Kopi TIMES

Curhatan Togog Mengenai Kerajaan Gagal

Rabu, 24 Agustus 2022 - 10:24
Curhatan Togog Mengenai Kerajaan Gagal Dr. Hadi Suyono, S.Psi., M.Si adalah dosen Fakultas Psikologi Universitas Ahmad Dahlan

TIMES JOGJA, YOGYAKARTA – Tumben. Tidak seperti biasanya. Burung Prenjak yang bertengger di pohon sebagai peneduh padepokan Karang Kadempel terus berkicau. Bukan hanya burung Prenjak. Ayam betina terus berkokok, meski tidak ada tanda-tanda bertelur. Tanaman berada di kebun padepokan Karang Kadempel telah berbuah dan bunga bermekaran, seakan ikut memeriahkan susana.

Ramainya pagi itu merupakan simbol. Alam mengabarkan keadaan padepokan Karang Kadempel dalam kondisi baik-baik saja. Clear. Tak ada riak-riak masalah. Menentramkan setiap orang yang berkunjung ke Karang Kadempel.

Sebagai padepokan. Karang Kadempel seperti sumur tanpa dasar. Tiada habisnya. Air ditimba untuk memberi kesejukan bagi individu yang membutuhkan. Di bawah kendali Semar. Pengelola utama padepokan Karang Kadempel. Secara totalitas membantu orang lain. Tak peduli dari latar belakangnya. Multikultural.

Dampak dari kesediaannya menolong orang lain dengan penuh keikhlasan yang disebut sebagai altruisme, padepokan Karang Kadempel tak pernah sepi dari tamu. Selalu saja ada tamu yang berkunjung. Semar tak pernah memilih-milih tamu. Rakyat. Petinggi. Saudagar. Resi. Pujangga. Cendekiawan. Semar menerima dengan porsi sama. Tak lebih. Tak kurang. Selagi Semar bisa akan membantu. Siapa pun.

Namun pagi itu. Tidak seperti biasanya. Semar tak ingin menerima tamu. Meski secara pribadi. Kebugaran Semar terjaga. Pikiran dan hati Semar tetap jernih. Semar tak melakukan open house. Akibatnya tak sedikit tamu yang terpaksa pulang. Tak membawa apa-apa. Tak ada berkah yang diberikan dari Semar.

Seperti ada orang tua yang ingin minta nasehat dari Semar tentang anaknya yang susah diatur. Perilakunya sering membuat orang tua malu. Bahkan acapkali diprotes tetangga karena tingkahnya yang jahil membuat anak-anak yang lain menangis.

Ada pula petinggi yang ingin kembali pada jalan benar. Selama ini merasa telah berbuat kesalahan. Atas kebijakannya tidak sesuai, membikin susah rakyat yang dipimpinnya.

Tak ketinggalan. Saudagar ingin diberi motivasi oleh Semar. Dirinya ingin bangkit dari keterpurukan. Usahanya tak tahan dengan amukan krisis akibat pageblug yang melanda kerajaan. Resi bertandang sekedar mendiskusikan nilai-nilai filosofis agar melakoni hidup menjadi lebih bijak. Pujangga minta Semar mengkritisi  karya sastra yang sudah ditulisnya. Dan cendekiawan melakukan wawancara untuk memperluas khasanah pengetahuan yang bermanfaat  menganalisis fenomena kekinian.

Meski mereka tak ketemu Semar. Tidak merasa kecewa. Apalagi marah dengan Semar. Mereka ingin datang lagi. Karena mereka mengamati tidak banyak sosok seperti Semar. Menolong orang lain. Tanpa pamrih. Tidak ada  kepentingan apapun. Kecuali hanya ingin menolong orang lain. Maka penilaian mereka. Kalau Semar tak menerima tamu. Tentu ada urusan lebih penting menyangkut hajat hidup banyak orang.

Prediksi mereka benar. Semar tak menerima tamu karena membaca tanda-tanda alam. Bersumber dari kicauan burung Prenjak. Ayam betina berkokok. Tanaman berbunga. Tanaman berbuah. Bakal ada tamu penting yang mau hadir ke padepokan Karang Kadempel.

