TIMES JOGJA, YOGYAKARTA – Pemkot Yogyakarta kembali menggiatkan program bedah rumah tidak layak huni (RTLH) sebagai wujud kepedulian terhadap warga kurang mampu. Kali ini, kegiatan difokuskan di wilayah Kelurahan Sorosutan dan Tahunan dengan melibatkan dukungan Baznas Kota Yogyakarta, program Corporate Social Responsibility (CSR) perusahaan, serta partisipasi masyarakat melalui semangat gotong royong.
Bedah rumah kali ini menyasar dua rumah warga yang sudah lama rusak parah. Rumah pertama milik Budi Yati di RT 35 RW 15 Nalen, Sorosutan. Kondisi atap rumah tersebut bocor dan sebagian nyaris roboh.
Lantai belum diplester, kamar mandi tidak layak, dan membuat penghuni kesulitan beraktivitas sehari-hari. Rumah kedua milik Wasirah, warga Tahunan RT 8 RW 2, juga mengalami kerusakan serupa. Atap bocor, dinding belum diplester, lantai rusak, serta dapur tidak layak digunakan.
Keduanya merupakan janda yang selama ini tidak mampu memperbaiki rumah mereka. “Rumah yang tidak sehat bisa menjadi sumber penyakit. Atap bocor, lantai lembab, itu memicu munculnya penyakit menular, bahkan bisa berdampak pada stunting,” ungkap Wali Kota Yogyakarta, Hasto Wardoyo, Senin (6/10/2025).
Menurut Hasto, persoalan RTLH tidak hanya berdampak pada kenyamanan, tetapi juga kesehatan masyarakat. Ia menegaskan, lingkungan kumuh harus segera diatasi demi mencegah penyakit seperti TBC hingga masalah gizi buruk pada anak. “Mari kita perbaiki bersama lingkungan yang kumuh dengan semangat gotong royong. Itu jiwa Segoro Amarto yang kita junjung,” tegasnya.
Dalam kegiatan ini, Baznas Kota Yogyakarta memberikan bantuan rehabilitasi rumah Budi Yati di Sorosutan, sementara CSR Pamela Supermarket ikut mendukung perbaikan rumah Wasirah di Tahunan. Selain itu, sejumlah organisasi perangkat daerah (OPD) Pemkot Yogyakarta juga turut memberikan kontribusi.
Hasto menambahkan, hingga saat ini sudah ada sekitar 46 RTLH yang berhasil diperbaiki melalui program ini. Dengan tambahan dua rumah di Sorosutan dan Tahunan, angka tersebut terus bertambah tanpa menggunakan dana APBD maupun APBN. “Program ini murni hasil gotong royong. Marilah budaya gotong royong terus kita pegang teguh dengan penuh keikhlasan, agar kita bersama-sama bisa membantu warga yang lemah,” ucapnya.
Kebahagiaan jelas terpancar dari wajah para penerima manfaat. Budi Yati, misalnya, mengaku sangat lega setelah rumahnya diperbaiki. Selama lima tahun terakhir, ia hidup di rumah bocor dengan ember yang selalu disiapkan saat hujan turun. “Senang sekali, sekarang bisa tinggal dengan tenang di rumah layak huni. Tidak takut lagi atap roboh,” ujarnya penuh syukur.
Wasirah, warga Tahunan, juga menuturkan hal serupa. Rumahnya rusak sejak gempa besar Yogyakarta dan belum pernah diperbaiki karena keterbatasan biaya. “Harapannya rumah jadi lebih bersih, sehat, dan layak untuk ditinggali,” ungkapnya haru.
Program bedah rumah ini kembali menjadi bukti nyata bahwa budaya gotong royong masyarakat Yogyakarta masih terjaga kuat. Tak hanya pemerintah, tetapi seluruh lapisan masyarakat ikut berkontribusi dalam membangun kehidupan yang lebih baik bagi sesama. (*)
Pewarta | : A Riyadi |
Editor | : Faizal R Arief |