https://jogja.times.co.id/
Opini

Peradilan Socrates Memperjuangkan

Selasa, 02 Desember 2025 - 12:28
Peradilan Socrates Memperjuangkan Kebenaran Hadi Suyono, Direktur Center of Community Empowerment Fakultas Psikologi UAD.

TIMES JOGJA, YOGYAKARTA – Pada 339 Sebelum Masehi terjadi suatu peristiwa pemberontakan terhadap penguasa tiran di Athena. Pergolakan politik melawan oligarki merupakan upaya memulihkan demokrasi yang menghilang di masa pemerintahan otoriter. 

Di saat itu, menyuarakan isu publik mengenai realitas politik dan melakukan gerakan menentang otoritas kekuasaan yang merampas hak-hak sipil, merupakan hal sensitif. Dampaknya orang-orang kritis berseberangan dengan penguasa, mendapat perlakuan kriminalisasi berujung masuk penjara, tanpa melalui prosedur hukum berpondasi pada keadilan.

Seorang filosof yang hidup pada jaman itu adalah Socrates (469–399 SM) memilih hidup sederhana, tidak mengejar kekayaan dan secara totalitas kehidupannya dicurahkan untuk berdiskusi secara filosofis. Pemikiran Socrates menggunakan pola bertanya, meneguhkan dirinya sebagai bapak filsafat barat, mempengaruhi berkembangnya logika, etika dan ilmu pengetahuan modern.

Selain dikenal sebagai bapak filsafat barat, Socrates merupakan filosof kritis pada jamannya. Buktinya adalah keberanian mengkritik para pemimpin yang berkuasa di Athena, Yunani. Socrates melontarkan kritik pedas terhadap para pejabat, jenderal dan pemimpin politik yang tidak memahami mengenai konsep kebenaran, keadilan dan kebijaksanaan. 

Ketidakmampuan menghayati kebenaran, keadilan dan kebijaksanaan, karena mereka terlalu memfokuskan pada segala urusan untuk mengejar kekuasaan dan menumpuk kekayaan yang dimiliki pribadi. 

Tak hanya menyasar pada pejabat, jenderal dan pemimpin politik, Socrates mengkritik para kaum sofis, merupakan kaum intelektual memiliki kebiasaan menerima bayaran untuk mengajar debat, retorika, keterampilan berpidato dan secara praktis memberikan kiat-kiat meraih jabatan politik. 

Adanya kepentingan pragmatis sekedar memperoleh pemenuhan materi ini, Socrates mengkritik kaum intelektual telah menyampaikan pedoman cara berdebat hanya untuk menang. Akibatnya kaum intelektual  telah menanggalkan proses menemukan kebenaran dalam mengajari strategi berdebat. 

Kritikan lain dari Socrates pada kaum Sofis adalah sekedar mengolah retorika dalam wujud persuasi menggunakan cara apapun agar orang lain terpengaruh. Kaum Sofis tidak menyertakan etik dan moral untuk  menyampaikan kebenaran dalam menjalankan retorika. 

Kritikan Socrates itu membikin penguasa dan kaum sofis tersinggung. Penguasa dan kaum sofis semakin merasa tidak nyaman, ketika anak-anak muda banyak yang mendukung pemikiran Socrates. Di antara anak muda itu, tak sedikit yang menjadi muridnya. 

Gejala anak muda mengikuti pemikiran Socrates, oleh pemerintah berkuasa dan kaum sofis, dianggap telah merusak moral anak muda tersebut. Seperti cara berpikir kritis membuat anak muda mengevaluasi tradisi, menimbulkan keberanian menentang penguasa dan mempengaruhi generasi muda untuk tidak patuh pada pemerintah.

Ketersinggungan dan ketidaknyaman terutama pihak penguasa, membikin Socrates menjalani proses peradilan. Mendapati kasus hukum, Socrates bisa saja berkompromi dengan penguasa dan sekelompok orang yang tak setuju dengan pemikirannya. Cara ini menjadi jalan bagi dirinya untuk keluar dari jerat hukum yang memungkinkan masuk penjara. 

Namun Socrates tidak mau kompromi, dirinya tetap dengan pemikiran kritis, meski resikonya proses peradilan tetap berlangsung. Socrates tak mau mengadaikan idealismenya, biarlah dirinya diadili, namun memperjuangkan kebenaran tak boleh padam. Dia tetap menjalani persidangan berdasarkan pertimbangan, melalui peradilan dapat dijadikan sarana menyuarakan kebenaran. 

Atas idealismenya ini mengantarkan Socrates menghadapi  peradilan sesat yang menuntut dirinya di hukum mati. Eksekusi mati terhadap Socrates dengan menenggak racun hemlock.

Pelajaran dari perjalanan Socrates memperjuangkan kebenaran dapat dipetik oleh ilmuwan, akademisi dan kelompok civil society.  Pelajaran yang bisa diunduh adalah memerlukan etos dan pondasi idealisme kokoh, agar tak takut dengan ancamanan penindasan dan kriminalisasi. Seperti pejuang kebenaran tetap memiliki keteguhan mengikhtiarkan kebenaran, meski tekanan berat menimpanya. 

Barisan pejuang kebenaran juga tak mempan bujuk rayu bersifat materi. Berapapun jumlah materi yang diberikan, dirinya tetap kuat mempertahankan kebenaran. Kekuatan merawat kebenaran ini, menjadikan mereka mampu  menjaga integritas moral,  bermanfaat menyuburkan peradaban suatu bangsa.

Hikmah lain yang bisa diambil dari perjuangan Socrates mengupayakan kebenaran, sebagai panduan etik mencapai kesejahteraan bersama masyarakat. Dalam mencapai kesejahteraan bersama ini, tak boleh menggunakan cara kekerasaan, tetapi melalui proses dialogis. Syarat utama proses dialogis dapat berlangsung dengan baik adalah hadirnya keadilan sosial. 

Maka negara perlu mendengarkan ilmuwan dan elemen masyarakat sipil yang lain, saat mengartikulasikan kebenaran dengan nada kritis. Suara kritis mereka penting untuk diperhatikan, karena sesungguhnya kebenaran yang disampaikan, merupakan wujud dari kecintaan terhadap bangsanya, agar tidak dihancurkan oleh para perusak negeri. 

Sebaliknya negara melalui tangan-tangan kekuasaan membungkam suara kritis yang didendangkan oleh ilmuwan, akademisi dan kelompok civil society, melalui ancaman kriminalisasi. 

Prakteknya melewati proses peradilan penuh rekayasa berdasarkan pesanan kekuasaan, tanpa mendasarkan pada kebenaran dan keadilan. Sesungguhnya tindakan kriminalisasi ini, sedang menenggelamkan orang-orang yang sangat ingin negaranya sejahtera, adil dan makmur. 

Pada sisi lain kriminalisasi pada para pejuang kebenaran, sebenarnya telah membiarkan para pecundang dengan menggadaikan kebenaran, meninggalkan etik dan menanggalkan moral, menjarah negeri ini secara rakus dan tanpa ampun. (*)

***

*) Oleh : Hadi Suyono, Direktur Center of Community Empowerment Fakultas Psikologi UAD.

*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id

*) Kopi TIMES atau rubik opini di TIMES Indonesia  untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

*) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]

*) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim.

Pewarta : Hainor Rahman
Editor : Hainorrahman
Tags

Berita Terbaru

icon TIMES Jogja just now

Welcome to TIMES Jogja

TIMES Jogja is a PWA ready Mobile UI Kit Template. Great way to start your mobile websites and pwa projects.