TIMES JOGJA, YOGYAKARTA – Kelurahan Giwangan RW 10 yang terletak di Kemantren, Umbulharjo kota Yogyakarta mengeluarkan sebuah inovasi baru. Langkah ini untuk mendukung kesejahteraan masyarakat sekaligus pemberdayaan masyarakat desa dengan menanam Pohon Kelengkeng di ruas jalan sekitar kampung.
Inovasi tersebut diapresiasi secara langsung oleh Lembaga Pemberdayaan Masyarakat Kelurahan (LPMK) dalam acara Pelatihan Pertanian Perkotaan yang diadakan di Pendopo Kelurahan Giwangan, Senin (20/2/2023).
Dalam pelatihan itu, Ketua LPMK Giwangan, Yanto mengatakan, sesuai dengan slogan dari Giwangan yaitu Peduli Adalah Solusi (PAS) yang memiliki visi Tumonjo Kroso Tumoto (TKT) di mana sebuah implementasi serta aplikasi penurunan bentuk dukungan terhadap daya dukung konsep yang semakin berubah akibat alih fungsi lahan maka terciptalah konsep kualitas udara dan konsep ketahanan pangan.
Konsep itu dinamakan sebagai Agro Forestry. Agro Forestry ini diibaratkan sebagai sebuah hutan dengan sistem lahan pertanian yang sempit. Kemudian, untuk mendukung langkah baru ini, RW 10 di Kelurahan Giwangan mengeluarkan inovasi yang bernama Kampung Kelengkeng. Nantinya, masyarakat sekitar akan menanam pohon kelengkeng di jalan lingkungan.
"Kalau menanam kelengkeng di pekarangan kan sudah biasa, jadi bagaimana kalau kita tanam di sekitaran jalan lingkungan, itu baru luar biasa," papar Yanto.
Lebih lanjutnya, untuk memenuhi kebutuhan target di dalam rumah tangga adalah persoalan pangan yaitu gizi dan soal gizi adalah buah itu. Di sini, buah kelengkeng akan ditanam di pinggir jalan sebanyak 158 pohon dengan jenis kelengkeng merah, kelengkeng putih, kelengkeng hijau dan kelengkeng coklat.
"Keberadaan tanaman ini jelas akan mendukung bagaimana konservasi, bagaimana peningkatan kualitas udara dan bagaimana peningkatan soal ketahanan pangan, seperti yang tadi saya sampaikan," ungkapnya.
Selain Kampung Kelengkeng di RW 10, ada pula Kampung Anggur yang terletak di RW 11, ada Kampung Alpokat Papiji di RW 13 dan juga ada Kampung Manggis di RW 8 dan 9. Ini semua merupakan konsep dari Lurah Giwangan yang mendukung program Pasar Buah Giwangan. Sehingga, adanya Pasar Buah Giwangan ini juga menjadi bagian dalam peningkatan pemberdayaan masyarakat desa.
"Dengan keberadaan pepohonan ini diharapkan bisa membantu memberdayakan masyarakat terutama di wilayah Giwangan," harap Yanto.
Sementara itu, Lurah Giwangan, Dyah Murniwarini menjelaskan bahwa di Kampung Kelengkeng khususnya di RW 10 Giwangan ini bukanlah kelompok tani kelengkeng melainkan bernama Kampung Kelengkeng yang mana di kampung ini terdapat banyak pohon kelengkeng yang ditanam di pinggir jalan. Sehingga, keberadaan pohon ini bisa dimanfaatkan dengan baik.
"Mulai dari penghijauan dan bahkan kita bisa memanfaatkan buahnya kemudian merasakan udara segarnya," ucap Dyah.
Alasan dipilihnya buah kelengkeng, menurut Dyah bisa memberikan manfaat yang baik. Salah satu contohnya adalah dari daunnya yang bisa dimanfaatkan untuk makanan ternak kambing. Selain itu, kotoran dari kambing tersebut bisa menjadi "rabuk" atau perabukan untuk tanaman kelengkeng baik dari urinnya maupun kotoran "inthil" wedhus itu sendiri.
"Jadi sirkulasinya, makanan wedhus itu dari pohon kelengkeng dan kemudian kotoran dari wedhus itu dibuat untuk pupuk untuk tanaman kelengkeng sehingga buahnya bisa kita nikmati bersama," terangnya.
Sebenarnya, kata Dyah, menanam tanaman kelengkeng ini sudah dimulai sejak tahun 2008 silam. Untuk itu, tanaman kelengkeng dari RW 10 Giwangan ini masih menjadi prioritas utama hingga sekarang. Kelurahan Giwangan ada tiga rukun kampung yakni Rukun Kampung Giwangan, Rukun Kampung Ponggalan dan Rukun Kampung Mendungan. Dari masing-masing rukun tersebut, tidak menutup kemungkinan dalam menanam pohon dengan jenis berbeda karena memiliki tematik yang berbeda-beda.
"Untuk Rukun Kampung Giwangan mempunyai tematik Kampung Hijau, untuk Rukun Kampung Ponggalan mempunyai tematik Kampung Wisata dan untuk Rukun Kampung Mendungan mempunyai tematik Kampung Anggur. Tiga rukun kampung di wilayah Kelurahan Giwangan ini memiliki potensi yang besar dan tentunya berbeda," jelas Dyah. (*)
Pewarta | : Hendro Setyanto Baskoro |
Editor | : Deasy Mayasari |