TIMES JOGJA, YOGYAKARTA – Selama ini, wajah pendidikan tinggi sering kali digambarkan melalui penokohan para pemimpinnya. Bagaimanapun, di balik sorotan itu, terdapat sosok yang justru menjadi penopang utama keberlangsungan perguruan tinggi, yaitu dosen, bukan hanya dalam peran akademik, melainkan juga dalam peran sebagai pengikut yang efektif dalam organisasi perguruan tinggi.
Literatur psikologi organisasi menyebutkan peran sebagai pengikut ini sebagai followership. Sayangnya, istilah ini masih terdengar asing bagi sebagian praktisi pendidikan tinggi di Indonesia. Padahal, followership bukan sekadar mengikuti perintah, melainkan merupakan sikap aktif, kolaboratif, mengutamakan integritas dan berani bersuara demi kemajuan institusi.
Pada konteks perguruan tinggi, dosen tidak hanya mengajar, meneliti, maupun melakukan pengabdian masyarakat, melainkan juga menjadi aktor penting dalam proses kolaboratif yang mendukung visi dan misi institusi.
Era transformasi saat ini, yang ditandai dengan tuntutan internasionalisasi, komersialisasi riset, dan beban administrasi yang makin besar, membuat peran dosen sebagai follower yang efektif semakin signifikan.
Sebagai profesional, dosen memiliki otonomi akademik, namun, sebagai bagian dari organisasi, ia juga diatur oleh struktur formal. Di sinilah followership menjadi konsep kunci karena dosen tidak hanya ditempatkan sebagai pakar di ruang akademik, namun juga sebagai mitra strategis pemimpin dalam mencapai tujuan bersama.
Model kepengikutan pada dosen yang kami kembangkan bersama kolega di Universitas Airlangga pada tahun 2023 menjelaskan bahwa followership yang efektif melibatkan perilaku seperti inisiatif personal, keberanian menyuarakan pendapat, kolaborasi yang sehat, dan komitmen terhadap etika moral.
Followership jelas bukan sesuatu yang sepele, perilaku-perilaku tersebut terbukti berkorelasi positif dengan kinerja individu dan kinerja organisasi secara keseluruhan.
Pertanyaan adalah: apa yang membuat seorang dosen mampu menjadi pengikut yang efektif? Model Model kami menjelaskan bahwa terdapat tiga faktor utama yang memengaruhi kualitas followership dosen.
Pertama, kepribadian proaktif. Dosen yang memiliki dorongan untuk bertindak, menyelesaikan masalah, dan menciptakan perubahan, cenderung memiliki kualitas followership yang tinggi.
Dalam konteks organisasi pendidikan tinggi, dosen yang memiliki kepribadian proaktif akan menjadi agen perubahan yang mampu menjawab tantangan transformasi dewasa ini.
Kedua, kualitas hubungan dengan pimpinan. Relasi yang sehat antara dosen dan atasan, misalnya dekan, menjadi fondasi yang penting bagi kualitas followership. Ketika dosen merasa didengar, dihargai, dan dipercaya, ia akan lebih mudah mendukung dan menyelaraskan tujuan pribadi dengan tujuan institusi.
Ketiga, persepsi terhadap politik organisasi. Hal ini yang seringkali menjadi penghambat. Bila lingkungan kampus dipersepsikan sebagai arena kekuasaan yang penuh intrik, tidak transparan, dan hanya menguntungkan sekelompok orang.
Maka kesediaan dosen untuk berkontribusi untuk kepentingan organisasi akan menurun drastis. Oleh karena itu, upaya menciptakan iklim organisasi yang adil dan transparan merupakan keharusan bagi perguruan tinggi.
Dalam perspektif teori Conservation of Resources (COR), followership dapat dipandang sebagai bentuk investasi sumber daya individu, karena followership yang efektif meliputi perilaku-perilaku yang memiliki berbagai risiko, maupun peluang untuk mendapatkan berbagai nilai positif.
Dosen bersedia aktif berkontribusi jika ia yakin bahwa apa yang ia berikan akan membawa manfaat dan tidak merugikan secara psikologis. Apabila yang terjadi sebaliknya, maka ia akan memilih untuk pasif, berperan minimalis, atau bahkan menarik diri.
Sayangnya, budaya organisasi di kampus sering kali lebih mengedepankan kepemimpinan struktural dibandingkan followership atau kepengikutan yang efektif. Padahal, dalam dunia akademik, peran pengikut, khususnya dosen, sering kali lebih esensial, karena perguruan tinggi sebagai institusi hanya dapat memenuhi kewajibannya Tri Dharmanya ketika dosen menjalankan perannya.
Saatnya kita memberi perhatian lebih pada bagaimana membangun followership dosen, bukan hanya membina pemimpin. Sebab, sekuat apa pun seorang pemimpin, ia tetap membutuhkan pengikut yang mau bergerak bersama.
Kualitas kepemimpinan tidak hanya ditentukan oleh siapa yang memimpin, tetapi juga oleh bagaimana pihak yang dipimpin memilih cara untuk mengikuti.
***
*) Oleh : R.P. Arum Kusumowardhani, Ketua Program Studi Magister Psikologi Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga.
*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi timesindonesia.co.id
*) Kopi TIMES atau rubrik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.
*) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]
*) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim apabila tidak sesuai dengan kaidah dan filosofi TIMES Indonesia.
Pewarta | : Hainor Rahman |
Editor | : Hainorrahman |