TIMES JOGJA, BANTUL – Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia Kabupaten Bantul (PHRI Bantul), Yohanes Hendra Dwi Utomo, menyambut baik keputusan Kementerian Keuangan yang membuka blokiran anggaran senilai Rp 86,6 triliun.
Ia berharap pembukaan anggaran tersebut bisa berdampak langsung terhadap industri perhotelan, terutama dalam peningkatan kegiatan-kegiatan yang melibatkan pemerintah.
"Perihal masalah Kemenkeu membuka blokiran untuk anggaran senilai Rp86 triliun, tentunya kami di PHRI berusaha bagaimana caranya agar pembukaan anggaran tersebut bisa berdampak," ujarnya, Senin (05/05/2025).
Menurut Yohanes, kegiatan seperti meeting dan gathering yang dilakukan oleh pemerintah, baik pusat maupun daerah, menjadi harapan besar untuk kembali bergeliat di sektor perhotelan.
Meski baru beberapa hari sejak pengumuman pembukaan blokir anggaran, ia berharap dampaknya bisa segera dirasakan. Apalagi memang sudah ada kegiatan-kegiatan yang diterapkan oleh OPD atau kementerian.
"Kebetulan saya, saat ini baru dari Kalimantan, kerja sama dengan Dinas Pariwisata Kutai Kartanegara. Dari tanggal 5 sampai 8 Mei 2024, saya mengisi kegiatan workshop dan sertifikasi kompetensi di sana, dan kegiatan itu sudah dilakukan di hotel," katanya.
Yohanes berharap hal serupa juga terjadi di DIY, khususnya di Bantul, agar pelaku usaha hotel yang memiliki ruang meeting bisa merasakan manfaat dari kebijakan tersebut.
Meski demikian, Yohanes mengungkapkan bahwa sejumlah dinas masih belum bisa menyelenggarakan kegiatan karena belum ada perintah atau anggarannya belum sepenuhnya dibuka.
"Hanya saja sambil berjalan, anggarannya sudah mulai dibuka pelan-pelan, meskipun belum banyak," tambahnya.
Yohanes menekankan bahwa pembukaan blokir anggaran senilai Rp86,6 triliun ini merupakan informasi publik yang semestinya sangat berdampak. Sebelumnya, karena belum ada pernyataan resmi dari Kemenkeu, kegiatan sangat terbatas dan nilai pagu anggaran tidak sebesar tahun-tahun sebelumnya.
Sebagai informasi, Kementerian Keuangan membuka blokiran anggaran sebesar Rp86,6 triliun agar kementerian dan lembaga dapat kembali melakukan belanja untuk program prioritas pemerintah.
Kebijakan ini merupakan tindak lanjut dari Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 1 Tahun 2025 tentang Efisiensi Belanja dalam Pelaksanaan APBN dan APBD Tahun Anggaran 2025. (*)
Pewarta | : Edy Setyawan |
Editor | : Ronny Wicaksono |