TIMES JOGJA, SLEMAN – Pakar Hukum Tata Negara Universitas Islam Indonesia (UII), Dr. Jamaludin Ghafur, S.H., meragukan klaim Tim Hukum Paslon 01 yang menyatakan temuan dugaan politik uang di Kapanewon Minggir hanya digunakan untuk kebutuhan saksi dan operasional kader.
Jamaludin menjelaskan bahwa barang bukti yang diamankan oleh Bawaslu Sleman menunjukkan adanya uang yang didistribusikan dengan mencantumkan nama penerima dan padukuhan tempat tinggal mereka. Hal ini, menurutnya, menunjukkan bahwa uang tersebut tidak ditujukan untuk relawan.
“Pada bundel-bundel uang tersebut tercatat nama penerima beserta padukuhan tempat mereka tinggal,” ungkapnya saat dihubungi pada Senin (25/11/2024).
Ia pun mempertanyakan keabsahan penggunaan uang sebanyak itu untuk kepentingan relawan. Jamaludin menekankan perlunya penjelasan lebih lanjut dari Bawaslu agar isu ini tidak berkembang semakin liar menjelang hari pencoblosan.
“Politik uang tidak boleh dinormalisasi,” tegasnya.
Jamaludin juga menegaskan bahwa Bawaslu Kabupaten Sleman harus segera mengusut tuntas dugaan politik uang yang melibatkan salah satu pasangan calon (paslon) bupati/wakil bupati Sleman di Kapanewon Minggir.
“Politik uang adalah ancaman serius terhadap demokrasi kita. Bawaslu harus mengusutnya hingga tuntas,” tambahnya.
Lebih lanjut, ia mengingatkan bahwa jika dugaan ini tidak ditangani secara serius, hal tersebut bisa menimbulkan preseden buruk di masyarakat. Politik uang berpotensi merusak integritas pemilu dan pilkada.
"Bawaslu perlu menyelidiki apakah kejadian ini hanya terjadi di Kapanewon Minggir atau juga di daerah lain," ujarnya.
Dugaan politik uang ini mencuat setelah tim pemenangan yang diduga mendukung pasangan calon nomor urut 01, Kustini-Sukamto (Kusuka), tertangkap tangan membagikan uang kepada warga di Kalurahan Sendangmulyo, Kapanewon Minggir, pada Minggu (24/11/2024) dini hari. Peristiwa ini terjadi pada masa tenang pasca kampanye Pilkada.
Bawaslu berhasil menyita barang bukti uang senilai Rp12,6 juta beserta daftar nama penerima yang kemudian diserahkan oleh Lurah Sendangmulyo, Budi Susanto, kepada Kadiv PP dan Datin Bawaslu Kabupaten Sleman, Antonius Hery Purwito.
Barang bukti uang sebanyak enam bundelan pecahan Rp50 ribu itu berjumlah bervariasi. Mulai dari Rp1.650.000 hingga Rp2.700.000 per bundel. Selain itu, juga dilengkapi dengan formulir daftar pemilih salah satu paslon.
Pada bagian atas bundel kertas tersebut tertulis "DAFTAR PEMILIH KUSUKA PILKADA 2024". Selain itu, juga terdapat kolom Nama Kader, Alamat, dan nomer HP.
Petugas juga menemukan daftar nama warga calon penerima diduga "bithingan" atau politik uang untuk memilih paslon tersebut. Selain itu, pada tiap bundel kertas tersebut juga terdapat tulisan tangan keterangan Tempat Pemungutan Suara (TPS) dimana para warga yang ada di daftar mencoblos 27 November mendatang.
Dalam pemeriksaan, salah satu pelaku mengungkapkan bahwa pembagian uang ini dilakukan serentak di berbagai wilayah pada dini hari tersebut. Koordinator utama aksi ini, yang diduga berasal dari Partai PAN, adalah Iskandar.
Menanggapi hal ini, Ketua Tim Hukum Paslon 01, Roni Rokhim Arisatriya, membantah tuduhan politik uang tersebut. Roni mengklaim bahwa uang yang ditemukan merupakan dana untuk kebutuhan saksi dan operasional kader, bukan untuk membeli suara masyarakat. (*)
Pewarta | : Rahadian Bagus Priambodo |
Editor | : Deasy Mayasari |