Kopi TIMES

Mengaktualisasikan Ibadah

Minggu, 24 November 2019 - 14:12
Mengaktualisasikan Ibadah Penulis adalah Prof Dr Rochmat Wahab, Rektor Universitas Negeri Yogyakarta (UNY) Periode 2009-2017, anggota Mustasyar PW Nahdlatul Ulama (NU) DIY, Pengurus ICMI Pusat, Dewan Pakar Psycho Education Centre (PEC).

TIMES JOGJA, YOGYAKARTA“Dan tidaklah Aku menciptakan jin dan manusia melainkan untuk beribadah kepada-Ku (saja)” (QS. Adz-Dzaariyaat: 56).

“Allah tidak membebani seseorang kecuali yang sesuai dengan kemampuannya. Baginya ganjaran untuk apa yang diusahakannya, dan ia akan mendapat siksaan untuk apa yang diusahakannya...”. (QS, Al Baqarah:286)

Secara fitrah kita manusia diciptakan Tuhan di atas bumi ini, tidak ada misi utama, kecuali untuk mengabdi atau beribadah kepada Tuhan. Pada kenyataannya setiap manusia itu unik dan mendapat ketentuan untuk mengisi hidupnya dengan diberi amanah untuk berada di posisi dan tugas yang berbeda-beda, terutama terkait dengan status dan peran sosial di tengah-tengah masyarakat. Terlepas dari perbedaan status dan peran, maka Allah swt telah memberikan amanah itu menjadi jalan untuk mengabdi kepada-Nya. Di sinilah perlu sekali kita memahami apa yang bisa dilakukan untuk mengaktualisasikan ibadah sesuai dengan misi masing-masing insan. 

Kita sangat menyadari bahwa Allah swt mewajibkan setiap insan untuk menunaikan ibadah khas, tanpa terkecuali, namun Dia juga tidak pernah membebani umat-Nya, melebihi dari kekuatan dan kemampuan manusia. Karenanya kita perlu menengok satu persatu, apa yang membedakan tuntutan Allah swt terhadap setiap hamba-Nya.

Pertama, Ahli Agama, Kiai, Ajengan, atau sebutan lain, yang mendapat amanah utamanya yaitu amar ma’ruf nahi mungkar, sebagai dalil naqlinya yang tercantum, QS, Ali ‘Imran:110, yang artinya: “Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma'ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya Ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka, di antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik.”

Inilah perlu menjadi fokus ahli agama, sehingga perlu totalitas dalam pengabdiannya. Walaupun hal ini tidak mudah, terutama yang nahi munkar.

Kedua, bahwa orang-orang yang mendapatkan harta memiliki kewajiban utama yang berbeda dengan orang lain, yaitu membayar zakat, bershodaqah, dan berinfaq sesuai dengan hukum syar’iyyah-nya, sebagaimana dalil naqli ini, yang artinya: "Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian dari hasil usahamu..."(QS.Al-Baqarah:267). Juga, "Dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak dan tidak menafkahkannya pada jalan Allah, maka beritahukanlah kepada mereka, (bahwa mereka akan mendapat) siksa yang pedih." (QS. At-Taubah:34). Ingat bahwa sebagian dari hartamu, bukanlah milikmu. Juga sampai kita pembongkaran agama, hanya Karen kita tuda memberi makan orang miskin dan abaikan anak yatim.

Ketiga, bahwa orang-orang yang mendapatkan amanah posisi pemimpin di manapun dan pada level apapun, wajib berbuat adil, berbuat fair, dan tidak bersikap diskriminatif, termasuk menjauhkan sikap kolutif. Mari kita ingat firman Allah swt, yang artinya, “Sungguh Allah memerintahkan (kamu) untuk berbuat adil dan berbuat baik,” (QS, An-Nahl: 90). Demikian juga, “Berbuat adillah, Sungguh Allah menyukai orang-orang yang berbuat adil,” (QS, Al-Hujurat: 9). Selain itu mari kita perhatikan Sanda Rasulullah saw, yang artinya, “Dari Abu Hurairah RA, dari Nabi Muhammad SAW, ia bersabda, ‘Ada tujuh kelompok orang yang dinaungi oleh Allah pada hari tiada naungan selain naungan-Nya, yaitu pemimpin yang adil, pemuda yang mengisi hari-harinya dengan ibadah, seseorang yang hatinya terpaut dengan masjid, dua orang yang saling mencintai karena Allah di mana keduanya bertemu dan berpisah karena Allah, seorang yang dibujuk berzina oleh lawan jenis yang berpangkat dan rupawan lalu menjawab, ‘Aku takut kepada Allah,’ seseorang yang bersedekah diam-diam sehingga tangan kirinya tidak mengetahui apa yang dilakukan tangan kanannya, dan seseorang yang berzikir di kesunyian dengan menitikkan air mata,’” (HR Bukhari dan Muslim). Tagihan yang paling pokoknya terhadap pemimpin adalah berbuat adil, sekalipun kepada anak atau kerabatnya sendiri. Pemimpin tetap tegak tidak miring ke kanan atau ke kiri.

