https://jogja.times.co.id/
Opini

SMA Garuda: Pertaruhan Masa Depan Pendidikan Indonesia

Senin, 28 Juli 2025 - 21:15
SMA Garuda: Pertaruhan Masa Depan Pendidikan Indonesia Rusydi Umar, Dosen FTI Universitas Ahmad Dahlan.

TIMES JOGJA, YOGYAKARTA – Akankah Indonesia mampu membangun sekolah unggulan yang tak tercerabut dari akarnya sendiri? Ketika negara-negara maju berlomba membangun sistem pendidikan unggul untuk menyiapkan generasi global, Indonesia menjawab tantangan serupa dengan meluncurkan program SMA Unggulan Garuda. 

Inisiatif ini bukan sekadar label "unggulan", tapi merupakan ikhtiar strategis negara untuk melahirkan talenta-talenta masa depan yang berakar kuat pada nilai lokal namun berpikiran global. 

Per April 2025, telah berdiri 12 sekolah perintis di berbagai penjuru Nusantara. Pemerintah menargetkan jumlah ini berkembang menjadi 40 dalam beberapa tahun ke depan. 

Dalam target tersebut, terdapat harapan besar: menciptakan ekosistem sekolah yang memadukan mutu akademik, karakter, dan kepemimpinan.

SMA Garuda dirancang untuk membentuk lulusan yang mampu bersaing secara global. Kurikulumnya mengintegrasikan pendekatan sains, teknologi, teknik, dan matematika (STEM), serta kemanusiaan dengan tetap memperhatikan kearifan lokal. 

Fasilitas dan tenaga pendidiknya disiapkan secara khusus, dan siswa diseleksi dari putra-putri terbaik bangsa dengan semangat keberagaman.

Program ini juga bertujuan menjadi pusat pengembangan inovasi pendidikan menengah di Indonesia. Dengan memanfaatkan teknologi digital, pembelajaran berbasis riset, serta konektivitas global, SMA Garuda diharapkan mampu menghasilkan lulusan yang tidak hanya unggul secara akademik, tetapi juga memiliki kepemimpinan sosial dan kesadaran ekologis.

Selain itu, rencana pemerintah untuk mengadopsi standar kurikulum internasional seperti International Baccalaureate (IB) atau Cambridge Assessment International Education menunjukkan keseriusan untuk menempatkan SMA Garuda sejajar dengan sekolah kelas dunia.

Kurikulum ini mendorong siswa berpikir kritis, memiliki kemampuan komunikasi lintas budaya, dan adaptif terhadap perubahan global.

Sebagai akademisi, saya melihat bahwa pendekatan ini merupakan lompatan penting dalam upaya pemerataan dan peningkatan mutu pendidikan menengah. 

Namun, kesuksesan program ini akan sangat bergantung pada tiga hal: tata kelola yang efektif, keberlanjutan pendanaan, dan kemampuan mengelola diferensiasi.

Pertama, dari sisi tata kelola, dibutuhkan tim lintas sektor yang kuat, adaptif, dan mengakar pada praktik terbaik manajemen pendidikan. Rekrutmen kepala sekolah dan guru tidak bisa sekadar administratif, melainkan berbasis pada keunggulan, pengalaman inovatif, dan visi jangka panjang.

Perlu ada program pelatihan lanjutan secara berkala yang memadukan praktik manajerial, pedagogi modern, serta kepemimpinan transformatif.

Kedua, keberlanjutan program akan diuji oleh faktor fiskal. Apakah pendanaan akan cukup untuk menjaga mutu dan pengembangan sekolah di luar tahap percontohan?

Di sinilah pentingnya membangun model pendanaan hibrida, dengan membuka ruang kemitraan publik-swasta yang terukur dan akuntabel. 

Kolaborasi dengan industri, lembaga donor, hingga kampus-kampus unggulan nasional dan internasional bisa menjadi penopang penting dalam menjaga daya tahan program.

Ketiga, soal diferensiasi. SMA Garuda tidak boleh menjadi "menara gading" baru yang memperlebar jurang ketimpangan. Ia justru harus menjadi sekolah mercusuar yang menarik sekolah-sekolah lain untuk berbenah dan maju bersama. 

Kolaborasi antar-sekolah, diseminasi praktik baik, dan program pembinaan lintas wilayah menjadi kuncinya. Pemerintah juga perlu menyiapkan platform nasional berbasis digital untuk berbagi kurikulum, sumber belajar, dan rekognisi capaian pembelajaran antara SMA Garuda dan sekolah lain di sekitarnya.

Keunggulan SMA Garuda juga akan ditentukan oleh kemampuannya beradaptasi dengan konteks lokal. Pendidikan bukan produk instan. Di daerah-daerah dengan ekosistem pendidikan yang masih lemah, SMA Garuda harus tampil sebagai agen transformasi sosial dan budaya. 

Dalam hal ini, integrasi kurikulum dengan potensi lokal, baik sumber daya alam, budaya, maupun kearifan komunitas yang harus dijadikan kekuatan, bukan beban.

Misalnya, di daerah pesisir, pendidikan kelautan dan ekonomi biru bisa dijadikan tema proyek lintas mata pelajaran. Di kawasan industri, pendekatan vokasional berbasis STEM dapat ditingkatkan. 

Dengan demikian, SMA Garuda bukan hanya mencetak siswa cerdas secara kognitif, tetapi juga sadar akan kontribusinya terhadap pembangunan daerahnya. 

Ke depan, penting pula mendorong keterlibatan alumni sebagai agen perubahan. Alumni yang telah meraih kesuksesan akademik dan profesional dapat menjadi inspirasi sekaligus mentor bagi adik-adiknya di SMA Garuda. 

Di sinilah budaya sekolah akan tumbuh: bukan hanya sebagai tempat belajar, tapi sebagai komunitas pembelajar yang dinamis dan saling menguatkan.

Perguruan tinggi juga memegang peranan penting dalam mendampingi SMA Garuda sebagai pusat pertumbuhan. Peran ini dapat diwujudkan melalui program pengabdian masyarakat, pelatihan guru, kolaborasi penelitian tindakan kelas, hingga pembimbingan siswa dalam proyek sains dan teknologi. 

Dengan keterlibatan langsung dari sivitas akademika, SMA Garuda akan memiliki akses pada praktik-praktik pendidikan terbaru serta jejaring keilmuan yang lebih luas.

SMA Unggulan Garuda adalah proyek masa depan. Namun masa depan itu hanya akan terwujud jika kita bekerja dari hari ini, dengan kolaborasi, keteladanan, dan keberanian melampaui status quo. 

Kita perlu membangun bukan hanya sekolah unggulan, tapi ekosistem pendidikan unggul yang inklusif, adaptif, dan berkelanjutan. Mari kita jaga nyala semangat ini, agar kelak sejarah mencatat: Indonesia pernah bertaruh besar pada pendidikan, dan menang. (*)

***

*) Oleh : Rusydi Umar, Dosen FTI Universitas Ahmad Dahlan.

*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi timesindonesia.co.id

*) Kopi TIMES atau rubrik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

*) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]

*) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim apabila tidak sesuai dengan kaidah dan filosofi TIMES Indonesia.

Pewarta : Hainor Rahman
Editor : Hainorrahman
Tags

Berita Terbaru

icon TIMES Jogja just now

Welcome to TIMES Jogja

TIMES Jogja is a PWA ready Mobile UI Kit Template. Great way to start your mobile websites and pwa projects.