https://jogja.times.co.id/
Opini

Tagar Kekecewaan Generasi Muda terhadap Pemerintah

Sabtu, 15 Februari 2025 - 14:35
Tagar Kekecewaan Generasi Muda terhadap Pemerintah Hatib Rachmawan, Dewan Pembina Yayasan Pegiat Pendidikan Indonesia dan Dosen Universitas Ahmad Dahlan, Yogyakarta.

TIMES JOGJA, YOGYAKARTA – Baru-baru ini, jagat maya Indonesia dihebohkan dengan viralnya tagar #KaburAja. Ajakan untuk "kabur" dari Indonesia ini mencerminkan kekecewaan mendalam generasi muda terhadap kondisi negara yang dianggap tidak kondusif. 

Fenomena ini patut menjadi perhatian serius pemerintah, mengingat Indonesia tengah menikmati bonus demografi dengan 60% penduduknya berada pada usia produktif.

Bonus Demografi: Potensi atau Ancaman?

Bonus demografi seharusnya menjadi momentum emas bagi pertumbuhan ekonomi. Namun, realitas menunjukkan ketidakseimbangan antara jumlah angkatan kerja dan lapangan pekerjaan yang tersedia. 

Data Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) Indonesia mencapai 4,82% pada Februari 2024, setara dengan 7,2 juta pengangguran citeturn0search1.

Meskipun pemerintah menargetkan penurunan TPT menjadi 4,5-5% pada 2025, upaya tersebut memerlukan strategi konkret dan komprehensif.

Daya Beli Menurun, Inflasi Rendah: Paradoks Ekonomi

Penurunan daya beli masyarakat menjadi isu krusial lainnya. Meskipun inflasi tahunan Indonesia mencapai titik terendah dalam 24 tahun terakhir, yaitu 0,76% pada Januari 2025 citeturn0news25, hal ini tidak serta-merta mencerminkan peningkatan kesejahteraan. 

Penurunan inflasi ini sebagian besar disebabkan oleh diskon tarif listrik sebesar 50% dan penurunan harga tiket pesawat, bukan karena peningkatan daya beli masyarakat.

Kondisi ini menimbulkan pertanyaan mengenai efektivitas kebijakan ekonomi pemerintah dalam meningkatkan kesejahteraan rakyat.

#KaburAja: Hijrah Modern sebagai Bentuk Protes

Ajakan #KaburAja dapat dianalogikan sebagai bentuk "hijrah" modern. Dalam konteks sejarah, hijrah merupakan langkah strategis untuk keluar dari situasi yang menindas menuju kondisi yang lebih baik.

Nabi Musa AS, misalnya, berhasil membawa kaumnya keluar dari penindasan Fir'aun dengan strategi "kabur" menuju Palestina. 

Namun, keberhasilan hijrah tersebut ditentukan oleh kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) yang dibawa. Jika SDM unggul memilih meninggalkan Indonesia, hal ini dapat mengancam stabilitas dan keberlanjutan sistem negara.

Pemerintah Harus Bertindak: Empat Langkah Strategis

Fenomena #KaburAja seharusnya menjadi alarm bagi pemerintah untuk segera bertindak. Berikut empat langkah strategis yang perlu diambil:

Pertama, Penciptaan Lapangan Kerja Baru. Setiap tahun, Indonesia menghasilkan jutaan lulusan SMK dan perguruan tinggi. Tanpa penambahan lapangan kerja yang sepadan, angka pengangguran akan terus meningkat. 

Pemerintah perlu mendorong investasi yang berorientasi pada penciptaan lapangan kerja dan mendukung sektor-sektor yang mampu menyerap tenaga kerja dalam jumlah besar.

Kedua, Mengatasi Dominasi Oligarki. Kekuasaan yang didominasi oleh segelintir elit ekonomi-politik menciptakan ketimpangan dan ketidakadilan. 

Reformasi politik dan penegakan hukum yang tegas terhadap praktik korupsi menjadi kunci untuk mengembalikan kepercayaan publik.

Ketiga, Penegakan Hukum yang Adil. Ketidakadilan dalam penegakan hukum, seperti hukuman ringan bagi koruptor kelas kakap, menimbulkan kekecewaan mendalam di masyarakat. 

Sistem peradilan yang transparan dan adil harus ditegakkan untuk memastikan kepercayaan publik terhadap institusi hukum.

Keempat, Fokus pada Kebijakan Strategis. Alih-alih terjebak dalam kebijakan populis jangka pendek, pemerintah harus fokus pada program-program strategis yang berdampak luas, seperti peningkatan kualitas pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur yang mendukung pertumbuhan ekonomi.

Pemerintah juga perlu mengurangi ketergantungan pada pencitraan di media sosial dan lebih fokus pada implementasi kebijakan nyata yang dirasakan langsung oleh masyarakat. Fenomena #KaburAja adalah cerminan kekecewaan generasi muda yang merasa aspirasinya tidak didengar. 

Jika tidak segera direspons dengan tindakan konkret, bukan tidak mungkin Indonesia akan kehilangan generasi terbaiknya yang memilih "kabur" mencari masa depan lebih baik di negeri orang.

***

*) Oleh : Hatib Rachmawan, Dewan Pembina Yayasan Pegiat Pendidikan Indonesia dan Dosen Universitas Ahmad Dahlan, Yogyakarta.

*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi timesindonesia.co.id

*) Kopi TIMES atau rubrik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

*) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]

*) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim apabila tidak sesuai dengan kaidah dan filosofi TIMES Indonesia.

Pewarta : Hainorrahman
Editor : Hainorrahman
Tags

Berita Terbaru

icon TIMES Jogja just now

Welcome to TIMES Jogja

TIMES Jogja is a PWA ready Mobile UI Kit Template. Great way to start your mobile websites and pwa projects.