TIMES JOGJA, YOGYAKARTA – PT Jujur Kinaryo Projo (JKP) angkat bicara terkait polemik konsumsi pelantikan dan bimbingan teknis (bimtek) Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) Kabupaten Sleman yang diduga disunat dan diselidiki Kejaksaan Tinggi DIY (Kejati DIY). Perusahaan ini mengklaim, tidak mengetahui asal usul anggaran konsumsi pelantikan KPPS tersebut.
“Terus terang kami tidak mengetahui dari mana sumbernya anggaran konsumsi pelantikan KPPS Rp15.000, tapi penyajiannya Rp2.500. Angka itu bukan bersumber dari kami. Kami tidak tahu menahu dengan angka Rp2.500 tersebut,” ucap Direktur Utama PT Jujur Kinaryo Projo (JKP) Ari Hadianto di kantornya, (13/2/2024).
Dalam penyelidikan Kejati DIY, tim penyelidik tidak menemukan indikasi penyelewengan dan kerugian keuangan negara dalam pengadaan. Alhasil, penelusuran oleh kejaksaan kemudian dihentikan.
Mengenai hal tersebut, Ari bertanya-tanya saat mengetahui Ketua KPU Kabupaten Sleman Ahmad Baehaqi kepada sejumlah awak media menjelaskan, telah mengambil langkah tegas dengan memberikan sanksi berupa pemutusan kontrak kepada pihak penyedia/vendor lantaran dianggap telah mengingkari perjanjian alias wanprestasi.
Tuduhan sepihak itu membuatnya heran. Karena menurutnya hingga pelaksanaan pelantikan anggota KPPS se-Sleman yang diselenggarakan pada Kamis (25/1/2024), KPU Sleman belum menandatangani kontrak dengannya.
“Pertanyaannya bagaimana mungkin belum ada kontrak sudah ada statement kontrak diputus karena kami dituduh melakukan wanprestasi,” bebernya.
Direktur utama JKP ini menekankan pernyataan tersebut merupakan sebuah kebohongan. Dengan demikian, lanjut Ari, tidak ada kontrak yang sesungguhnya diputus.
“Belum ada kontrak kok sudah bicara kontrak diputus. Dari mana dasarnya?” tanyanya dengan nada bingung.
Adapun soal jumlah snack, Ari menyebut juga berbeda. Data seperti rilis ketua KPU Sleman sebanyak 24.199 orang. Sedangkan data yang diterima PT JKP untuk pelantikan KPPS sebanyak 25.231 orang. Ada selisih yang sangat besar. Selisihnya sejumlah 1.032 orang.
“Ini jumlah yang sangat besar dan potensi kerugian kami,” tandasnya.
Kemudian, pernyataan KPU Sleman yang telah memutus kontrak, dinilai Ari sebagai tindakan cenderung terburu-buru. Alasannya, sampai sekarang PT JKP belum pernah menandatangani kontrak formil dengan KPU Sleman.
“Tidak ada klarifikasi secara baik-baik kepada kami terlebih dahulu. Ini menyebabkan kami menjadi objek serangan yang diarahkan kepada perusahaan maupun kami,” sesal Ari.
Selain itu, Ari juga menceritakan sekretariat KPU Sleman melakukan pemesanan snack kepada pihaknya melalui program e-katalog. Melalui e-katalog, PT JKP telah menjelaskan isi dari setiap paket makanan ringan kering yang akan disediakan.
Waktu itu telah disetujui Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) KPU Sleman. Selain itu, KPU Sleman menegaskan, yang diutamakan adalah distribusi makanan yang harus terjamin. Tidak terlambat dan tanpa ada makanan yang basi.
“KPU Sleman baru melakukan klik pada e-katalog pada Selasa (23/1/2024) pukul 15.11. Kami kemudian mengonfirmasi pada pukul 18.46. Adapun PPK KPU Sleman baru menyelesaikan negosiasi pada Jumat (26/2/2024) pukul 13.24. Kemudian PPK menyetujui paket pada Jumat (26/2/2024). Ini persis sehari usai pelaksanaan distribusi snack berlangsung,” terangnya.
Ari mengaku, sampai saat ini tidak mengetahui isi kontrak yang dimaksud oleh KPU Sleman. “Sampai sekarang kami tidak tahu apa sebenarnya isi dan bunyi kontrak yang diputus ketua KPU Sleman tersebut. Sebab, kami belum pernah menerima maupun membaca dokumen dimaksud,” jelas Ari. (*)
Pewarta | : Olivia Rianjani |
Editor | : Deasy Mayasari |