TIMES JOGJA, YOGYAKARTA – Pada saat ini Indonesia sedang mengalami bonus demografi yang puncaknya diperkirakan tahun 2030. Bonus demografi adalah kondisi ketika jumlah penduduk usia produktif jauh lebih besar dibandingkan usia tidak produktif.
Masa ini menjadikan peluang besar bagi Indonesia untuk mendorong pertumbuhan ekonomi. Namun, disisi lain, Pulau Jawa dengan penduduk yang padat dan pusat aktivitas ekonomi nasional, bonus demografi justru membawa dilema psikologis jika tidak dikelola dengan baik.
Salah satu persoalan penting yang mendesak yaitu disebabkan tingginya pengangguran. Pulau Jawa merupakan pulau dengan tingkat pengangguran pemuda tertinggi dibandingkan pulau lain di Indonesia.
Kondisi ini bukan hanya persoalan ekonomi, tetapi juga berkaitan erat dengan mental dan kesehatan psikologis generasi muda yang menjadi tulang punggung bonus demografi.
Tingginya pengangguran pemuda di Pulau Jawa menyebabkan tekanan psikologis yang besar. Dengan tidak mempunyai pekerjaan atau gagal memasuki pasar tenaga kerja, dapat menyebabkan stres atau gangguan mental yang dipicu oleh rasa tidak aman, ketidakpastian masa depan, dan tekanan sosial dari lingkungan maupun keluarga mereka sendiri.
Pemuda yang menganggur sering merasa gagal untuk memenuhi ekspektasi sebagai generasi produktif yang seharusnya sukses. Situasi ini menyebabkan seseorang merasa rendah diri dan muncul gejala depresi, kehilangan minat, dan kelelahan emosional.
Terutama pemuda yang tinggal di Pulau Jawa dengan persaingan kerja yang sangat kompetitif dan biaya hidup yang tinggi. Hal ini menyebabkan beban psikologis yang semakin berat, terutama bagi mereka yang tinggal di wilayah perkotaan seperti Jakarta dan sekitarnya.
Selanjutnya, urbanisasi yang masif di Pulau Jawa juga memperparah kondisi mental pemuda yang menganggur. Tinggal di kota besar seringkali menyebabkan perasaan yang kurang nyaman dan merasa sepi meskipun dikelilingi banyak orang. Minimnya dukungan sosial akibat ritme hidup yang cepat dan individualistis membuat pemuda semakin kesulitan mencari kerja sehingga menyebabkan beban mental.
Ketika seseorang tidak mempunyai pekerjaan ditengah lingkungan yang kompepetitif, mereka merasa semakin gagal dan semakin rentan mengalami stres berat. Kombinasi tekanan ekonomi, ketidakpastian masa depan, dan lingkungan sosial yang tidak suportif merupakan faktor munculnya gejala depresi yang dialami oleh pemuda.
Meskipun tantangan ini nyata, Pulau Jawa sebenarnya juga memiliki peluang psikologis yang besar jika mampu membentuk generasi yang kuat dan tangguh secara mental. Pemuda yang umumnya memiliki kemampuan yang lebih baik untuk memahami teknologi baru serta lebih kreatif dibandingkan generasi lain.
Dengan adanya pelatihan keterampilan yang relevan dan dukungan mental yang baik, mereka dapat memanfaatkan peluang digital, wirausaha, dan sektor kreatif untuk menciptakan lapangan kerja baru. Dengan adanya pendampingan karir, mentoring atau sosialisasi terkait kewirausahaan dapat membantu mengurangi adanya tekanan psikologis serta memberikan harapan bagi pemuda yang belum mendapatkan kesempatan untuk bergabung ke dunia kerja.
Maka dari itu, aspek psikologis juga memiliki peranan penting untuk memanfaatkan peluang bonus demografi pada saat ini untuk menuju Indonesia Emas 2045.
Pemerintah dan pihak berwenang lainnya perlu bekerja sama menyediakan layanan konseling, pelatihan manajemen stres, serta ruang diskusi yang mendorong pemuda memahami bahwa belum memasuki pasar tenaga kerja bukan akhir segalanya.
Dengan adanya lingkungan sosial yang suportif dapat meringankan beban mental dan mencegah timbulnya stres maupun depresi. Mental yang sehat dan lingkungan yang saling support, generasi muda tidak hanya menjadi angka statistik dalam bonus demografi, tetapi juga dapat menjadi penggerak untuk kemajuan bangsa.
***
*) Oleh : Ali Imron, Universitas Proklamasi 45 Yogyakarta.
*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id
*) Kopi TIMES atau rubik opini di TIMES Indonesia untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.
*) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]
*) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim.
| Pewarta | : Hainor Rahman |
| Editor | : Hainorrahman |