemampuan untuk bangkit dan menemukan makna di tengah penderitaan. 

Untuk mengelola beban ganda ini, Desember harus dijadikan momentum untuk menemukan titik temu antara perjuangan individual dan kekuatan komunal. Kita perlu segera menetapkan agenda kolektif; langkah awal dimulai dengan validasi kelelahan dan kecemasan yang dirasakan, memberikan izin pada diri sendiri untuk merasa tidak baik-baik saja. 

Dari penerimaan diri ini, kita perlu menciptakan ruang aman di komunitas untuk saling mendengarkan tanpa menghakimi. Dukungan sosial adalah tumpuan bersama, bukan pengganti perjuangan, melainkan vaksin terbaik melawan stres massal.

Di tengah kesulitan ekonomi, mari kita geser fokus dari profit ke purpose (Makna). Kegiatan yang memberikan Makna, seperti menjadi relawan atau berbagi pengetahuan, mengaktifkan koneksi dan penghargaan kolektif. 

Purpose kolektif adalah kompensasi mental yang memulihkan motivasi di tengah keterbatasan finansial. Yang terpenting, di tengah individualisme yang menguat, perlu diperkuat Rasa Memiliki (Sense of Belonging). 

Kekuatan kita justru terletak pada Identitas Kolektif, menjadikannya landasan kokoh yang memberdayakan individu untuk mandiri secara mental. Benteng komunal ini harus kita jaga agar setiap pribadi memiliki harga diri yang kuat untuk maju, alih-alih terpuruk dalam keterasingan. 

Memasuki minggu-minggu krusial di akhir tahun ini, tantangan akan mencapai puncaknya, tetapi Ketahanan sejati bukan harapan pasif, melainkan pilihan sadar untuk saling menopang dan menjadi tumpuan bersama bagi lingkungan terdekat. (*)

***

*) Oleh : Fx. Wahyu Widiantoro, Staf Pengajar Psikologi UP45.

*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id

*) Kopi TIMES atau rubik opini di TIMES Indonesia  untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

*) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]

*) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim.

Pewarta : Hainor Rahman
Editor : Hainorrahman
Tags

Berita Terbaru

icon TIMES Jogja just now

Welcome to TIMES Jogja

TIMES Jogja is a PWA ready Mobile UI Kit Template. Great way to start your mobile websites and pwa projects.