Semar tak salah. Setelah tak terlalu lama membaca tanda-tanda alam. Datang Togog. Saudaranya. Abdi di kerajaan Astina. Melihat dari kejauhan. Langkah gontai. Matanya sembab. Nampak letih. Tak ada gairah bergerak. Semar menjadi tahu. Ada masalah  besar yang dibawa Togog. Terlalu berat. Menjadikan Togog berjalan tidak sempurna.

Sampai di rumah Semar. Togog ambruk. Di tikar yang digelar di pringgitan padepokan Karang Kadempel. Semar sigap. Pakaian Togog dilonggarkan. Dikipasi. Dan dipijat sebagai relaksasi agar Togog siuman.

Mendapat terapi dari Semar. Togog membuka mata. Pelan-pelan. Tangan bergerak. Kaki bergerak. Togog sadarkan diri. Bersyukur. Togog bisa duduk. Setelah duduk. Togog minum ramun yang disediakan oleh Bagong. Seduan obat herbal ini mampu bikin Togog sehat kembali.

Tanpa menunggu sapaan dari Semar. Togog mengadu pada Semar. Dirinya ingin curhat. Melepaskan kesumpekan hati yang selama ini terus dirasakannya. Selama dirinya mengabdi di Astina.

Beban yang menindih Togog mengenai persoalan yang dihadapi di Astina. Togog berefleksi. Seperti tak ada manfaatnya menjadi abdi dalem di Astina. Nasehatnya untuk membawa kemajuan. Tak pernah didengar oleh punggawa kerajaan Astina.

Togog kuatir. Nasehatnya mengembalikan marwah kerajaan Astina diabaikan akan berakibat pada kerajaan gagal. Gejalanya sudah bisa dilihat dari hutang kerajaan yang semakin menumpuk terus. Kerajaan bisa berdiri karena ditopang oleh hutang. Sayangnya hutang yang berhasil diperoleh oleh Kurawa tidak digunakan untuk mengembalikan keadaan menjadi lebih baik.

Realitas memperlihatkan penggunaan anggaran dari hutang tidak efisien. Banyak yang disalahgunakan untuk kepentingan pribadi para Kurawa, digunakan untuk membikin proyek demi pencitraan diri, dan dialokasikan untuk semata-mata mempertahankan kekuasaan. Tidak dimanfaatkan untuk segenap warga kerajaan Astina.

Ambisi untuk mempertahankan kekuasaan dan mengumpulkan pundi-pundi rezeki membikin kepekaan terhadap krisis menjadi tumpul. Mereka tak paham. Bila rakyat diam. Bukan berarti mengiayakan segala kebijakan Kurawa. Mereka diam. Bisa saja frustasi karena melihat pemimpinnya tak punya peran apa-apa untuk memperbaiki nasib rakyat.

Buktinya. Saat ulang tahun kerajaan Astina. Prabu Duryudana melaporkan kerajaan telah meraih berbagai keberhasilan dan rakyatnya telah makmur. Untuk merayakan keberhasilan ini punggawa Kurawa berdendang ria.

Inilah yang membuat Togog kecewa. Menurut amatan Togog. Kondisi menjadi sebaliknya. Pada saat ulang tahun kerajaan Astina. Rakyat sedang susah untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Tidak ada prestasi yang membanggakan di mata rakyat.

Selepas curhat pada Semar. Togog pingsan kembali. Barangkali membayangkan Astina bakal menjadi negara gagal. Dan Togog tak ingin Astina menjadi negara gagal. Celakanya. Togog tak bisa berbuat banyak. Hanya meratapi persoalan yang terjadi. Togog  tak bertenaga. Tumbang di pelukan Semar (5, Bersambung).

*******

*) Oleh Dr. Hadi Suyono, S.Psi., M.Si , dosen Fakultas Psikologi Universitas Ahmad Dahlan.

*)Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id

 

____________
**) Kopi TIMES atau rubik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

**) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]

**) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim.

Pewarta :
Editor : Ronny Wicaksono
Tags

Berita Terbaru

icon TIMES Jogja just now

Welcome to TIMES Jogja

TIMES Jogja is a PWA ready Mobile UI Kit Template. Great way to start your mobile websites and pwa projects.