TIMES JOGJA, YOGYAKARTA – Manajer Center for Public Mental Health (CPMH) Fakultas Psikolog UGM, Nurul Kusuma Hidayati M.Psi Psikolog memberkan penyebab gangguan kesehatan mental yang belakangan kerap muncul di masyarakat.
Sejak dahulu, permasalahan gangguan kesehatan mental sudah ada. Hanya, bedanya adalah literasi kesehatan mentalnya belum memadai seperti sekarang ini. Di sisi lain, masih banyak masyarakat yang belum memahami kondisi permasalahan yang dialami oleh seseorang yang mengalami gangguan mental.
Padahal, melalui literasi kesehatan kita akan lebih mudah mengetahui apa yang dialami seseorang yang diduga mengalami gangguan kesehatan atau depresi. Nurul Kusuma Hidayati M.Psi Psikolog mengatakan dari tahun ke tahun, kondisi kesehatan mental memang terdapat banyak faktor.
Apalagi, dengan cepatnya perkembangan jaman yang semakin ke arah global. Contohnya, tentang perbandingan di mana kata 'Perbandingan' ini dinilai sebagai penyebab faktor utama kondisi kesehatan mental masyarakat.
Perbandingan di sini maksudnya adalah membanding-bandingkan antara satu dengan yang lain bahkan sudah masuk dalam tahap perbandingan di seluruh dunia.
"Kenapa? Karena kita memegang yang namanya gadget atau HP. Setiap saat, setiap menit bahkan detik perbandingan terus silih berganti,” jelas Nurul saat ditemui TIMES Indonesia di Gedung Fakultas Psikologi UGM, Senin (23/10/2023).
Nurul menerangkan, semakin ke sini dampak gangguan kesehatan mental semakin jelas. Penyebab gangguan beragama. Namun, yang paling didominan adalah karena gadget atau HP dan faktor ekonomi.
Menurut Nurul, faktor ekonomi bisa saja menjadi indikator persoalan gangguan mental. Hal ini merujuk pada faktor kerentanan dan resikonya baik dari size rendah ataupun size yang tinggi dari masing-masing individu. Tak hanya ekonomi saja, Nurul melihat bahwa masih banyak faktor lain yang menjadi pemicu gangguan kesehatan mental.
“Faktor ekonomi sangat bisa memicu hal tersebut kalau dilihat dari kerentanan dan resiko-resikonya. Tapi masih banyak juga faktor lainnya," ungkap Nurul.
Bagi Nurul, literasi kesehatan yang sudah memadai tak bisa menjadi jaminan utuh dalam penanganan kesehatan mental. Apalagi, akhir-akhir ini banyak kasus bunuh diri terutama di kalangan mahasiswa. Kuatnya literasi kesehatan mental tak menjamin adanya penguatan seseorang lolos dari kerentanan.
Menurutnya, kita punya faktor protektif yang bisa dikembangkan, bisa dibentuk dan bisa dikuatkan dengan salah satunya support sistemnya bisa dari keluarga, teman dan sahabat.
"Karena itu, literasi kesehatan mental itu salah satu faktor protektif yang seharusnya bisa dikembangkan, tetapi kalau itu berdiri sendiri tanpa kemudian faktor protektif yang lain juga dikembangkan maka tidak akan cukup untuk menekan faktor resiko atau kerentanan yang dimiliki oleh individu," Nurul melanjutkan.
Nurul menekankan akan pentingnya literasi kesehatan, namun perlunya upaya yang maksimal dari masing-masing individu tersebut.
Kembali ke persoalan sebelumnya, ia mengingatkan juga harus mengimbangi atau bahkan meningkatkan faktor protektif lainnya. Ketika sama sekali tak ada faktor protektif yang membantunya untuk mengelola tekanan-tekanan itu maka pihak individu akan seperti yang dilihat kondisinya yaitu gangguan kesehatan mental. (*)
Pewarta | : Hendro Setyanto Baskoro |
Editor | : Ronny Wicaksono |