Keempat, bahwa orang fakir miskin yang dalam kondisi kesulitan harta benda, tidak dituntut sebagaimana  orang kaya untuk membayar zakat atau shodaqah, namun tetap memiliki kewajiban di mata Allah, yaitu berbuat sabar dan ikhlas. Sebagaimana firman Allah swt, yang artinya: “Dan Kami pasti akan menguji kamu dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa, dan buah-buahan. Dan sampaikanlah kabar gembira kepada orang-orang yang sabar, (QS. Al Baqarah, 155). Yang juga dikuatkan pada firman  lainnya, Yang artinya, “Dan, orang-orang yang sabar dalam kesempitan, penderitaan dan dalam peperangan, mereka itulah orang-orang yang benar (imannya), dan mereka itulah orang-orang yang bertaqwa”. (QS, Al Baqarah:177). Seseorang yang diuji dengan kemiskinan tidak dituntut apa-apa, kecuali yang paling utama, adalah bersabar sambil terus berikhtiar berbuat dan bekerja untuk mencari nafkah sesuai dengan kemampuan atau kondisinya, dengan perbanyak dzikir, kalimat tayyibah dan berdoa bertawakal kepada-Nya tanpa korbankan iman. Ingat, bahwa hampir saja orang fakir itu cenderung berbuat kufur. 

Kelima, bahwa seorang pedagang utamanya berkewajiban menjaga kejujuran dalam menimbang. Tidak boleh curang yang bisa merugikan konsumen. Mari kita perhatikan firman Allah swt, “Kecelakaan besarlah bagi orang-orang yang curang. (yaitu) orang-orang yang apabila menerima takaran dari orang lain mereka minta dipenuhi, dan apabila mereka menakar atau menimbang untuk orang lain, mereka mengurangi. Tidaklah orang-orang itu menyangka, bahwa sesungguhnya mereka akan dibangkitkan (QS Al Muthawaffifion:1-4). Ayat-ayat ini benar-benar ingatkan kita untuk mencari cari untuk tidak dengan menghalalkan segala cara, khususnya curang dalam menimbang. 

Keenam,bahwa mahasiswa utamanya diwajibkan untuk menuntut ilmu. Fokus utamanya menuntut ilmu untuk kehidupan. Habiskan waktunya untuk belajar dan berkarya untuk bisa bermanfaat bagi dirinya dan orang lain, baik di dunia maupun di akhirat. Sebagaimana Rasulullah saw bersabda, yang artinya :”Barang siapa yang menghendaki kehidupan dunia maka wajib baginya memiliki ilmu, dan barang siapa yang menghendaki kehidupan akhirat, maka wajib baginya memiliki ilmu, dan barang siapa menghendaki keduanya maka wajib baginya memiliki ilmu”. (HR. Turmudzi). Selain itu diperkuat dengan sabdanya yang lain, yang artinya: ”Mencari ilmu itu adalah wajib bagi setiap muslim laki-laki maupun muslim perempuan”. (HR. Ibnu Majah). Mahasiswa wajib tunjukkan serius belajar, baik ilmu teori maupun praktek yang bermanfaat kelak. Ilmu yang benar-benar bisa menjadi bekal hidup untuk memenuhi tugas pada zamannya. 

Ragam fokus insan sesuai dengan posisi dan perannya menggambarkan kepada kita bahwa Allah swt dengan sifatnya yang sangat bijak dan maha adilnya memberikan penekanan berbeda antara satu dan lainnya. Seorang kiai, utamanya tidak dituntut untuk bershodaqah sebanyak-banyaknya. Seorang pejabat utamanya tidak dibebani untuk beramar makruf nahi munkar. Seorang mahasiswa utamanya tidak dituntut untuk berbuat adil dan seterusnya. Melainkan semua dituntut berbuat baik sesuai dengan amanah utamanya dari Allah swt, di samping sebagai wujud tugas kekhalifahan. 

Semoga kita selalu menyadari akan posisi kita masing-masing, sehingga kita bisa beribadah secara optimal dan menikmati ibadah dengan baik dan penuh semangat, dengan selalu mengharapkan ridlo-Nya. Ibadah menjadi kebutuhan, menjelaninya dengan keterlibatan total, sehingga bena-benar bisa fastabiqul khairat secara tulus dan ikhlas. (Yogyakarta, 24/11/2019, Ahad, pk.09.00)

 

*) Penulis adalah Prof Dr Rochmat Wahab, Rektor Universitas Negeri Yogyakarta (UNY) Periode 2009-2017, anggota Mustasyar PW Nahdlatul Ulama (NU) DIY, Pengurus ICMI Pusat.

*)Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id

Pewarta : A Riyadi
Editor : Wahyu Nurdiyanto
Tags

Berita Terbaru

icon TIMES Jogja just now

Welcome to TIMES Jogja

TIMES Jogja is a PWA ready Mobile UI Kit Template. Great way to start your mobile websites and pwa projects.