TIMES JOGJA, SLEMAN – Tantangan pengelolaan sampah di Kabupaten Sleman masih menjadi pekerjaan besar di tengah kebijakan desentralisasi pengolahan sampah. Pemerintah daerah kini terus mendorong masyarakat untuk lebih aktif memilah dan mengelola sampah dari rumah, sebagai langkah konkret mengurangi beban Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST).
Hal tersebut disampaikan Pelaksana Tugas (Plt.) Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Sleman, Sugeng Riyanta, ST., MM., di Ruang Merti Bumi Dinas Pertanahan dan Tata Ruang Kabupaten Sleman, Kamis (6/11/2025).
“Kami terus berupaya membangun kesadaran masyarakat untuk memilah dan mengolah sampah sejak dari rumah. Ini penting, karena sistem desentralisasi mengharuskan daerah mampu mengelola sampahnya sendiri tanpa bergantung pada TPA Piyungan,” ujar Sugeng Riyanta.
Sugeng menjelaskan, Dinas Lingkungan Hidup Sleman secara masif telah melakukan sosialisasi dan edukasi kepada masyarakat tentang pengelolaan sampah. Baik melalui kegiatan reguler, pelatihan, maupun permohonan sosialisasi langsung dari masyarakat. Namun, ia mengakui bahwa membangun kesadaran memilah sampah masih menjadi tantangan tersendiri.
Masih banyak masyarakat yang mencampur kembali sampah organik dan anorganik saat diangkut. Padahal, pemilahan di tingkat rumah tangga ini akan sangat membantu mengurangi volume sampah yang masuk ke TPS dan TPST,” jelasnya.
DLH juga terus mengoptimalkan peran bank sampah dan komunitas peduli lingkungan. Saat ini, terdapat 34 komunitas peduli sungai yang tergabung dalam Forum Komunitas Sungai Sleman (FKSS). Mereka berperan aktif menjaga kebersihan bantaran sungai, melakukan kegiatan konservasi, serta mengedukasi warga untuk tidak membuang sampah ke aliran sungai.
Dari Hulu hingga Hilir: Optimalisasi Pengelolaan Sampah
Sugeng menyebutkan, pengelolaan sampah di Sleman belum sepenuhnya bisa ditangani dari hulu. Namun, pihaknya berupaya mengoptimalkan fasilitas yang ada, termasuk kerja sama pengelolaan di fasilitas TPST dan peningkatan sarana pendukung seperti motor roda tiga pengangkut sampah dan revitalisasi tempat pengolahan sampah 3R.
“Langkah kecil seperti menyediakan sarana angkut, menambah TPS 3R, hingga memperkuat peran bank sampah kami lakukan terus menerus. Prinsipnya, kami ingin setiap kecamatan punya sistem pengelolaan yang aktif dan mandiri,” katanya.
DLH juga tengah menjajaki konsep pengolahan sampah menjadi energi listrik, yang saat ini masih dalam pembahasan di tingkat Pemerintah Provinsi DIY.
“Harapan kami, ke depan pengelolaan sampah di Sleman tidak hanya berfokus pada pengurangan dan penanganan, tetapi juga pada pemanfaatan energi terbarukan dari sampah (waste to energy). Namun, tentu tahap awalnya adalah membiasakan masyarakat mengolah sampahnya sendiri,” ujar Sugeng.
Peraturan Daerah dan Gerakan Pilah Sampah
Pemerintah Kabupaten Sleman juga telah memiliki Peraturan Bupati Sleman Nomor 30 Tahun 2022 tentang Gerakan Pilah Sampah dari Rumah, yang menjadi pedoman bagi seluruh instansi, sekolah, dan masyarakat. Gerakan ini turut mendorong penggunaan wadah ramah lingkungan dan pengurangan plastik sekali pakai di berbagai kegiatan pemerintahan maupun masyarakat.
“Kami ingin gerakan pilah sampah dari rumah ini tidak hanya seremonial. Perlu ketelatenan dan komitmen dari semua pihak, termasuk lembaga publik dan DPRD yang kini sudah menerapkan penyajian tanpa plastik,” ungkapnya.
Saat ini, Sleman memiliki lebih dari 40 TPS 3R yang mampu menampung rata-rata 40 ton sampah per lokasi per hari. Meskipun belum ideal, DLH terus berupaya meningkatkan efektivitasnya agar sesuai target nasional pengelolaan sampah sebesar 51,21 persen pada tahun 2025, yang mencakup pengurangan dan penanganan.
Sugeng menegaskan, kunci dari semua program ini adalah kolaborasi antara pemerintah dan masyarakat.
“Pengelolaan sampah bukan hanya urusan pemerintah. Ini tanggung jawab bersama. Bila masyarakat disiplin memilah dan mengolah sampah dari rumah, maka beban pengolahan di tingkat kabupaten akan jauh lebih ringan,” paparnya. (*)
| Pewarta | : A. Tulung |
| Editor | : Faizal R Arief |