TIMES JOGJA, YOGYAKARTA – Sebanyak 30 budayawan dan aktivis Yogyakarta menyalurkan kritikan tajam atas keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 90/PPU-XXI/2023 terkait batas usia capres/cawapres. Kritikan itu dikemas dalam aksi gelaran ketoprak tobong di lobi Gedung DPRD DIY.
Pimpinan produksi lakon ketoprak tobong, Widihasto Wasana Putro menyajikan lakon berjudul 'Mahkamah Kongkalikong'. Lakon ini mengisahkan situasi Desa bernama Antah Berantah yang semula aman tenteram. Namun, tiba-tiba gaduh karena diempas badai nepotisme.
Hasto berharap, lewat lakon ini keputusan MKMK yang akan dikeluarkan, Selasa (7/11/2023) akan bersifat adil sehingga memenuhi harapan masyarakat.
Sejumlah seniman yang tampil yaitu Miyanto, Hargi Sundari, Sumardiyanto Ketel, Bagong Tris, Novi Kalur, Aldo Iwak Kebo, Tuminten, Dalyanto, Supri, Patit, Sarwono, Rika Anggita, dan Yanti Lemoe.
Sementara aktivis gerakan yang bakal tampil antara lain Hendro Pleret, Noor Janis, Syafaat Noor Rochman, Dodo Alfaro, Bambang KSR, dan Arya Yudha.
“Kolaborasi antara budayawan dan aktivis ini sebagai aksi protes dari kami terhadap keputusan MK yang menjadi perhatian dan kontroversi luas. Lewat gelaran lakon inilah untuk membuka kesadaran dan sikap kritis masyarakat bahwa negara Indonesia sedang tidak baik-baik saja,” jelas Hasto, Senin (6/11/2023).
Hasto juga menyebutkan untuk pemilihan kata kongkalikong ini seperti memberi gambaran bahwa keputusan yang dihasilkan oleh MK terkait batas usia capres-cawapres sudah direkayasa dan diseting oleh pihak-pihak yang memiliki kepentingan atas itu.
“Saya melihat ada konflik kepentingan kuat di tubuh MK sendiri dengan salah satu pasangan capres-cawapres. Patut diduga keputusan MK sarat dengan kepentingan nepotisme,” terangnya di sela-sela aksi pementasan.
Seorang seniman, Hendro Pleret yang memerankan salah satu Hakim MK yang pro keluarga Presiden Jokowi tersebut. Hendro begitu antusias meski memerankan tokoh 'Iparnya Pak Lurah'.
“Sayangnya saya jadi hakim yang pro kepada iparnya pak lurah. Tapi tidak apa apa karena itu peran/satire yang penting kita tidak gentar karena ada Ganjar-Mahfud,” papar Hendro Pleret.
Pentas ketoprak tobong tersebut berlangsung selama hampir satu jam ini dan disutradarai seniman Nano Asmorodono. Menariknya, lakon 'Mahkamah Kongkalikong' baru pertama kali ini digelar di DPRD DIY. Artinya, ini termasuk sejarah baru di Yogyakarta. (*)
Artikel ini sebelumnya sudah tayang di TIMES Indonesia dengan judul: Seniman Yogyakarta Kritik MK Lewat Lakon Ketoprak Tobong 'Mahkamah Kongkalikong'
Pewarta | : Olivia Rianjani |
Editor | : Ronny Wicaksono |