TIMES JOGJA, YOGYAKARTA – Menjawab situasi persoalan dan tantangan integrasi bangsa ke depan baik secara nasional maupun global, Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) menggelar Diskusi Kebangsaan.
Diskusi ini bertema 'Halaqah Fiqih Peradaban PBNU Tata Dunia Baru, Negara, Bangsa dan Kewarganegaraan: Menuju Fiqih Peradaban yang Humanis dan Transformatif'.
Diskusi ini juga dipandu oleh beberapa narasumber baik dari Kyai/Ulama NU serta beberapa akademisi seperti Dr Muhammad Najib Azka (Wasekjen PBNU), KH Mahbub Maafi (PBNU) dan KH Darul Azka (LBM PBNU Yayasan Nur Iman Mlangi).
Juga, Dr Ahmad Munjid (Imam Besar Mardhiyyah Islamic Center), Prof Dr Mochtar Mas'ud (Guru Besar Hubungan Internasional UGM) dan Prof Dr Purwo Santoso (Direktur Pasca Sarjana Fisipol UGM).
Sementara itu, pada rangkaian kegiatan ini juga ditujukan dalam konteks menyambut satu abad berdirinya NU demi menjawab berbagai tantangan dan peluang dari NU sendiri.
Acara Halaqah Fiqih Peradaban ini memiliki sebuah tujuan utama yakni ingin menyelesaikan berbagai persoalan-persoalan terutama narasi dari pemikiran keislaman yang ada di lingkup dunia Islam.
Panitia Acara Halaqah Fiqih Peradaban, Gus Tafid menerangkan, secara garis besar PBNU memiliki banyak rangkaian kegiatan dalam menyambut satu abad berdirinya NU dengan salah satunya adalah mengadakan Halaqah Fiqih Peradaban ini.
Menyinggung soal Halaqah tersebut, pihaknya menjawab ada beberapa hal yang dirasa menjadi sebuah problematika besar itu.
"Berubahnya narasi keislaman pada masa lampau dan sekarang tentu sudah sangat jauh sekali berbeda dan banyak perubahan sehingga dalam hal ini kontekstualisasi wacana keislaman menjadi penting sekali," sebut Gus Tafid kepada TIMES Indonesia di Aula PPM Aswaja Nusantara Mlangi, Sleman pada Jumat (23/12/2022).
Tantangan Era Digital
Yang kedua, lanjut Gus Tafid, Fiqih Peradaban tersebut juga ingin menjawab berbagai persoalan yang hadir di lingkup dunia serba modern mulai dari permasalahan global, nasional hingga ke persoalan daerah.
"Segala persoalan yang ada di bangsa Indonesia saat ini menjadi keprihatinan besar kami warga NU. Persoalan hoaks ini juga merupakan dampak dari revolusi teknologi yang begitu canggih dan cepat. Maka hal ini perlu kontribusi besar pemikiran dari kami (Pesantren) NU untuk menjawab dan menyelesaikan bersama-sama," tegasnya.
Tentu saja, pihak NU juga tidak akan meninggalkan sebuah teknologi digital namun tugas utama dari NU adalah berusaha memitigasi dampak dari berbagai teknologi digital yang kian marak dan canggih tersebut terkhusus pada persoalan disinformasi ini.
"Kita bukan menolak teknologi digital yang terus meningkat ini ya, tapi tugas kita terus mengingatkan dan meminimalisir agar jangan sampai terjadi kesalahan informasi berupa hoaks itu," ungkapnya.
Gus Tafid juga menyinggung gelaran Pilpres 2024 mendatang, ia menegaskan bahwa politik NU merupakan politik kebangsaan atau dalam bahasa sederhananya politik kerakyatan.
NU jelas tidak bermain dalam permainan politik praktis, secara kelembagaan tidak berpihak kepada kandidasi namun NU punya tanggung jawab besar terhadap gagasan untuk bangsa Indonesia.
"NU terus melakukan berbagai upaya untuk menyelesaikan berbagai persoalan bangsa Indonesia baik secara nilai-nilai ekonomi maupun politik. NU akan menjadi ruh besar bagi bangsa Indonesia dan menjaga kemaslahatan umat manusia di bumi Indonesia," tegas Gus Tafid.
Peran Penting NU di Indonesia
NU pun dinilai memiliki peran penting dikarenakan memiliki basis yang sangat jelas dan kuat serta banyak dominasi pemimpin politik yang berbasis NU sehingga Gus Tafid menampik jika berbicara soal bangsa Indonesia tanpa melibatkan NU itu sendiri.
"Saya kira sangat mustahil sekali jika mengesampingkan peran NU di dalam peran politik di Indonesia, kita harus menjaga dan menjembatani isu-isu politik identitas yang akan digunakan di kontestasi 2024 besok," imbuhnya.
Karena itu, Gus Tafid beserta tokoh-tokoh PBNU mengharapkan terkait pemikiran keislaman khususnya yang ada di Pesantren-Pesantren NU untuk dapat memberikan kontribusi terhadap permasalahan yang ada di level global dan juga nasional.
Ada tiga hal persoalan saat ini yaitu persoalan revolusi digital, persoalan climate change dan post pandemic era.
"Nah di sinilah peran penting dalam menjaga koridor nilai-nilai kemanusiaan itu dan seimbang dengan perkembangan teknologi digital yang terus meningkat," paparnya selaku Ketua Panitia Halaqah Fiqih Peradaban yang digelar PBNU. (*)
Pewarta | : Hendro Setyanto Baskoro |
Editor | : Ronny Wicaksono |