TIMES JOGJA, JAKARTA – Lembaga jajak pendapat Gallup-PBB dan Pusat Penelitian Kesejahteraan Universitas Oxford, telah menetapkan 10 negara paling bahagia sedunia dan 10 negara paling tidak bahagia.
Finlandia menempati posisi pertama negara paling bahagia bersama sembilan negara lain yakni Denmark, Islandia, Swedia, Belanda, Kosta Rika, Norwegia, Israel, Luksemburg dan Meksiko.
Ada beberapa perubahan di sisa 10 teratas itu di mana Kosta Rika dan Meksiko telah menggeser Swiss dan Australia jauh ke bawah setelah tahun 2024 keduanya sempat menempati posisi kesembilan dan kesepuluh.
Belanda naik satu peringkat dalam laporan tahun ini dan masuk dalam lima besar se-Eropa.
Afghanistan mempertahankan posisinya di dasar tabeli, dengan 10 negara terbawah sebagian besar tetap sama berdasarkan negaranya meskipun posisi mereka telah sedikit berubah.
Ke 10 negara paling tidak bahagia di posisi terbawah itu adalah: Republik Demokratik Rakyat Lesotho, Komoro, Yaman, DR Kongo, Indonesia, Republik Demokratik Rakyat Zimbabwe, Malawi, Libanon, Sirait Leone, dan Afganistan.
Dilansir Euronews, Finlandia dinobatkan sebagai negara paling bahagia di dunia selama 8 tahun berturut-turut dengan 5 negara teratas yang kesemuanya dari Eropa.
Untuk pertama kalinya dalam Laporan Kebahagiaan Dunia tahunan Finlandia dinobatkan sebagai negara paling bahagia di dunia, dan untuk kali pertama juga kebajikan dianggap sebagai salah satu faktor ukuran dalam kesejahteraannya.
Laporan itu disusun setiap tahun menggunakan data yang dikumpulkan dari 147 negara di seluruh dunia.
Seperti pada edisi laporan sebelumnya, 10 teratas lima di antaranya diduduki negara-negara Eropa. Empat negara paling bahagia tetap tidak berubah pada tahun 2025, dengan negara-negara Nordik kembali menduduki posisi teratas tahun ini.
Kelompok empat teratas dalam laporan tahun 2025 itu adalah Finlandia, Denmark (kedua), Islandia (ketiga), dan Swedia (keempat).
Gagasan tentang kebahagiaan itu sendiri subjektif tetapi peringkat Laporan Kebahagiaan Dunia tahunan didasarkan pada evaluasi kehidupan subjektif yang dikumpulkan selama tiga tahun terakhir dari Jajak Pendapat Dunia Gallup bekerja sama dengan Universitas Oxford dan Jaringan Solusi Pembangunan Berkelanjutan PBB.
Para ahli interdisipliner dari bidang ekonomi, psikologi, dan sosiologi kemudian dilibatkan untuk meninjau data dan membuat evaluasi.
Variabel-variabel yang diukur oleh penulis laporan tersebut meliputi pendapatan (PDB per kapita), harapan hidup sehat, dukungan sosial, kebebasan untuk membuat pilihan hidup, kemurahan hati, dan kebebasan dari korupsi.
Untuk kali pertama, para pengolah data laporan tahun 2025 itu mengamati dampak perilaku baik hati terhadap tingkat kesejahteraan dan kebahagiaan mereka. Finlandia dinobatkan sebagai negara paling bahagia di dunia pada tahun 2024 lalu. Saat itu generasi muda di Eropa mengalami kesulitan.
Pentingnya Kepedulian.
"Kebahagiaan bukan hanya tentang kekayaan atau pertumbuhan, ini tentang kepercayaan, koneksi, dan mengetahui bahwa orang-orang mendukung Anda," kata CEO Gallup, Jon Clifton.
"Jika kita menginginkan masyarakat dan ekonomi yang lebih kuat, kita harus berinvestasi pada apa yang benar-benar pentingsatu sama lain," tambahnya.
CEO HappyOrNot perusahaan Finlandia yang membantu bisnis mengukur kepuasan pelanggan, Miika Makitalo menyatakan bahwa kebahagiaan di Finlandia bukan tentang kegembiraan yang terus-menerus, melainkan rasa aman, percaya, dan keseimbangan dalam kehidupan sehari-hari.
"Kebahagiaan datang dari kesadaran bahwa dukungan selalu ada saat dibutuhkan, baik melalui kebijakan sosial yang kuat, pendidikan berkualitas tinggi, atau akses ke alam," imbuhnya.
Para peneliti mengatakan bahwa di luar kesehatan dan kekayaan, beberapa faktor yang mempengaruhi kebahagiaan terdengar sangat sederhana, yakni berbagi makanan dengan orang lain, memiliki seseorang yang bisa diandalkan untuk memberikan dukungan sosial, dan besarnya rumah tangga.
"Di Meksiko dan Eropa misalnya, jumlah anggota rumah tangga empat hingga lima orang memprediksi tingkat kebahagiaan tertinggi," kata penelitian tersebut.
Sementara penulis laporan mencatat pentingnya unit keluarga sebagai ciri kepedulian dan berbagi, dengan rumah tangga besar Amerika Latin menjadi yang paling menonjol, dan tren yang berkembang menuju kesepian yang paling kuat dirasakan oleh kaum muda masih lazim terjadi.
Pada 2023, 19 persen orang dewasa muda di seluruh dunia melaporkan tidak memiliki siapa pun yang bisa diandalkan untuk mencari dukungan, meningkat 39 persen dibandingkan dari tahun 2006.
Namun menurut temuan terbaru, mempercayai kebaikan orang lain juga lebih erat kaitannya dengan kebahagiaan daripada yang diperkirakan sebelumnya.
Sebagai contoh, laporan tersebut menunjukkan bahwa orang yang percaya bahwa orang lain bersedia mengembalikan dompet mereka yang hilang merupakan prediktor kuat kebahagiaan keseluruhan suatu populasi.
Menurut penelitian tersebut, negara-negara Nordik menempati peringkat teratas dalam hal harapan dan realisasi pengembalian dompet yang hilang.
Direktur pelaksana asosiasi perdagangan bioindustri di Finlandia, Alexandra Peth mengatakan, budaya Finlandia mengutamakan kepercayaan dan koneksi.
"Orang-orang di Finlandia saling percaya dan saya pikir di berbagai tingkatan masyarakat, kami mencoba untuk saling mendukung," kata Peth. "Jadi saya pikir sistem ini membuat Anda bisa saling percaya," ujarnya kemudian.
Secara keseluruhan, para peneliti mengatakan bahwa bukti global mengenai persepsi dan realita pengembalian dompet yang hilang menunjukkan bahwa masyarakat terlalu pesimis terhadap kebaikan komunitas mereka dibandingkan dengan kenyataan, tingkat pengembalian dompet yang sebenarnya sekitar dua kali lebih tinggi dari yang diharapkan masyarakat.
Sementara itu Inggris, negara yang berada di benua Eropa sempat dinobatkan sebagai salah satu negara paling tidak bahagia bagi anak-anak pada tahun 2024. (*)
Artikel ini sebelumnya sudah tayang di TIMES Indonesia dengan judul: Finlandia Dinobatkan Sebagai Negara Paling Bahagia Sedunia, Indonesia Urutan Berapa?
Pewarta | : Widodo Irianto |
Editor | : Ronny Wicaksono |