TIMES JOGJA, YOGYAKARTA – Kota Yogyakarta kembali meneguhkan posisinya sebagai episentrum budaya nasional dengan menjadi tuan rumah Rapat Kerja Nasional XI Jaringan Kota Pusaka Indonesia (Rakernas JKPI) pada Rabu (6/8/2025). Bertempat di Hotel Tentrem, Kota Yogyakarta, acara bergengsi ini dihadiri oleh 58 daerah anggota JKPI serta 4 calon anggota baru yaitu Kota Magelang, Kabupaten Sleman, Kabupaten Pulang Pisau, dan Kabupaten Lombok Utara.
Dalam forum nasional tersebut, ditetapkan bahwa Kota Yogyakarta resmi menjadi Ibu Kota Budaya Indonesia untuk periode 2025–2026, menandai era baru dalam pelestarian warisan budaya nusantara yang tidak hanya konservatif, tapi juga progresif dan menyentuh langsung kehidupan masyarakat.
Wali Kota Yogyakarta Hasto Wardoyo, menegaskan bahwa Rakernas JKPI bukan hanya seremoni, melainkan titik awal untuk mengangkat Yogyakarta sebagai simbol kekuatan budaya nasional. Ia menyoroti pentingnya pendekatan budaya yang tak sebatas pelestarian fisik semata, melainkan juga aspek non-fisik yang berdampak langsung pada kesejahteraan masyarakat.
“Pelestarian budaya harus kontekstual dan relevan. Melalui aktivitas budaya, kita bisa mendorong kebangkitan ekonomi, khususnya untuk pelaku UMKM, ekonomi kreatif, dan pariwisata,” ujar Hasto.
Hasto juga menambahkan bahwa tema Rakernas JKPI kali ini berfokus pada penguatan kawasan cagar budaya (KCB) seperti Kraton, Kotagede, Kotabaru, dan Pakualaman agar mampu menjadi lokomotif ekonomi dan sosial bagi warga lokal.
Sri Sultan HB X: Kota Pusaka Harus Hidup dan Menghidupi
Gubernur DIY, Sri Sultan Hamengku Buwono X, menyampaikan pandangan mendalam tentang pentingnya refleksi dalam pelestarian budaya. Menurutnya, Rakernas ini bukan hanya ajang berbagi praktik baik antar daerah, tapi juga forum refleksi nasional untuk mengkaji ulang strategi pelestarian yang ada.
“Apakah strategi kita sudah melibatkan masyarakat? Apakah kebijakan kita memberi ruang inovasi tanpa meninggalkan nilai luhur? Itu yang harus kita renungkan bersama,” tutur Sri Sultan HB X.
Sri Sultan juga menegaskan bahwa warisan budaya tidak boleh dipandang semata sebagai objek mati, melainkan sebagai proses hidup yang terus berkembang melalui dialog, partisipasi, dan keberanian membaca ulang konteks sejarah.
“Kota pusaka bukan sekadar simbol, tapi harus hidup dan menghidupi dengan nilai-nilai yang menjiwai,” tandasnya.
Rakernas JKPI XI ini mendapat sambutan hangat dari berbagai kepala daerah. Ketua Presidium JKPI sekaligus Wali Kota Banjarmasin, Muhammad Yamin, menyebut Rakernas ini sebagai momentum penting untuk bertransformasi dari konservasi fisik menuju pelestarian budaya yang berdampak langsung ke masyarakat.
“Pelestarian tidak boleh berhenti di monumen. Kota pusaka harus memperkuat karakter lokal, membuka ruang inovasi berbasis tradisi, dan tentu saja, menambah kekuatan ekonomi rakyat,” katanya.
Yamin juga menyampaikan apresiasinya terhadap penunjukan Yogyakarta sebagai Ibu Kota Budaya Indonesia. Kota ini dinilai layak karena rekam jejak panjangnya dalam merawat warisan budaya – dari kawasan Kraton, kampung-kampung budaya, batik, seni pertunjukan, hingga kosmologi tata ruang yang unik.
Rakernas JKPI 2025 menjadi momentum kolaboratif lintas daerah yang memadukan kekuatan sejarah dan semangat inovasi. Dengan pelibatan generasi muda, dorongan pada UMKM, serta penegasan nilai-nilai lokal sebagai fondasi pembangunan, forum ini membuka babak baru dalam transformasi warisan budaya Indonesia.
Yogyakarta bukan hanya simbol, tapi pelaku utama perubahan. Dari kota pusaka menuju kota masa depan. (*)
Pewarta | : A Riyadi |
Editor | : Hendarmono Al Sidarto |