TIMES JOGJA, YOGYAKARTA – Sejumlah mantan karyawan pekerja shelter Trans Jogja yang mengatasnamakan Paguyuban Karyawan Shelter Trans Jogja mengadu ke Komisi C DPRD DIY, Rabu (1/2/2023). Mereka mempertanyakan alasan diberhentikannya secara sepihak tanpa pemberitahuan terlebih dahulu dan meminta segera dipekerjakan kembali.
Menanggapi hal tersebut, Kepala Bidang (Kabid) Dinas Perhubungan (Dishub) DIY, Sumariyoto menyatakan bahwa terkait dengan tidak dipekerjakannya kembali ke-85 petugas halte Trans Jogja ini ada beberapa faktor penyebab. Selain itu juga, Trans Jogja memang dinilai perlu mengurangi karyawan khususnya petugas halte ini lantaran proses transaksionalnya telah berubah.
"Dulu proses transaksinya kan di halte, saat ini transaksinya sudah berubah yaitu di bis meski ada sebagian yang masih di halte. Dengan perpindahan transaksi ini, maka di atas kan tidak perlu ada aset yang dijaga," jelas Sumariyoto kepada media ditemui di ruang kerjanya.
"Sedangkan dulu ada petugas penjaga malam di halte dan itu jumlahnya sekitar 60 lebih. Untuk saat ini jelas tidak ada karena ya ga ada asetnya, jadi untuk apa dijaga," lanjutnya.
Selain itu, pihaknya juga menilai dari sisi kemampuan keuangan daerah yang tentu saja menjadi faktor utama persoalannya. Dikatakannya memang kondisi keuangan daerah juga kesulitan dan lebih urgent apalagi pasca recovery pandemi Covid-19 itu. Jadi, Trans Jogja tersebut terlalu besar dalam menggunakan APBD.
"Logikanya begini, pendapatan Trans Jogja sendiri itu kan hanya berkisar di angka Rp10 miliar. Untuk petugas haltenya memakan anggaran sekitar Rp13 milyar sekian, nah ilustrasinya kalau saya gratiskan berarti tidak ada pendapatan yang 10 milyar namun kita tidak mengeluarkan uang Rp13 miliar itu," terangnya.
"Itu belum biaya operasi kendaraan dan baru petugas haltenya saja. Jadi, terutama di masa pandemi kemaren pendapatan Trans Jogja itu jelas sangat berpengaruh sekali," tambahnya.
Selama kurun waktu dua tahun itu, kata dia, memang sangat mempengaruhi kondisi anggaran dari Trans Jogja. Anggaran yang dikeluarkan cukup besar sedangkan pendapatannya jauh menurun ke bawah. Sehingga, akibat hal tersebut menjadi sebuah evaluasi penting bagi semua pihak.
"Trans Jogja terlalu besar dalam menggunakan anggaran sehingga perlu dilakukan evaluasi ke berbagai pihak. Kemudian kita juga dituntut untuk efisiensi karena biaya terbesar itu ada pada SDM terutama bagi petugas haltenya," ujarnya.
Pihaknya juga membandingkan antara kota Yogyakarta dengan yang lain. Ia berpendapat bahwa di kota-kota lain seperti di Solo misalnya, itu tidak menggunakan petugas halte sedangkan di Yogyakarta sendiri masih menggunakan petugas halte sebanyak 300 petugas halte.
"Jadi memang porsi anggaran kita hanya untuk 300 orang," sebutnya.
Sumariyoto beranggapan, bahwa yang didapuk sebagai narasumber saat mendatangi kantor DPRD DIY itu dari sisi faktor umur sudah lebih dari 50 tahun. Seharusnya, mereka bisa memahami akan hal itu. Namun, juga perlu diperhatikan bahwa yang masih dibawah 50 tahun bisa saja terkena SP oleh perusahaan.
"Kalau masalah itu ya silahkan tanyakan langsung ke PT-nya jangan ke saya karena bukan ranah kami dalam menyelesaikan persoalan itu," tuturnya terkait aduan mantan pekerja shelter Trans Jogja. (*)
Pewarta | : Hendro Setyanto Baskoro |
Editor | : Deasy Mayasari |