TIMES JOGJA, YOGYAKARTA – Ratusan mahasiswa di Yogyakarta turun ke jalan, Sabtu (16/12/2023) sore. Para mahasiswa yang tergabung dalam aksi Gejayan Memanggil ini mengeluhkan beberapa kebijakan pemerintah.
Mereka menilai, pemerintahan saat ini tidak bisa menyejahterahkan rakyat, terutama perihal biaya pendidikan yang terbilang mahal. Termasuk di DIY sendiri pada tahun 2023 ini, dinobatkan sebagai wilayah dengan biaya pendidikan termahal se-Indonesia.
Hal itu mengacu pada data Badan Pusat Statistik (2023), yang mana disebutkan bahwa rata-rata biaya kuliah di Yogyakarta dalam setahun mencapai Rp21 juta.
“Kebijakan pemerintah saat ini tidak berkepentingan kepada rakyat justru berkepentingan investor. Apalagi akses terhadap pendidikan tinggi itu sendiri sudah ditutup dengan biaya yang amat tinggi. Tentu aksi ini adalah bentuk kemarahan karena hari ini bukanlah hari yang tepat untuk menahan sabar dan menahan emosi,” kata Rifki Ahmad seorang peserta aksi orasi.
Rifki menerangkan, yang dimaksud biaya kuliah di sini bukan hanya nominal Uang Kuliah Tunggal (UKT) saja. Namun, juga variabel seperti biaya transportasi, perangkat pembelajaran, dan uang saku mahasiswa juga dihitung.
Adapun besaran UKT terhadap biaya kuliah keseluruhan mencakup 34,69% bagi mahasiswa di perguruan tinggi negeri (PTN) dan 40,22% di perguruan tinggi swasta (PTS).
Selain itu, data BPS menyebutkan, bahwa pendapatan per kapita warga Yogyakarta yaitu Rp44 juta per tahun. Jika ditarik kembali pada rata-rata biaya kuliah di Jogja dalam setahun Rp21 juta, dapat disimpulkan separuh pendapatan warga Yogyakarta dialokasikan ke biaya pendidikan. Terlebih, pada hidup layak di Yogyakarta sendiri harus Rp4,6 juta per bulan, justru UMRnya hanya Rp2 jutaan.
“Sudah banyak korban UKT yang mahal berjatuhan di Yogyakarta. Di UNY, ada kasus mendiang Riska yang viral pada awal 2023,” papar Rifki.
Selain itu, di Kampus UMY ada seorang mahasiswa yang bunuh diri dengan tunggakan biaya kuliah. Di UGM, viral video pendek tentang curhatan para mahasiswa baru dan orang tuanya yang telah dan hampir mengundurkan diri dari penerimaan mahasiswa baru karena mahalnya UKT dan Uang Pangkal.
Di sisi lain, Restu Baskara selaku Humas Aliansi Bergerak kecewa terhadap kebijakan pemerintah yang dinilainya gagal memakmurkan petani. Terutama program Food Estate di Kalimantan Tengah.
“Mereka yang dekat kekuasaan bisa mengajak-ngajak Kalimantan atas nama ibukota negara yang menghabiskan ratusan triliun mengalir untuk proyek buat Food Estate dari Kalimantan. Artinya, Jokowi telah gagal menyelamatkan para petani,” ungkap Restu Baskara selaku Humas Aliansi Bergerak. (*)
Pewarta | : Olivia Rianjani |
Editor | : Faizal R Arief |