https://jogja.times.co.id/
Kopi TIMES

Antara Peluang dan Tantangan dalam Disaster Tourism

Minggu, 26 Maret 2023 - 16:04
Antara Peluang dan Tantangan dalam Disaster Tourism Dyaloka Puspita Ningrum,S.I.Kom.,M.I.Kom; Dosen Program Studi Ilmu Komunikasi Universitas Widya Mataram Yogyakarta.

TIMES JOGJA, YOGYAKARTA – Secara geografis apabila melihat posisi Indonesia yang berada di jalur “Ring of Fire” sangatlah  berpotensi terhadap datangnya suatu bencana. Namun, pada situasi lainnya pula bahkan tidak menutup berbagai peluang akan rangkaian peristiwa yang kapan saja dapat terjadi, misal dengan fenomena berwisata publik di area rawan bencana/disaster tourism.  Keberadaan disaster tourism seperti halnya industri yang sensitif, yang dengan demikian pun cenderung berorientasi pada krisis sekaligus kritik terhadap sektor kepariwisataan itu sendiri. 

Disamping memang, ancaman bencana dapat juga disebabkan oleh faktor alam yang sulit untuk diprediksikan atau justru berangkat dari ulah manusia yang dalam kehidupannya abai dengan lingkungan sekitar, seperti : pembuangan sampah rumah tangga/detergen, pencemaran limbah hotel/resto, perusahaan serta pembakaran hutan secara sembarangan. Kendati begitu, agenda wisata bencana seiring waktu justru sudah semakin menjadi preferensi perjalanan berwisatanya publik. 

Meskipun menurut standar global United National World Toursim Organization (UNWTO) setiap daerah maupun negara yang bersangkutan tidaklah dianjurkan untuk melakukan kegiatan promosi terhadap sebuah destinasi wisata ketika sedang dilanda bencana. Termasuk tidak kalah pentingnya, media massa pun harus berperan sebagai “early warning system” dalam menginformasikan sekaligus mengedukasi khalayak luas terhadap berbagai isu kebencanaan yang akan terjadi.  

Untuk mengantisipasi timbulnya bencana tersebut, tentu diperlukan manajemen kebencanaan berupa langkah-langkah strategis yang tepat guna, baik pada kegiatan pra-bencana/mitigasi, saat terjadi bencana/tanggap darurat, maupun pasca bencana berlangsung/rehabilitas, sebagaimana informasi yang tertuang di dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007. Selain itu, Undang-Undang Kepariwisataan Nomor 10 Tahun 2009 (Pasal 26 Ayat D) juga menjelaskan bahwa setiap pengusaha pariwisata berkewajiban memberikan kenyamanan, keramahan, perlindungan keamanan dan keselamatan terhadap para wisatawannya. 

Keelokan pesona pariwisata Indonesia yang tidak tertandingi memang terus memotivasi kunjungan wisatawan di berbagai penjuru tempat. Sekalipun disejumlah kawasan yang beresiko dan mengancam, khususnya sebagai simbol disaster tourism/wisata bencana. Cukup ironis apabila menyoroti keberadaan objek wisata tersebut, karena tidak lepas pula dari dua persoalan yang bahkan berjalanan secara beriringan antara pemikiran warga lokal dengan aktifitas “bercocok tanam” maupun turut berkontribusi dalam upaya bertahan ditengah ancaman bencana dalam pemenuhan “nilai ekonomis pariwisata” oleh masing-masing pihak. Praktik berwisata di area rawan bencana di satu sisi merupakan sarana alternatif untuk meningkatkan pengalaman wisatawan dalam memahami suatu tragedi bencana di masa lalu. Namun terkadang etika berwisata pun sungguh kurang menjadi perhatian utama para pengunjung di lokasi tujuan dengan sejumlah eksploitasi yang kerab kali muncul. 

Aktifitas Swafoto dan Peran Teknologi Komunikasi Modern

Momen berwisata sangatlah menyenangkan bagi segelintir pihak, salah satunya dapat ditunjukkan melalui aksi swafoto yang telah banyak terdokumentasikan di beberapa platform digital terkini. Akan tetapi tindakan semacam itu tentu tidak dilumrahkan, jikalau dilakukan saat bencana sedang berlangsung di suatu kawasan yang berpotensi membahayakan keselamatan orang-orang disekitarnya. 

Untuk mengurangi ketidakpastiaan pada kondisi tersebut, maka pendekatan komunikasi terhadap isu kebencanaan itu pun harus terus dioptimalkan, baik oleh pemerintah, media massa serta semua lapisan masyarakat. Faktanya penyebarluasan informasi terkait bencana sudah bergerak sangat cepat dan bebas, bahkan dari pihak-pihak yang tidak bertanggung-jawab. Disinilah, aspek komunikasi dapat diefektifkan dalam praktik disaster tourism. 

(Samovar, Porter dan Mc.Daniel, 2007) turut mengungkapkan bahwa komunikasi  harus didasari dengan rasa empati, sebagai bentuk partisipasi emosional dan intelektual secara imajinatif pada pengalaman orang lain. Dalam konteks ini juga, publik harus memiliki kemampuan untuk menyeleksi berbagai pesan-pesan kebencanaan yang semakin variatif, terutama lewat aktifitas jurnalisme warga yang kian mampu menempatkan dirinya sebagai rujukan masyarakat yang cukup progresif.  Ketertarikan wisatawan terhadap disaster tourism seyogyanya harus diiringi dengan kesadaran, kreatifitas dan pengelolaan khusus untuk kembali mengemas sekaligus memberikan kehidupan baru di suatu tempat sebagai destinasi yang mengandalkan komoditas pariwisatanya.

***

*) Oleh : Dyaloka Puspita Ningrum,S.I.Kom.,M.I.Kom; Dosen Program Studi Ilmu Komunikasi Universitas Widya Mataram Yogyakarta.

*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi timesindonesia.co.id

**) Kopi TIMES atau rubrik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

**) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]

**) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim apabila tidak sesuai dengan kaidah dan filosofi TIMES Indonesia.

Pewarta :
Editor : Bambang H Irwanto
Tags

Berita Terbaru

icon TIMES Jogja just now

Welcome to TIMES Jogja

TIMES Jogja is a PWA ready Mobile UI Kit Template. Great way to start your mobile websites and pwa projects.